Usai salat isya, Angel pun sejenak, merebahkan tubuhnya di samping Flaya yang sedang mendengarkan surat An-Nissa dari handphone-nya. Ketika dia menoleh beberapa saat kemudian, didapatinya Flaya telah terlelap. Angel mengambil handphone tersebut untuk mematikannya, lantas dia berjalan menuju meja belajar untuk menata buku pelajaran besok.
Namun, belum selesai menata, Angel mendengar suara ribut Arka dan Wanti di ruang tengah. Akhirnya, Angel pun memutuskan untuk melihat, tetapi sebelum itu, Angel menghidupkan lantunan surat An-Nissa itu kembali agar Flaya tidak terbangun.
Angel pun keluar kamar menggunakan wolkernya. Sesampai di ruang tengah, dia terkejut mendengar perkataan mamanya perihal sang papa mengulangi kesalahannya lagi dengan perempuan yang sama.
Sontak perdebatan tersebut membuat rasa sakit di hatinya datang kembali. Padahal Angel lagi berusaha pelan-pelan untuk memaafkan kesalahan itu. Tidak ada yang bisa Angel lakukan selain hanya bisa berdiri dengan wolkernya dan memandang kejadian tersebut. Angel pun bisa membantu mamanya berdebat dengan sang papa. Namun, dia urungkan. Angel takut kedatangannya membuat suasana semakin ruyam.
Cukup lama Angel berdiri tak jauh dari mereka. Namunm, akhirnya Angel tidak tega melihat mamanya terus dipojokan. Angel pun berjalan mendekat lalu menatap mata papanya dengan lekat. Posisi beliau tepat berdiri di depan Angel.
‘’Pa, Mama sangat mencintai Papa. Apa, sih, kurangnya Mama dibanding perempuan itu? Oh, aku tahu sekarang. Papa yang selama ini aku banggakan bahkan sangat aku hormati tidak beda jauh dengan seorang pengecut yang nggak mau mengakui kesalahannya dan menyalahkan orang lain untuk menutupi kesalahan itu. Pa, kapan Papa minta maaf sama Mama?’’ bentak Angel. Dia pun sudah muak dengan sifat papanya.
Arka yang mendengar ucapan Angel, dia pun geram.
Plak!
Angel pun ditampar pipi kanannya. Wanti yang melihat kejadian itu hanya bisa terkejut dan menutup mulut. Meski Wanti bisa membela Angel, dia yakin anaknya tersebut cerdas hingga dapat mengatasi semuanya. Jujur, hati Wanti hancur ketika Angel diperlakukan seperti itu oleh Arka. Dia pun cuma dapat menangis untuk melampiaskan kehancuran hatinya.
Di sisi lain, Angel yang mendapat tamparan tersebut langsung meraba pipinya, seraya mengelap air bening yang keluar dari mata. Jangan tanya rasanya bagaimana? Perih, jelas. Namun, itu tidak seberapa daripada rasa perih di hati Angel.
‘’Kamu tahu apa, hah? Dari dulu menyusahkan saja!’’ kata Arka.
‘’Papa bilang, tahu apa? Angel tahu tentang itu. Angel benci sama Papa. Namun, rasa cinta Angel lebih besar daripada itu semua. Papa cinta tidak, sih, sama Angel?’’ tanya Angel. Kini runtuh sudah pertahanan yang dia bangun sebegitu kokohnya. Akhirnya, Angel menangis bersimpuh seraya menundukkan kepala di depan Arka yang masih berdiri.’’Mama, Flaya, dan Angel salah apa, Pa? Angel ingin dekat sama Papa, tetapi Angel takut---takut menyakiti Papa! Namun, dalam ketakutan tersebut, mengapa Papa yang menyakiti Angel terlalu dalam?’’
Ucapan Angel membuat Arka semakin emosi. Dia langsung jongkok, lantas mengangkat dagu Angel agar menatap wajahnya.
Angel yang menatap manik hitam papanya tidak melihat rasa bersalah di dalam sana. Adanya rasa menyalahkan. Pantas seumur hidup Angel dia tidak pernah mendengar kata maaf dari mulut Arka tatkala dia sedang bertengkar dengan Wanti.
‘’Jadi orang jangan cengeng, aku nggak pernah ngajarin kamu seperti itu,’’ ucap Arka, masih dengan posisi yang sama.
Mendengar perkataan Arka---meski air itu masih deras mengalir dari matanya--- Angel tersenyum sinis, lantas dia melepas tangan Arka dari dagunya.
‘’Papa ngajarin apa ke Angel? Papa nggak pernah ngajarin apa-apa ke Angel selain rasa sakit dan pengkhianatan yang Papa ulangi terus!’’ jawab Angel.
‘’Cukup, Angel!’’ bentak Arka, dia merasa dipojokan oleh anaknya sendiri.
‘’Yang cukup itu Papa, bukan Angel!’’ kata Angel, membentak Arka balik.
Bentakan Angel membuat papanya berdiri kembali lalu dia beranjak pergi. Memang seperti itu sifat Arka. Dia selalu melarikan diri dari masalah, tanpa ada rasa bersalah sedikit pun. Untung Angel dibentengi oleh Wanti. Dia mendidik Angel untuk selalu menjadi orang yang bertanggung jawab.
Setelah papanya pergi, Wanti pun menghampiri Angel dan memeluknya erat.
‘’Maafkan Mama, ya, Ngel. Kita, saat Papa di Surabaya, ke rumah Kak Hans dulu, ya,’’ ucap Wanti, masih terisak.
Mendengar permintaan Wanti, Angel pun melepas pelukan mamanya lalu dia berdiri dengan wolker dan Angel pergi.
*****
Selesai belajar dan menata buku-buku besok di dalam kamarnya setelah pertengkaran tadi, Angel pun berbaring di samping Flaya. Angel menatap langit-langit kamar tersebut lalu dia meraba pipi kanannya yang masih merah.
‘’Hidup Angel seperti nggak ada artinya bagi Papa,’’ ucap Angel lalu dia mengambil handphone-nya. Ditatapnya layar depan, kemudian mematikannya kembali. Angel meletakkan di atas meja lampu, kemudian dia menarik selimut dan memeluk Flaya dari belakang.
‘’Flaya, maafin Kak Angel, ya. Boleh, ya, Kak Angel memelukmu agar Kak Angel kuat menjalani hidup ini?’’ tanya Angel, mencium kepala Flaya lalu dia memejamkan matanya, berharap malam ini dirinya dan Flaya dapat bermimpi indah.
*****
KAMU SEDANG MEMBACA
Not The Wrong
General Fiction"Oh, jadi kamu minta tolong sama Brama juga? Dasar cewek sana-sini mau," ejek Ake sesekali tertawa. "Terus, mau adegan romantis lagi seperti di drama-drama Korea. Ya, mana bisa? Brama tadi sebenarnya jijik dengan adegan itu. Iya 'kan, Bram?" tanya N...