Sementara itu, Wanti sedang berbicara serius dengan Arka di ruang tamu. Mereka duduk berhadapan sekarang. Arka pun sesekali menghela napas sebelum berbicara dengan Wanti.
“Kamu nggak pulang, Wan?” tanya Arka.
“Berikan alasannya untuk aku pulang, Mas?” tanya Wanti.
“Anak-anak atau aku?” tanya Arka.
Mendengar hal itu, Wanti menghela napas berat lalu menatap Arka lekat.
“Kamu sadar apa yang kamu lakukan kepadaku, Mas?” tanya Wanti lagi.
“Sadar dan aku tidak akan mengulanginya lagi,” jawab Arka.
Deg!
Jawaban Arka membuat Wanti terkejut. Pasalnya, Arka meminta maaf pun tidak apalagi mengakui kesalahannya. Mengetahui Wanti terdiam, Arka mengambil tangan kanan Wanti untuk digenggamnya.
“Kembali, ya, temani aku lagi?” pinta Arka. “Katamu jika kamu bisa punya anak lagi selain Angel. Aku cinta sama kamu.”
Arka pun memohon akan hal itu, sedangkan Wanti hanya menghela napas meresponsnya. Dia kasihan dengan Arka. Arka butuh dirinya, mungkin dia akan berubah jika Wanti beri kesempatan sekali lagi.
“Baiklah, aku pulang. Namun, nggak sekarang aku masih ingin di sini sama anak-anak,” kata Wanti.
Respons Wanti membuat Arka tersenyum, kemudian melepas genggamannya.
“Nggak sekarang saja?” sanggah Arka.
“Jangan paksa aku, Mas. Atau aku nggak mau pulang,” jawab Wanti.
“Oke. Terima kasih,” kata Arka.“Jangan berterima kasih kepadaku, Mas. Ini bukan buat kamu. Namun, demi anak-anak. Aku akan menjalani kewajibanku sebagai istri jadi jangan salahkan aku bila nanti aku banyak berubah,” ucap Wanti.
Ungkapan Wanti hanya disahut Arka dengan anggukan lalu dia pun pamit pulang tanpa ingin bertemu Flaya dan Angel.
Di ujung sana Angel telah menitihkan air mata melihat adegan tadi. Dia berdiri dengan wolker. Orang tuanya memilih bertahan walau sudah tidak ada rasa. Kentara sekali tatapan Wanti dan Arka sudah hambar. Via pun yang baru saja berdiri di samping kakaknya memeluk Angel dengan erat.
“Yang sabar, ya, Kak. Ini keputusan Tante,” ucap Via. “Kita nggak bisa apa-apa, Kak.”
“Cinta apa sesakit ini, Via?” tanya Angel.
“Aku butuh, Kak Hans. Ayo, antarkan aku ke kantor Kak Hans!”Tanpa menunggu jawaban Via, Angel telah mendahuluinya. Dia meninggalkan Via dengan berjalan menggunakan wolkernya. Via pun paham. Dia langsung mengambil handphone lalu memesan taksi untuk mengantarkan Angel.
*****
Setibanya di kantor Hans, Angel dan Via menunggunya di ruang tamu. Hans pun sedang meeting waktu itu. Beberapa menit kemudian, Hans datang. Belum sempat Hans duduk Angel telah menyingkirkan wolkernya. Langsung saja mengambrukkan badan di dada Hans dan memeluknya erat seraya menangis. Tingkah Angel membuat Hans bingung, tetapi dia tetap tenang.
“Hai. Ada apa, Sayang?” tanya Hans membals pelukan itu sesekali mengelus rambut Angel.
Tak ada jawaban dari Angel. Dia hanya merespons dengan menangis. Hans beralih menatap Via yang sedang memainkan handphone. Sadar ditatap Hans, Via mendongak.
“Ada apa, Kak?” tanya Via setelah meletakkan handphone-nya di samping.
“Kakakmu kenapa, Vi?” tanya Hans.
“Biarlah dia menangis dulu, Kak. Nanti pasti Kak Angel cerita. Tadi Padhe Arka datang bicara dengan Budhe Wanti. Namun, hasilnya membuat Kak Angel seperti itu,” jawab Via.
KAMU SEDANG MEMBACA
Not The Wrong
General Fiction"Oh, jadi kamu minta tolong sama Brama juga? Dasar cewek sana-sini mau," ejek Ake sesekali tertawa. "Terus, mau adegan romantis lagi seperti di drama-drama Korea. Ya, mana bisa? Brama tadi sebenarnya jijik dengan adegan itu. Iya 'kan, Bram?" tanya N...