4 | The Game

3.3K 282 9
                                    

Cerita ini santai kok, tenang. Jangan lupa vote & komen ..

***

Bab 4 : The Game

***

Angin yang berhembus kencang, tak selamanya pertanda hujan akan turun. Ada kalanya angin hanya ingin memamerkan sapuan indahnya supaya mereka yang tengah gundah, tak merasakan kesendirian dalam resah.

Sama halnya yang tengah dilakukan oleh sosok wanita yang sedang duduk sendirian di balkon kamar. Wanita cantik dalam balutan kebaya putih itu sedang memejamkan mata sembari menikmati semilir angin yang menerpa kulit wajahnya. Sementara kedua tangannya memeluk erat kaki yang turut naik ke atas kursi.

Suara berisik yang berasal dari halaman rumah, kemudian menarik perhatian sosok cantik itu yang segera membuka mata hanya untuk menyaksikan langkah orang-orang yang terlihat sibuk mengurus pengusiran dirinya secara halus.

Ya, sebentar lagi dia akan diusir dari rumah ini. Dia tidak akan bisa kembali, sebab sebentar lagi status hidupnya akan berubah menjadi istri dari orang asing.

"Ck! Hidup sialan." Makinya pelan sembari mengusap air mata yang keluar tanpa diminta.

Tatapan sendu wanita itu kemudian menyorot keberadaan sang ayah yang sedang tertawa bahagia menyambut kedatangan seorang pria dalam balutan kemeja berwarna putih dan juga peci dengan warna senada.

Andai malam itu dia tidak nekat menemui Hiro, maka hari ini tidak akan pernah terjadi.

Mungkin saat ini dia dan Hiro sedang berjuang bersama untuk memperoleh restu dari ayahnya. Bukan justru membuat akhir yang tragis untuk kisah cinta mereka berdua.

Hanya dalam hitungan menit, dia akan resmi menjadi istri dari orang asing. Yang menandakan bahwa kesempatan mereka tuk bersama semakin menipis.

"Ih Kak, kenapa malah duduk disitu? Bahaya kalau kesambet setan loh,"

Kara menolehkan kepala ke belakang hanya untuk mengeluarkan decakan ketika melihat Chiara mendatanginya dengan cengiran lebar.

"Ayo buruan turun Kak, udah ditungguin calon suami tuh."

Kara memutar bola mata menanggapi ocehan adik perempuannya.

"Sebelas dua belas kok sama Refal Hady. Cuma bedanya nggak ada kumis sama jenggot doang." Lapor Chiara yang langsung kena toyoran. Namun gadis itu tidak memprotes tindakan kakaknya barusan.

"Kayaknya lo orang paling bahagia liat gue diusir dari rumah, ya?!" Omel Kara sambil berkacak pinggang.

"Bilangin ke Bokap lo deh, Chi. Minimal nyariin gue jodoh tuh yang sesultan Raffi Ahmad. Bukan malah anak sopir pribadi."

Bukan maksud Kara merendahkan keluarga sopir pribadi sang ayah. Hanya saja pilihan ayahnya cukup keterlaluan.

Dari sekian banyak kenalan yang ayahnya miliki, mengapa harus anak sopir pribadi mereka yang menjadi pilihan?

"Bokap Kak Kara juga kali," Chiara menimpali sambil cekikikan. "Lagian ya Kak, kaya itu nggak menjamin kebahagiaan. Apalagi mantan Kak Kara tuh. Udah hidupnya enak, duit ngalir banyak, terkenal iya, ganteng iya, eh kurang bersyukur. Kunci hidup bahagia itu ada di rasa syukur, Kak. Yang kurang bakal jadi pas. Yang lebih bisa buat shodaqoh biar dapet pahala yang bermanfaat di akhirat nanti."

Kara kembali memutar bola mata mendengar ceramah adik perempuannya.

"Kayaknya lo cocok jadi anaknya Mama Dedeh, Chi. Saran gue sih lo mending pindah kk." Ujarnya sinis yang disambut gelak tawa oleh Chiara.

Mengejar AsaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang