(n) Troublemaker, intruder, insurgent, disturber, rioter, incendiary, rabble-rouser
(n) A person who deliberately creates trouble for others.
(n) A person who habitually causes difficulty or problems.
==
Aku menatap jendela besar di apartemen yang sekarang ditempati kak Tata. Dengan dalih ingin menjaganya dari Bena, aku bilang akan menginap di sini malam ini.
“Jadi kenapa tiba-tiba pengen tidur di sini?” Kak Tata muncul memakai kimono.
“Biar lo nggak masukin Bena diem-diem.”
Dia mengangkat tangannya siap memberi pukulan namun sedetik kemudian dibatalkan. “Gue bukan Talita yang sama seperti tiga tahun belakangan ini. Yang picek gara-gara makhluk semacam Bena. Jadi, kenapa lo ke sini?”
Dia meninggalkan tempatnya berdiri sedangkan aku duduk di sini dan kembali terngiang-ngiang tentang kejadian beberapa jam lalu di restoran Pak Pradipta. Membuatku kembali diterjang perasaan hina. “Benar-benar memalukan!”
“Memangnya bukan?”
“Kamu nggak perlu pura-pura lagi, Lalita. Saya tahu.”
“Pura-pura?”
“Couple bag itu ucapan selamat dari saya. Karena kamu mengencani Dirga.”
“Hah?” bagaimana konsepnya aku jadi mengencani Pak Dirga?
“Saya langsung tahu ketika kamu diajak datang ke rumah saya hari itu. Coba tebak kenapa?”
Aku masih tidak mengerti kenapa pria ini bisa membuat kesimpulan segila Riandry. “Tapi, Pak, saya nggak ada hubungan apapun dengan Pak Dirgantara. Seriusan cuman urusan pekerjaan saja kalau sama bapak saya.”
“Siapa sih yang coba kamu tipu, Lalita? Dengerin saya baik-baik, Dirga nggak pernah terlibat serius dengan perempuan. Kalau dia benar-benar serius suka pada perempuan, dia akan bawa wanitanya ke saya. Mau tahu kenapa? Karena cuman saya satu-satunya yang bisa hajar pemilik restoran ini. Luwak macam dia,” terangnya sambil menunjuk ke arah pintu tempat keluar masuknya makanan. Melihat Pak Pradipta yang berjalan sambil mendorong troli menuju tempat kami.
“Tapi Pak Maheswara salah. Saya suka orang lain. Maksud saya bukan sekarang, waktu saya datang ke rumah bapak,” tidak, Lalita. Jangan memperumit keadaan. “Yang jelas, saya nggak ada perasaan apapun pada Pak Dirgantara.”
Dia terkekeh pelan. menghentikan sejenak perbincangan kami karena Pak Pradipta menyajikan menu makan malam untuk meja kami. “Kalau memang nggak ada perasaan,” ucapnya setelah Pak Pradipta diusir kembali, “ngapain kalian berdua di kamar saya? Saya tahu kadang kala Dirga memang segila itu.”
Entah kenapa rasanya aku dituduh melakukan hal yang kotor bersama bapakku. “Maksud bapak apa? Saya … saya … nggak pernah masuk ke kamar Pak Maheswara.”
“Lalita, dikamar saya nggak pernah ada guling. Kalaupun ada, nggak akan sebesar ukuran manusia.”
Aku tersedak ludahku sendiri yang sulit tertelan. Buru-buru mengguyur kerongkonganku dengan segelas air. Aku menaruh gelas perlahan sambil memikirkan berbagai alasan yang bisa kusebutkan untuk jadi perisai yang mengamankanku. Namun tak ada satupun yang cocok untuk menyelamatkan dari situasi ini.
“Saya tahu kamar saya sangat eksotis. Satu-satunya ruangan yang sangat cocok untuk melakukan hal yang sakral. Tapi kenapa kamu setuju diajak make out Dirga di kamar saya?” Pak Maheswara yang bicara. Dengan santainya mengungkapkan pikirannya yang liar sambil memotong steak di hadapannya. Dia tak sadar bahwa kata-katanya berhasil membuat diriku merasa kotor dan hina.
KAMU SEDANG MEMBACA
BOSS IN MY RED ROOM
RomansaKupikir pengganti Chief Financial Officer tak jauh beda dari Bapak Aldy. Berusia kurang lebih 50 tahun dan lebih suka sekretarisnya berbau minyak aromaterapi. Realita menjungkirbalik prediksiku karena CFO baru itu masih berusia 34 tahun dan lebih...