(n) persoalan, masalah, problem, soal, keadaan sulit
(n) rumor, selentingan, kabar angin, desas-desus, risik.
==
Aku mengekori Tata masuk ke dalam kamar hotelnya. Sepanjang perjalanan dari bandara sampai ke sini, kembaranku tak bicara sama sekali. Seolah mulutnya dijahit oleh benang tak kasat mata. keterdiaman yang membuatku merasa terintimidasi. Entah kenapa aku merasa aku akan dimarahi. Cara marah Tata selalu mengingatkanku pada papa dan itu buruk.
Tata masih tak mau bicara bahkan ketika dirinya telah selesai meneguk segelas air. Padahal aku sudah memesankan dia kamar terbaik untuk dia tinggal malam ini. Letaknya tak begitu jauh dari hotel tempatnya bekerja. Memilihkan kamar dengan pemandangan malam yang luar biasa dan fasilitas yang lebih daripada memadai. Bahkan ranjang yang ada di depanku sekarang ini, berukuran besar. Tapi lihat kelakuannya sekarang ini. Benar-benar membuat frustasi.
Apakah aku harus marah lebih dulu sebelum dia marah? Cara para psikopat narsistik kan seperti itu. Marah dulu sebelum dimarahi. “Gue nggak butuh pertolongan ….” Suara marahku hilang ketika kak Tata membanting gelas. Menyiutkan nyaliku.
“Lo ngapain ke Underplay? Butuh duit banget? Ini bukan Lalita yang gue kenal. Bayi yang tontonannya cuman channel cartoon network, bisa jadi stripper di Underplay?”
“Gue bukan bayi. Kita cuman beda lima menit lahirnya. Nggak usah sok jadi kakak yang baik setelah lo kabur ninggalin gue selama tiga tahun dan nggak ada kabarnya. Lagian, tiga tahun kita pisah dan lo masih berharap gue nggak berubah? Satu lagi, kenapa lo bisa tahu tentang Underplay dan segala yang ada di dalamnya? Pernah main ke sana juga lo?”
“Kelab Underplay? Semua orang yang pernah main ke kelab malam tahu nama itu. Untuk sebagian orang hanya rumor, tapi bagi segelintir kecil orang tempat itu memang benar-benar ada. Semua orang dari dunia malam juga tahu, bahwa itu adalah kelab striptis ilegal yang prestisius. Gue memang harus jadi kakak lo, karena gue satu-satunya yang bisa belain lo di depan papa kalau lo sampai ketahuan nari telanjang depan orang asing. Gue satu-satunya orang yang bakal jadi tameng lo kalau papa bakal bacok lo.”
“Kenapa lo repot-repot jadi tameng gue kalau lo udah abonden gue dari tiga tahun yang lalu?”
“Lo …, bener-bener masih pinter bikin orang merasa berdosa. Ini satu-satunya kemampuan lo yang nggak berubah.”
“Mau gue tambahin komentar biar lo sadar kalau lo berlumuran dosa?” tantangku.
“Wah,” suaranya terdengar tak percaya, “gue salah. Kemampuan lo membuat orang lain merasa bersalah bukan nggak berubah, tapi meningkat pesat. Sekarang lebih berani. Malah nantangin.”
Aku berdeham, coba mengembalikan suaraku yang rasanya menghilang dari tempatnya. Kata-kata Tata yang jelas dan tegas membuat nyaliku ciut. Caranya bicara benar-benar mirip papa. Urutan teratas manusia yang aku takuti di muka bumi ini. “Pokoknya, perkara Underplay serta yang berhubungan dengan itu semua, gue anggep itu cara lo meminta maaf ke gue karena lo ninggalin gue buat laki-laki tukang selingkuh macem Bena.”
Tata menjatuhkan tubuhnya ke ranjang, dia kemudian terbahak-bahak tanpa alasan yang jelas. Seolah kata-kataku barusan adalah lelucon konyol. Seolah kalimatku bukanlah sesuatu yang serius. “Jangan becanda lo. I’ll use this, really well.”
Aku mendadak waspada. Kalimat terakhirnya terdengar seperti ancaman. “Maksud lo?”
“Beri gue akses suite yang dulu pernah gue tinggalin, sama credit card yang papa kasih lo. Setelah gue dapet itu, gue janji bakal bawa rahasia ini sampai gue mati.”
Apa malam ini aku baru saja diperas oleh kakak perempuanku sendiri?
==
“Pa,” sapaku setelah papa duduk di kursi ruang makan. Kegiatan yang selalu kami lakukan di pagi hari, sarapan bersama sebelum kami memulai hari.
KAMU SEDANG MEMBACA
BOSS IN MY RED ROOM
Roman d'amourKupikir pengganti Chief Financial Officer tak jauh beda dari Bapak Aldy. Berusia kurang lebih 50 tahun dan lebih suka sekretarisnya berbau minyak aromaterapi. Realita menjungkirbalik prediksiku karena CFO baru itu masih berusia 34 tahun dan lebih...