19. Resah

4K 674 43
                                    

Halo .... bab ini cukup panjang ya, jangan lupa vote dan komennya. Terima kasih buat yang masih setia nunggu cerita ini. Anw, di karyakarsa cerita ini udah ending+full extra part.

Selamat membaca dan beresah gundah bersama Lalita. Terima kasih sudah membaca cerita ini❤️❤️❤️

==

“Morning, Riandry,” sapa bapakku di hari rabu pagi. Muncul dengan wajah bahagia. Ini pertemuan pertama kami setelah malam panjang di bandara. Sejak senin kemarin, dia memang pergi keluar kota. Jadwalnya dari senin sampai selasa kemarin adalah bertemu dengan beberapa manajer di kantor daerah.

Dia berlama-lama di meja Riandry, seakan tengah berusaha memengaruhi perempuan itu agar masuk ke dalam jebakannya. Aku bisa melihat senyumnya yang lebar lewat sela-sela komputerku. “Sis, semuanya salah, nggak mungkin.”

Aku ingat obrolanku dengan kak Tata malam itu, setelah melihat foto yang dipos oleh Pak Maheswara. “Masuk akal sih lo demen dia. Sangat seksi. Both of you, bakalan cocok mainan dengan tiang. In the red room. Underplay club.”

“But I ….”

“Kenapa?”

“I have some issue.”

“Tentang?”

“The tingly thing.” Aku melihat lama pada pos yang diunggah Pak Maheswara pada sosial medianya. Kalau ini terjadi beberapa minggu lalu, aku pasti akan langsung membuat tangkapan layar pada posnya kemudian berguling-guling. Merasakan perutku teremas bahagia. Rasa tersengat menyenangkan akan mengalir ke seluruh tubuhku. Tapi rasanya berbeda.

Sejak kejadian di bandara ketika dia menyentuh pucuk kepalaku atau saat melihat pos fotonya yang seksi, tengah menikmati waktu transitnya di Doha, rasa menggelitik menyenangkan itu menghilang dari tubuhku.

“Sudah nggak pengen dia?” tanyanya.

“Tapi dia bilang, dia suka gue.”

“Ah …. Karena dia bilang suka lo, lo jadi lost interesting ke dia?”

Aku mengangguk. “Apa mungkin gue mengidap anhodenia?”

“Mungkin.” Dia menoleh. Memandangiku selama beberapa saat sampai akhirnya mengucapkan kalimat yang membuatku langsung merinding ngeri. “Mungkin juga, arah naksir lo berubah. Bukan lagi ke dia, melainkan ke laki-laki lain.”

Aku menggeleng. “Nggak ada laki-laki yang lebih sempurna dari dia,” aku menunjuk pos foto di layar ponselku, “di mata gue. Jadi kemungkinan kedua lo nggak mungkin. Gue lebih yakin gue mengidap anhodenia.”

“Tapi interaksi lo sama bos lo, kelihatannya nggak sebatas hubungan kerja.”

“WHO? Those pervy guy? Lo nggak lagi gila, kan?”

“Mungkin lo terngiang-ngiang pas nari di pangkuannya.”

“Gue bisa ambil bayi kesayangan lo kalau sekali lagi lo berani nyamain gue sama dia.”

“Bayi apaan?”

Aku menunjuk pada kartu mengilat yang masih dipegangi olehnya. “Your baby.”

Perempuan itu segera memasukkan kartu kredit itu ke sakunya. “Pokoknya, lo telusuri dulu apa yang sebenarnya yang terjadi. Benar-benar anhodenia atau memang hati lo udah berpaling.”

Dan gara-gara obrolan malam itu, sekarang aku mengintip bapakku layaknya orang tolol di sini. memerhatikan dia yang tersenyum lebar pada Riandry sambil meraba dadaku apakah merasakan getaran menggelitik yang dikatakan Kak Tata. “Nggak Lalita! Nggak benar. Lo mengidap anhedonia. Semua kata Tata hanya kegilaan yang nggak perlu dipikirkan secara serius. Mari fokus bekerja.”

BOSS IN MY RED ROOMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang