Bagian 12

233 25 0
                                    

Zayyan merasa terhimpit oleh hampa yang mengendap di setiap sudut keheningan malam. Pikirannya terombang - ambing di antara kerinduan akan kehangatan yang tak kunjung datang dan kesedihan dalam kesendirian yang menyergap.

Sesaat, pikiran-pikirannya terperangkap dalam kegelapan, memunculkan seruan untuk mengakhiri semuanya. Matanya melirik ke bawah, menatap hamparan tanah yang jauh di bawah, dan pikiran tak wajar itu pun mengintainya.

Tiba-tiba

"Ckrek"

Pintu terbuka, memecah sunyi kesepian yang dirasakannya. Mama datang membawa sebuah mangkuk buah.

Zayyan kaget dengan cepat berbalik, menemui pandangan tak terduga dari ibunya.

"Ayyii,,,
Nak,,,
jangan bergerak.
Tunggu sebentar, ya.
Mama kesana."

Ucap mama perlahan, sambil hati-hati mendekati Zayyan yang terlihat sangat linglung, dengan tatapan sedih yang menyelimuti wajahnya.

Semakin mendekat, mamanya meraih lengan Zayyan, memeluknya erat. Air mata mama terasa menetes ketika dia berbicara.

"Ayyii, apa yang terjadi?
Kamu hanya bermain-main, kan?"

"Mama,,,
Ayyi takut sendirian.
Mama pergi ke mana?
Ayyi... Ayyi takut"
Ucap Zayyan dengan nada merengek, diiringi dengan sedikit tangisan.

Zayyan mencoba menjelaskan rasa takutnya, merasa terperangkap dalam kesendirian yang menakutkan dan melampiaskan emosinya kepada ibunya. Ia menginginkan kehadiran dan kenyamanan mamanya, yang selama ini merupakan pelindungnya dari ketakutan yang menyeramkan.

Zayyan menatap ibunya dengan mata penuh perasaan campur aduk. Air mata hampir saja jatuh dari matanya, tetapi dia berusaha keras menahannya.

Ia merasa begitu lelah, begitu lelah dengan pengalaman di sekolah tadi, namun pada saat yang sama, ia tidak ingin memberikan beban lebih kepada ibunya.

Mama berusaha menenangkan Zayyan dengan penuh kelembutan sebelum memimpinnya ke tempat tidur.

"Mulai saat ini, Mama tidak akan meninggalkan kamu sendirian lagi, sayang. Mama sangat menyayangi Ayyi," Mama mencoba meyakinkan Zayyan dengan suara lembut.

"Mama benar-benar akan melakukannya?" tanya Zayyan, mencari kepastian.

Dengan anggukan kecil, Mama menjawab, "Iya, sayang. Sekarang kamu harus mandi ya, sudah bau." berusaha mencairkan suasana dengan menggoda Zayyan.

Zayyan segera mandi dan kemudian berbaring untuk tidur, merasa kelelahan yang begitu mendalam. Sementara itu, Mama yang masih sedikit syok dengan kejadian sebelumnya, bergegas menuju dapur sambil menyeka air matanya.

Ia dengan cepat menyiapkan makanan untuk Zayyan, berharap kejutan tersebut bisa sedikit mengangkat semangat Zayyan yang tengah dilanda berbagai emosi yang rumit.

Di sekolah, Zayyan merasa seperti seorang asing di negeri yang baru. Suara ramai dari siswa-siswi yang berbicara, tawa riuh yang menggema di lorong, dan tatapan tajam yang terarah padanya membuatnya merasa tak nyaman. Bagi Zayyan, yang selama ini terbiasa dengan ketenangan di dalam rumahnya, semua ini adalah sebuah tantangan yang berat.

Setiap langkah yang dia ambil di koridor sekolah terasa seperti langkah di atas bara api. Rasa canggung dan kebingungan selalu menghantuinya, seolah-olah dia berada di tengah badai yang tak pernah mereda.

Tatapan beberapa murid yang terlihat aneh membuatnya semakin terpuruk. Mereka tidak tahu tentang penyakitnya, tapi rasa aneh yang ia rasakan membuatnya merasa seolah-olah mereka bisa membaca rahasia besar yang ia sembunyikan.

Dalam kebingungannya, Zayyan merasa sedih. Ia merindukan ketenangan dan keamanan di dalam kelasnya, di dekat AC yang menjadi teman setianya. Setiap mata pelajaran dan setiap bel pelajaran baru adalah tantangan tersendiri. Tapi, Zayyan adalah pejuang. Dia tahu bahwa untuk mencapai tujuannya, dia harus melalui masa-masa sulit ini.

Dalam hatinya yang penuh dengan keraguan, Zayyan bertekad untuk terus maju. Ia memahami bahwa adaptasi adalah proses yang memerlukan waktu, dan dia berharap dengan keras bahwa suatu hari nanti, dia akan merasa nyaman dengan lingkungannya di sekolah dan bisa menjalin persahabatan yang tulus dengan teman-teman barunya. Baginya, ini adalah salah satu langkah penting menuju perjalanan kesembuhan yang dia idamkan.

Dalam keheningan malam yang sunyi, Zayyan akhirnya terlelap dan meresapi tidur dengan kedamaian. Hari itu telah menjadi sebuah perjalanan berliku, meninggalkan jejak kelelahan yang amat dalam dalam dirinya.

Dalam peluk tidur, ia berusaha melepaskan semua pikiran yang memenuhi pikirannya sepanjang hari. Setelah rentetan peristiwa melelahkan, malam ini memberinya jeda untuk membebaskan diri dari beban pikiran yang seakan menyesakkan dadanya.

Segera, tidur melingkupi dirinya, memberikan suatu tempat yang damai dan tenang di tengah hiruk-pikuk kehidupannya.

Keluarga Arkara (Zayyan & Hyunsik Xodiac) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang