N!TW---35: Memahami Diri

18 5 0
                                    

Pertanyaan Angel membuat Salsa menghela napas berat lalu dia memandang keponakannya itu dengan lembut.

“Pandang dua sisi, Ngel. Orang tuamu saja memilih bertahan. Toh, kamu atur posisi saja jalani dirimu sebagai anak. Sudah, jangan hiraukan urusan mereka,” kata Salsa.

Pendapat Salsa membuat Angel tertawa, kemudian dia membalas tatapan sang kakak.

“Nggak semudah itu, Mbak. Aku pun memposisikan sebagai anak. Namun, apa yang terjadi? Aku juga yang salah,” sanggah Angel.

“Iya. Namun, kalau kamu nggak gitu. Kamu bakal stress lama-lama,” kata Salsa.

“Bakalan sia-sia nanti, Mbak,” balasnya. Angel pun mengusap wajah kasar.

Salsa merespons Angel dengan mendekap tubuhnya, kemudian dia menghela napas.

“Aku nggak tahu mengapa kamu hidup di posisi ini, Ngel. Sangat rumit, tetapi percayalah kamu akan dapat hadiah dari ini semua. Sebut saja hal ini memahami diri. Kamu bisa, Ngel,” ucap Salsa masih dengan posisi yang sama.

“Oke, Mbak. Akan aku lakukan,” jawab Angel selesai mengusap wajahnya.

“Iya. Kamu belum salat asar ‘kan? Sana gih! Asar, keburu habis waktunya,” perintah Salsa lalu beranjak dari kasur Angel.

Setelah Salsa pergi. Angel menuju toilet untuk mengambil wudu lalu melaksanakan salat asar.

*****

Akhirnya, malam pun tiba. Setelah salat isya, mengerjakan tugas online dari SMA Rimbun Jaya, belajar, dan menata buku buat besok. Angel beranjak tidur, tetapi tiba-tiba handphone-nya berdering video call Whatsapp dari Brama. Awalnya, Angel tak ingin mengangkat. Namun, karena sang empunya nomor terus-terusan melakukan mem-video call. Dia mengalah lalu mengangkatnya.

“Ada apa, Bram?” sahut Angel setelah wajah Brama muncul di layar handphone.

Respons Angel membuat Brama tertawa di ujung sana. Jujur, suara tawa Brama yang renyah membuat jantung Angel berdegup. Namun, dia tetap berusaha tenang.

“To the point amat. Apa kabar? Nggak cepet tidur ‘kan?” kata Brama setelah tawanya mereda.

“Baik. Belum, sih. Kenapa, Bram?” tanya Angel.

“Nggak apa. Mau ngobrol saja. Eh, bunganya dibawa ke situ, ya? Cantik ternyata di tempatkan dalam gelas kaca,” ucap Brama ketika dia melihat bunga pemberiannya di atas meja lampu Angel dalam gelas kaca.

Angel menepuk jidat karena dia malu, ketahuan jika bunga itu Angel pajang di kamarnya.

“Maaf, aku pajang. Memang bener, sih, cantik,” kata Angel.

“Nggak usah minta maaf-lah. Memang cantik, kok, sepertimu. Cepat pulang, gih! Nanti aku beri lagi. Kalau perlu sekalian pohonya,” jawab Brama lalu dia tertawa lagi.

“Iya, Bram.”

“Gimana? Sudah kamu kerjakan ‘kan, tugas online-nya?” balas Brama.

“Sudah. Aku tidur dulu, ya, Bram. Besok aku sekolah,” pinta Angel.

“Kamu sekolah?”

“Iya, Bram.”

“Itu otak kamu beri makan apa? Encer banget nggak pusing, online dan offline?” takjub Brama. “Reakingku selalu di bawah kamu, lho. Namun, kenaikan kelas nanti aku harus reaking satu. Kamu aku geser.”

Perkataan Brama membuat Angel tersenyum.

“Hahaha, nasi, Bram. Oke. Ayo kita bersaing! Secara sehat tapi,” ajak Angel.

“Oke. Siapa takut kita saingan, ya,” balas Brama.

“Baik. Deal, ya. Malam, Bram, aku tidur dahulu,” pamit Angel.

Setelah video call dari Brama dia tutup Angel tersenyum memandang layar handphone-nya yang sudah kembali hitam itu.

“Sejak aku tahu. Aku mencintaimu, Bram, kamu adalah saingan terberatku dalam prestasi karena aku menggunakan rasa cintaku untuk memotivasi hal itu. Walaupun kamu nggak tahu, Bram. Sengaja, agar cintaku tidak membuat hati ini sakit,” gumam Angel sendiri. Usai berkata demikian, Angel menaruh handphone tersebut di atas meja lalu dia tidur untuk menyambut hari esok kembali.

*****

Not The WrongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang