2. Farewell, Hello

377 28 1
                                    




Jemari yang bergerak cepat di atas papan ketik laptopnya sesekali berhenti untuk meraih mug hitam berisi kopi.
Menyeruput kemudian membetulkan letak kacamata berbingkai tebalnya yang berembun.

Sesaat tatap matanya beralih ke luar jendela.

Jalanan yang telah ramai oleh kendaraan, trotoar lebar di sampingnya pun tak habis dilewati orang-orang berpakaian rapi yang berjalan cepat dengan payung beraneka warna.

"Pagi yang suram" Pikirnya.

Derai rintik hujan yang konstan telah membasahi permukaan kota Seoul sejak dini hari. Kebiasaan Namjoon untuk bangun sebelum langit terang membuatnya memutuskan untuk pergi ke sebuah kafe untuk sarapan.

Dan mulai mengirimkan surat-surat lamaran.






"Jiminie.....tunggu akuuu!" Pria itu berjalan tergopoh mengejar sosok yang lebih pendek dari tubuhnya.

"Cepat Seokjin....pelanginya jelas sekali!" Pria bersurai pirang itu tersenyum lebar melambai-lambaikan jemari mungilnya memanggil sang sahabat.

Seokjin berlari sambil memegangi tas selempang yang melintang dari bahu kiri hingga pinggangnya.

"Woaahhh.....double rainbow!" Senyum lebar mengembang di antara pipi bayinya.



KLIK
KLIK


"Pagi yang indah..."
"Semoga ini menjadi awal yang baik..."
Seokjin merendahkan kameranya, menatap pantulan warna warni berbentuk busur yang membentang dari lantai teratas gedung tempat mereka bekerja.


"Semoga kau berhasil menjadi karyawan tetap disana Seokjin..."
"Ah....aku akan jarang bertemu denganmu lagi" Jimin mengerucutkan bibirnya.

"Tetap berkabar ya Jiminie..." Pria bersurai coklat itu menoleh lalu tersenyum sedih.

Tak menjawab, pria bertubuh lebih pendek itu memeluknya erat.

"Hiks....sudah....sudah...." Seokjin tertawa setelah mengusap air matanya.
"Temani aku berpamitan dengan yang lain ya..."

Jimin mengangguk dan berusaha tersenyum.


Jabat tangan hangat mengiringi langkah kakinya yang bergerak mengitari meja bundar besar di tengah ruangan.

Beberapa pelukan erat ia terima disela-sela telapak tangan yang saling bertaut.

Ucapan dan harapan-harapan keberhasilan pun mengalun bersama tepukan ringan di bahu lebarnya.

"Baiklah......"

"Aku pamit" Seokjin tersenyum sebelum menghela napas dan mengerjap beberapa kali agar air matanya tak kembali turun.

.

.

.

"Jadi bagaimana? Sudah ada balasankah dari kantor-kantor berita favoritmu?" Taehyung menepuk singkat bahu pria tegap yang masih mengerutkan dahi menatap monitor dengan telunjuk yang bolak balik membuka tutup pesan-pesan elektronik di laptopnya.

Namjoon menarik napas dan menghembuskannya pelan. Kacamata berbingkai tebalnya dilepas dan diletakkan bersebelahan dengan mug kopinya.

"Belum Tae..." Menopang dan mengucek kelopak mata lelahnya dengan telapak tangan, Namjoon mendesah kesal.

"Aku bosan mengirimkan surat-surat tanpa balasan itu"

"Nam....ini baru satu minggu sejak kau mengirimnya"

"And it's early Monday.....bersabarlah, mungkin hari ini kau akan menerima kabar baik"
Taehyung melambaikan tangan memanggil seorang pelayan untuk memesan sarapannya.

"I mean....sesulit apa mereka menerima seorang reporter kriminal huh?"

"Jarang ada orang bodoh yang mau mengorbankan dirinya untuk meliput berita di tengah-tengah baku tembak atau kerusuhan"

"Mereka harusnya tidak perlu waktu lama untuk menerimaku bukan?"


"Geez.....kau percaya diri sekali, Nam..." Pria itu terbahak dengan celotehannya.

"Fact!" Namjoon membalas tawa pria di seberang mejanya.

"Baiklah....kurasa aku tidak akan mengecek email lagi untuk hari ini"

Suara denting kecil berbunyi sesaat sebelum Namjoon akan menutup laptopnya.

Ia mendekatkan kepala, bergumam membaca kata perkata yang terpampang di layar sebelum telapak tangannya menghentak meja dan berucap dengan suara lantang.

"That's what I'm talking about!"

"Interview besok lusa jam 8 pagi"

"Told You, tidak sulit menerima pelamar tak kenal takut sepertiku" Namjoon terbahak.

Taehyung hanya tertawa melihat sahabatnya yang kegirangan dengan balasan email dari kantor berita favoritnya.

PetrichorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang