9 | Secret

3.1K 282 9
                                    

Jangan lupa vote & komen ..

***

Bab 9 : Secret

***

Kara memilih mengasingkan diri di halaman belakang rumah Pak Danar yang langsung mengarah pada perkebunan singkong. Wanita itu tidak terlalu menyukai perkumpulan bersama orang-orang asing.

Di dalam terlalu berisik, sementara Kara sedang membutuhkan kedamaian.

Berdiri dengan sebelah tangan berada dibalik saku celana, wanita itu tampak menikmati pemandangan asri dihadapannya sambil menghisap sebatang rokok.

Rasanya sudah lama sekali, dia tidak berada disebuah pedesaan yang membawa hawa menyejukkan seperti ini. Selama beberapa tahun terakhir, dia terlalu sibuk mengurus pekerjaan sebagai publik figur. Kalau pun pergi ke luar negeri, pasti tidak jauh-jauh dari pekerjaan. Intinya, dia begitu sibuk sampai tidak bisa menikmati liburan dengan tenang.

Baru kali ini, ia merasa hidup sebagai manusia normal. Yang tidak dikejar waktu untuk menyelesaikan seluruh pekerjaannya.

Ah, ternyata menjadi pengangguran cukup menyenangkan.

Ya, hanya cukup. Karena sekarang dia hanya memegang uang yang jumlahnya bahkan kurang dari lima juta.

Pengangguran tanpa memiliki banyak uang adalah awal dari kesengsaraan.

"Kenapa Kak Kara nggak gabung sama yang lainnya di dalam?"

Kara menurunkan putung rokok dari balik mulutnya begitu menyadari kedatangan adik iparnya yang baru dikenalnya beberapa waktu lalu.

"Aku nggak suka berkumpul dengan orang asing," ia menjawab sekenanya dan kembali memperhatikan kebun singkong yang katanya ditanam sendiri oleh Bu Rumi.

"Memangnya rokok enak ya, Kak?"

Kara tersenyum tipis mendengar pertanyaan Salwa. Adik perempuan Arga yang baru berusia 22 tahun.

"Enak, bagi yang suka." Wanita itu menjawab sekenanya lalu kembali menyesap rokok di tangan.

"Jangan keseringan merokok, Kak. Nggak baik buat paru-paru."

Mendengar nasihat adik iparnya, Kara pun terkekeh geli yang seketika mencipta kebingungan di wajah lugu gadis berhijab cokelat susu di sampingnya.

"Memangnya kakak sama adik kamu nggak pernah ngerokok ya, Sal?"

"Enggak, Kak. Mas Arga sama Harsa anti rokok. Begitu juga dengan Bapak,"

Kara manggut-manggut mengerti lalu membuang puntung rokok ke tanah dan menginjak-injaknya sebentar.

"Anggap saja rokok ini obat buat aku, Sal. Dengan merokok, aku merasa lebih tenang dan damai." Ia memberi senyuman lembut pada adik ipar yang beberapa waktu lalu menyambut kedatangannya dengan sirat bahagia.

"Oh iya, katanya kamu udah kerja, 'kan? Kerja dimana?"

"Di Karen'z Butik, Kak. Baru empat bulan kerja disana."

Kara manggut-manggut mengerti.

"Berarti habis lulus kuliah langsung kerja ya?"

"Iya Kak. Maunya Ibu sih, aku langsung buka usaha jahit sendiri. Tapi aku tahu, usaha tanpa pengalaman nggak bakalan mudah. Makanya aku memilih kerja ke orang lain dulu."

"Pilihan kamu tepat," Kara berujar tegas. "Anggap saja kuliah itu tempat kita mempelajari teori, sementara lapangan kerja adalah tempat praktek sesungguhnya. Setelah menguasai keduanya, barulah kamu bisa menggunakan ilmunya untuk membuka usaha sendiri."

Mengejar AsaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang