19. That I Love You

141 20 1
                                    




Seokjin terus mendorong pintu mobil yang tertutup oleh berat air yang terus membawanya lebih dalam.

Memukul-mukul dan menendang kaca jendela sekuat tenaga.

"Hiks....."
"Namjoonie....."

"Jangan menangis, Seokjin!" Ia mengais udara sebanyak mungkin saat air mulai memenuhi mobilnya.

"Kau masih harus bertemu Namjoon, Seokjin!" Ditendangnya lagi kaca jendela itu berulang.

"Namjoon pasti khawatir..."

"Ayo Seokjin.....kau bisa!" Ia terus menendang dan memukul dengan sisa tenaganya.

"Namjoonie......" Gerakannya mulai melemah.


"Aku sayang......Namjoonie......"

.

.

.

"Please...."
"Bawa aku kesana....please....."

Namjoon berjalan mengikuti satu persatu reporter dan petugas kamera yang sibuk berlalu lalang di depan ruang kerjanya.

"Sandeul....please..."
"Aku tidak akan mengganggu" Ia menarik lengan kemeja sang pria yang telah berjalan sambil menyandang kameranya.

"Maaf.....maaf Namjoon..."
"Aku janji akan mengabarimu secepatnya okay!" Pria itu pun berlari mengejar rekan-rekannya.


"Aaarrggghhh!" Namjoon mengacak rambutnya kesal dan berbalik.

"Kau khawatir fotografer itu kenapa-napa, Namjoon?" Hae In menatapnya iba.

"Sangat......sangat Pak...."

"Kumohon....ijinkan aku ikut dengan mereka" Setengah membungkuk dan merapatkan kedua telapak tangannya di dada, Namjoon menatap sang atasan penuh harap.

"Baiklah. Kau ikut bersamaku"
"Kita akan tiba lebih cepat dengan kereta"

.

.

.

"Seokjinnie....."
"Bangun, tukang tidur....."

"Namjoonie?" Dadanya terasa sesak dan sakit. Seperti ditekan oleh batu besar.

".......Jin...."
"SEOKJIN!"

"Uhukkk.....uhukkk....." Seokjin tersedak dan memiringkan tubuhnya.

"Oh Tuhan syukurlah....." Moonbyul terisak memeluk tubuhnya yang menggigil kedinginan.

Paramedis mengangkat tubuh lemasnya.

Masker oksigen terpasang setelah sebuah suntikan diberikan.
Seokjin terpejam menyandar berlapis selimut tebal di atas tempat tidur dalam ambulans.

Sebuah truk derek juga sekumpulan polisi terlihat tengah menarik mobil putih besar yang baru saja menyeret tubuhnya ke dalam sungai besar di bawah jembatan.


"Untunglah mereka sempat menyelamatkanmu, Seokjin..." Masih terisak, sang wanita terus mengusap kepalanya.

"Kau baik-baik saja?" Tanya Seokjin.

Moonbyul mengangguk dan tersenyum lega. "Terimakasih...."

"Kau berhutang makan siang padaku" Seokjin terkekeh.




"Kim Seokjin?" Seorang petugas datang menyerahkan tas kulit hitam yang basah kuyup.

"Ahh tidak......kameraku....." Seokjin melepas masker oksigen dan mengerang meraih tasnya.


"Dan....ada seseorang yang terus mencarimu disana" Petugas itu menoleh dan menunjuk pada sosok pria yang tengah berlari kecil mendekat diantara rintik hujan yang mulai kembali jatuh membasahi jalan.

"Namjoon?" Seokjin melirik pada Moonbyul yang juga terkejut, kemudian bergegas turun dari tempat tidurnya.

Langkah pria itu semakin cepat menerobos orang-orang yang masih sibuk berlalu lalang di hadapannya.

Raut wajahnya terlihat sangat cemas.


"Namjoonie?" Senyumnya melebar dengan mata berbinar.

Seokjin berjalan cepat, selimutnya terjatuh saat ia mulai berlari.

"Gosh.....kau baik-baik saja...."

"Thank God kau baik-baik saja Seokjin!"

Desah keras itu meluncur bersamaan dengan reflek kedua tangannya menangkap dan mendekap erat pria yang menghambur menabrak tubuh besarnya.

"Namjoonie....."

"Namjoonieee......" Isak tangisnya pecah di ceruk leher sang pria.


"I'm here....I'm here, Seokjin...."

"You're okay now.....You're okay....." Namjoon mengusap punggung dan mengecupi kepalanya.

"Terimakasih untuk tidak menyerah...."



"Takut......"

"Aku takut Namjoonie..."

"Takut kau tak sempat mengetahui....jika....."

"Jika aku menyayangimu......"

Seokjin membenamkan wajahnya lebih ke dalam ceruk lehernya. Mengeratkan pelukannya seolah mereka akan berpisah.

Tak mampu berkata-kata, Namjoon memejamkan kedua matanya erat, tersenyum menghela napas lega dan terus membelai kepalanya lembut.

PetrichorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang