Hampir seluruh tamu memandang penuh kagum seorang gadis yang baru saja turun dari anak tangga. Melewati jajaran orang-orang yang tengah melambaikan tangan ke arahnya, sembari tersenyum hangat sebagai bentuk respon atas rasa terimakasih lantaran telah menyempatkan diri untuk datang.
Menatap sekeliling, banyak pasang mata yang membola dengan kecantikan gadis di hadapan mereka, tanpa sadar acara ulang tahun Agatha kali ini menjadi ajang cuci mata bagi para karyawan Sabara.
"Maaf, Papa tidak bisa hadir di ulang tahun kamu. Akan tetapi doa Papa selalu menyertai kamu, Agatha. Sekali lagi, terimakasih telah bertahan selama dua puluh tahun."
Proyektor yang menampilkan sosok sang papa di layar refleks membuat Agatha hampir menjatuhkan air matanya. Ingin hati bersenang-senang dengan teman-teman, namun untaian kata yang disampaikan Sabara membuat ulu hatinya nyeri. Sakit, karena pria itu tahu bagaimana selama ini sang anak telah kuat melewati berbagai masalah yang seharusnya tak dipikul oleh anak seusianya.
Menyadari hal tersebut, Ochie segera ambil kendali. Ikut naik ke atas panggung guna menyuruh Agatha meniup lilin di hadapannya. Memberi isyarat kepada penata musik, tanpa memperhatikan bila si pemilik acara masih celingukan seakan mencari seseorang.
"Sebentar, nunggu Dirga dulu," kata Agatha, cukup keras karena musik telah diputar dengan volume tinggi.
Ochie menggeleng pelan, seolah tengah memberitahu Agatha bahwa dirinya sama sekali tidak mendengar apapun kecuali alunan musik pengiring.
Terpaksa, Agatha meniup lilin di hadapannya tanpa membawa Dirga naik ke atas panggung. Ia pikir cowok itu akan standby di depan, menyaksikan kekasihnya yang tengah dirundung perasaan gembira tanpa berpikir bahwa malam ini akan terasa sunyi bila Agatha tak menemukan batang hidung Dirga di barisan para tamu.
Sore tadi keduanya memang telah bertemu. Sempat bersua dalam beberapa menit, namun Dirga memilih untuk segera beranjak. Alasannya cukup klasik, mengantar sang adik ke tempat les balet.
Agatha dan juga Dirga telah menjalin hubungan asmara selama kurang-lebih dari dua tahun. Tak mungkin Agatha melupakan bahwa di hari Jumat, Savea tidak ada les ataupun pelajaran tambahan di sekolah.
"Congrats ya, Tha. Udah memasuki kepala dua, harus semakin dewasa, dong." Sisca berseru begitu semangat kala berlari kecil ketika Agatha turun dari panggung.
Begitupun dengan Faiz, cowok itu juga memberikan doa-doa terbaik untuk Agatha.
"Dirga nggak sama lo, Iz?"
Faiz mengernyitkan keningnya, mengingat kembali perihal pesan singkat yang ia kirim kepada Dirga, hingga kini belum ada jawaban. Padahal pertanyaan Faiz hanya seputar ulang tahun Agatha, bukan hal lain hingga membuat Dirga mengesampingkan pesan tersebut.
Cowok itu menggeleng. "Gue tadi berangkat sama Sisca. Lagian setelah masuk kuliah, kita jarang ketemu, Tha. Dirga sering sibuk."
Faiz dan juga Sisca---teman semasa SMA, yang kini memilih kuliah di luar kota. Tidak mau stuck di tempat walau sempat diajak Dirga untuk mendaftar di satu kampus yang sama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Come on, Ga!
Teen Fiction"Hal bodoh yang terulang kembali, berharap mendapat validasi bahwa kamu pencium yang handal?" Sedari dulu penyakitnya masih sama. Belum sembuh atas keberanian serta remehan orang-orang yang membuat emosinya sering meradang. Melakukan berbagai cara...