N!TW---4: Hanya Saja

53 9 4
                                    

‘’Sebenarnya kamu tahu sih, Kris, apa jawabannya. Kenapa bertanya?’’ tanya Angel, sesekali mengelus punggung tangan Krisna yang digenggamnya.

Mendengar jawaban Angel, Krisna tertawa kecil.

‘’Iya aku sudah tahu jawabannya. Memastikan saja, sih, untuk menjaga hati dan perasaan masing-masing. Aku pun tahu, Ngel, sifatmu. Misal iya, kamu akan tetap iya, begitu pula sebaliknya. Jika itu tidak, kamu akan tetap tidak, kecuali hati kamu iya. Namun, ada sesuatu yang fatal bila kamu memberikan itu. Kamu akan berkata tidak. Lantas apakah itu akan kamu berikan kepada Brama, Ngel?’’ tanya Krisna.

Pertanyaan Krisna membuat Angel terkejut, tiba-tiba jantungnya berdetak kembali ketika nama itu disebut. Brama Ar-Bara, Angel memberikannya julukan Manik Hitam. Dia cowok populer di sekolah yang berhasil membuat dia jatuh cinta kedua kali setelah cinta pertamanya Danu, yang mana harus dia lepaskan karena ada cinta yang lebih besar dari cinta itu sendiri yaitu; keluarga.

Tak bisa dipungkiri Angel memang mencintai Brama, walaupun dia ragu untuk mengakui sejak mata hitam tersebut memandangnya dari barisan upacara MOS SMP kala itu. Jika boleh jujur, rasa cinta Angel dengan Brama lebih besar daripada ke Danu yang telah usai dalam hatinya dengan tanda kalung liontin huruf ‘’A’’ tersebut kembali lagi kepadanya. Namun, saat cinta itu ada di hati, logika Angel berperang dengan perasaannya sehingga menimbulkan rasa sakit yang luar biasa.

Akhirnya, Angel merespons dengan tersenyum tipis dan memandang wajah Krisna. Sahabatnya itu pun tahu, bila yang Angel cintai adalah Brama bukan Danu lagi. Walau bibir Angel masih mengatakan Danu untuk menutupinya, tetapi sorot mata Angel menandakan kejujuran.

‘’Semua akan percuma, Kris, jika aku katakan. Aku akan menunggunya sampai dia selesai dengan Ake. Meskipun aku juga tahu dia sudah putus dengan Nadinia. Bukannya, kamu bersaing dengan Brama untuk mendapatkan hatinya Ake?’’ tanya Angel untuk meledek Krisna.

“Memang benar, sih, mencintai orang yang belum selesi dengan masa lalunya itu delima dan benar juga aku lagi bersaing dengan Brama, tetapi satu yang harus kamu tahu, Ngel,’’ ucap Krisna lalu melepas tangannya dari genggaman Angel dan memakan ciloknya lagi.

‘’Aku akan menunggu, Kris. Tidak apa jika aku hanya ditanyai tanpa dibalas nanti, setidaknya dia tahu itu saja. Apa, Kris, satu hal itu?’’ tanya Angel. Dia juga memakan ciloknya.

Sebelum menjawab pertanyaan Angel, Krisna menelan ciloknya yang telah dia kunyah.

‘’Bila aku memang benar-benar mencintai Ake dan dia tidak bahagia aku cintai. Aku akan melepasnya, Ngel. Biar dia bahagia,’’ jawab Krisna lalu dia beralih meminum es lemonnya.

Entah mengapa, perkataan Krisna membuat Angel berpikir lagi dengan perasaannya kepada Brama.

‘’Begitu, ya?’’ tanya Angel.

‘’Iya. Oh, ya, Ngel. Kamu kapan pindah ke rumahmu yang dulu?’’ tanya Krisna.

Angel pun lalu teringat jika dia dan keluarga saat ini di rumah budhenya. Sengaja Wanti meminta Arka untuk tukaran rumah dengan Isari---kakak kandung Arka---agar orang tuanya sekaligus mertua dari Wanti satu rumah dengan Isari karena masalah keluarga yang ada.

‘’Mungkin seminggu lagi setelah Papa pulang dari Surabaya, tapi nggak tahulah. Malas aku membahas itu, belum lagi setiap hari lihat Papa dan Mama berantem. Kasihan Flaya. Adik aku masih umur tujuh tahun, Kris,’’ kata Angel bercerita dengan Krisna, kemudian meletakkan wadah cilok yang telah habis isinya di samping dia duduk. Begitu pula Krisna, dia juga melakukan hal sama.

Perkataan Angel membuat Krisna meraih tangan kanannya, dia tersenyum menatap sahabatnya tersebut.

‘’Jangan takut, Angel. Flaya akan baik-baik saja,’’ ucap Krisna menenangkan Angel.

‘’Kris, saat Mama hamil Flaya, aku marah,’’ kata Angel.

‘’Kenapa marah? Flaya nanti akan menjadi temanmu,’’ jawab Krisna.

‘’Aku tahu, Kris, aku marah. Karena aku nggak mau Flaya menjadi sepertiku. Toh, Papa waktu itu nggak suka Mama hamil,’’ cerita Angel tentang adiknya.

Krisna yang mendengarkan cerita Angel, hanya menghela napas. Keadaan keluarga Krisna juga memang tidak sebaik yang orang lihat. Namun, setidaknya tidak serumit keluarganya Angel. Krisna pun bersyukur, Angel tidak mudah percaya dengan orang lain dan berani bercerita kepada orang yang tepat, yaitu sahabatnya sendiri.

‘’Sudahlah, Ngel. Aku pusing kalau dengar ceritamu. Di posisimu memang nggak mudah, tetapi aku yakin kamu akan menjadi kakak yang baik buat Flaya,’’ kata Krisna.

Tangan Angel melepaskan diri dari genggaman Krisna sesudah mendengar jawaban itu. Respons tersebut membuat Krisna terheran dengan tingkah Angel yang menundukkan kepala. Namun, Krisna paham dia memberi ruang untuk itu.

‘’Bisa, nggak, ya, Kris?’’ tanya Angel, akhirnya memandang wajah Krisna lagi.

‘’Bisa, kok. Yakin, deh. Pulang, yuk! Udah mau magrib ini,’’ ajak Krisna.

‘’Ayo! Makasih, ya, sudah mau dengar ocehanku yang nggak jelas ini,’’ jawab Angel.

‘’Sama-sama. Terkadang orang cerita itu tidak butuh solusi, kok, dia hanya butuh didengar saja. Oh, ya. Wolkermu tidak diambil dulu di rumah Ray?’’ tanya Krisna.

‘’Nggak, kok. Mama memang sediakan di sana. Di rumah juga ada. Mama alasanku untuk bertahan hidup, Kris. Beliau yang selalu mengerti aku, meski aku pernah ingin bunuh diriku tiga kali,’’ ucap Angel.

‘’Iya. Sekarang kamu masih diberi hidup. Lakukan apa yang baik selagi kamu mampu, ya. Jangan ulangi lagi,’’ kata Krisna, menghapus air yang tiba-tiba jatuh dari mata Angel ke pipinya.

Saat tangan Krisna masih menghapus air mata Angel, dia pun menghentikan tangan tersebut ketika sampai di pipinya.

‘’Kenapa kamu ingin jadi sahabatku, Kris?’’ tanya Angel sesudah dia melepas tangan Krisna.

Ucapan Angel membuat Krisna tersenyum lalu dia memandang langit yang sudah berwarna jingga tersebut.

‘’Pertama aku bertemu kamu. Aku menatap mata kamu, Ngel, kemudian aku mengamatimu dari jauh lalu ketika Ray datang. Aku cari info tentangmu dari Ray,’’ ucap Krisna.

‘’Lalu?’’ tanya Angel.

‘’Ternyata kamu susah banget didekati dan setelah aku bisa dipercaya sama kamu, aku belajar tentang banyak hal. Salah satunya belajar ketulusan tanpa ada rasa penasaran di belakangnya,” jawab Krisna.

“Terus, kamu kasihan sama aku?” tanya Angel lagi.

“Ngel, jika kamu bertanya itu ke aku. Jawabannya, bukan karena kasihan, kok, tetapi aku sayang sama kamu,’’ kata Krisna sembari menoleh ke Angel. Tatapan Krisna lembut ada ketulusan di sana.

Tatapan Krisna malah membuat Angel tertawa dan menemplokkan telapak tangan kanannya ke wajah Krisna. Perlakuan Angel membuat Krisna tertawa pula lalu membalas Angel dengan mengacak rambutnya.

‘’Nggak cocok, kamu serius, Kris,’’ ledek Angel sembari merapikan rambutnya.

‘’Sesekali, serius, deh. Masa bercanda mulu? Kita langsung pulang atau salat dulu?’’ tawar Krisna karena azan magrib sudah terdengar.

‘’Salat dulu saja, Kris,’’ jawab Angel.

‘’Oke, aku minta tolong mbaknya yang jaga warung dulu, ya, untuk membantu kamu salat. Masjidnya juga dekat, tuh, sekalian pinjam mukena.’’ Setelah berkata demikian, Krisna pergi dengan membawa wadah cilok dan bekas minumannya untuk dibuang begitu pula miliknya Angel.

Selesai salat magrib dan mengucapkan terima kasih kepada mbak penjaga warung yang membantu Angel hingga menaikkannya ke atas motor, lantas mereka pun benar-benar pulang.

*****

Not The WrongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang