9. Mask

6.7K 1K 54
                                    

Kalo kalian pengen baca bab selanjutnya, udah tayang di karyakarsa ya, sayang-sayangnya akuh🤭😚

Udah sampe bab 16 + ada hidden party pov 3 sebanyak 3 bab ya.

==

(v) cover--the face--with a mask.

(n) a covering for all or part of the face, worn as a disguise, or to amuse or terrify other people.

(n) false face, disguise

==

"Kamu punya saudara kembar? Identik?" Pak Dirga bertanya. Mengulang berita yang baru saja kusampaikan padanya dalam bentuk tanya. Sepasang matanya menatap lurus padaku.

Aku mengangguk. Telunjukku menunjuk pada ponsel pribadiku. "Bapak sudah lihat fotonya, kan? Saya dan Kak Talita."

"Kamu ...," kalimatnya menggantung. Bapakku berlama-lama melihat padaku sampai sepasang matanya memicing, "pakai photoshop buat manipulasi gambarnya, ya?"

Bagaimana mungkin pikirannya sampai ke sana? Aku bahkan tidak sempat memikirkan untuk membuat foto palsu lewat aplikasi itu. "Bapak nih lagi nyindir saya ya? Pakai aplikasi photoshop saja saya nggak bisa, gimana saya mau manipulasi foto itu."

Dia sudah mendengar jawabanku, tapi tidak langsung percaya begitu saja. "Kalau bukan photoshop, berarti kamu pakai AI, ya?"

"Pak, itu foto asli. Saya dan kakak perempuan saya." Kesabaranku hampir sampai ubun-ubun.

"Berbagai kemungkinan bisa terjadi dalam kemajuan dunia sekarang ini, Lalita."

"Tapi buat apa saya photoshop, Pak? Maksudnya, dampaknya apa buat saya sampai saya harus bekerja keras dan bohong bikin photoshop? Atau pakai aplikasi AI?"

"Well ..., mungkin kamu nggak mau dilabeli sebagai ..., stripper."

Lebih cenderung ke 'gue nggak mau lo bayangin gue sedang nari di pangkuan lo!' daripada dilabeli stripper.

Aku tidak mengatakan apa-apa. Melihatnya lurus sambil berakting kebingungan. Dia bicara setelah hening yang cukup lama. "Saya sebenarnya nggak peduli sama side job kamu. Mau kamu stripper, pornstar, atau bahkan prostitute. Saya hanya penasaran. Kepo aja."

"Pak Dirga," kataku dengan suara yang kuusahakan terdengar lemah lembut, "semisal saya memang penari di Underplay, saya nggak akan pakai nama alias semacam Lolita. Nama yang nyerempet banget ke nama saya. Saya lebih suka nickname semacam Mary kate atau Elizabeth. Kan bodoh banget milih nama Lolita, beda sehuruf doang. Menurut saya, dari pemilihan nama saja sudah nggak masuk akal."

Sebenarnya, Abel yang membuat nama Lolita untukku. Aku tidak begitu peduli kala itu. Bahkan aku tidak akan protes jika aku diberikan nama yang lebih buruk.

Bapakku kelihatan terkejut setelah mendengarkan penjelasan panjang lebarku. "Jadi, gadis yang menari di ujung ruangan Underplay itu bukan kamu, tapi kakak kembar kamu yang wajahnya identik?"

Aku mengangguk percaya diri.

Dua tangannya terlipat di dada. Aku bisa membaca kebimbangan di wajahnya. Namun kemudian dia berucap, "Nggak mungkin."

Aku sudah menyiapkan satu video yang merekam kebersamaan kami beberapa tahun lalu sebelum dia kabur meninggalkan papa dan aku. Video yang hanya ada wajah kami berdua.

"Apa ini?" tanyanya. Melihat pada ponsel yang kuulurkan kembali padanya.

"Video saya sama kakak perempuan saya. Ini di ambil beberapa tahun lalu, sebelum dia jadi penari yang secara sukarela menari di pangkuan Bapak."

BOSS IN MY RED ROOMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang