Bagian 19

205 29 0
                                    

Sementara Zayyan yang merasa sebelumnya hanya tidur beberapa menit setelah mamanya keluar kamar, Husein memasuki kamar dengan langkah perlahan. Melihat Zayyan yang kelihatannya baru selesai mandi, handuk basah masih terletak di atas tempat tidurnya, dan tangan adiknya memegang erat sebuah buku. 

Husein tahu betul bahwa Zayyan memiliki kecintaan pada belajar, walaupun terlihat lemah dan lesu akibat kejadian di sekolah dan kurang tidur yang cukup. Kamar Zayyan yang jauh dari ruang tamu dan kedap suara memang tidak memungkinkan dia mendengar pertengkaran yang baru saja terjadi.

"Ada apa, Kak?" tanya Zayyan dengan suara pelan, mencerminkan kelelahan yang ia rasakan. 

 Husein melihat wajah lelah dan lesu Zayyan, namun kekesalan dalam dirinya masih membuncah akibat pertengkaran orang tuanya. Sisi protektifnya terhadap Mamanya membuatnya sangat rentan terhadap situasi yang membuat orang tuanya bertengkar.

"Kamu kenapa lagi sih?" ucap Husein dengan nada kekesalan, memendam amarah yang masih menyala akibat pertengkaran Papa dan Mama tadi. 

Mata Husein mencerminkan ketegangan dan kekhawatirannya yang mendalam.

Zayyan, yang merasakan kekesalan dalam suara kakaknya, merasa terdiam sejenak. Ia tidak tahu bagaimana memberi penjelasan yang memadai, merasa terjebak di antara situasi rumit yang melibatkan dirinya.

Suaranya gemetar, penuh kecemasan, saat mendengar nada bicara Kakaknya. "Kenapa Kakak ngomongnya gitu, Kakak marah dengan Ayyi?" Ucap Zayyan dengan ragu, dan rona kesedihan terlukis di wajahnya.

Husein: "Kamu tahu, Papa tadi bertengkar dengan Mama, semua karena kejadianmu di sekolah tadi."

Zayyan: Air mata mulai mengalir dari mata Zayyan. "Kakak, Ayyi..." suaranya penuh dengan rasa putus asa, merasa bahwa Kakaknya sangat marah kepadanya.

Husein, yang terus merasa kesal dengan situasi yang semakin rumit, tak menyadari betapa Zayyan sebenarnya sangat takut dan bingung. Zayyan tidak hanya tidak mengingat apa yang sebenarnya terjadi, tetapi dia juga tidak tahu bagaimana mengungkapkan perasaannya yang dalam dan kebingungannya kepada Kakaknya.

Saat Husein terus mengejar jawaban, Zayyan merasa bahwa Kakaknya semakin marah dengannya. Rasa takut dan kesedihan pun mulai merayap dalam dirinya. Dia merasa terjebak dalam labirin rahasia yang mengancam untuk menghancurkan hubungan keluarganya.

Namun, di balik semua itu, Zayyan sangat menghargai upaya Kakaknya untuk mencari jawaban dan solusi. Meskipun situasinya sulit, Zayyan tahu bahwa Husein adalah Kakak yang baik dan orang yang selalu ada di sisinya.

"Brak!" Suara keras dari buku yang dilempar oleh Husein di atas meja memecah keheningan ruangan. Dengan cepat, Zayyan menutup telinganya saat terdengar suara keras dari buku yang dilempar oleh Husein. Ketakutan mendalam mulai merayapinya.

Husein pergi dalam keadaan yang gusar, emosinya meledak tanpa kendali, dan meninggalkan Zayyan dengan hati yang hancur, tak berdaya dan terhempas ke dalam kebingungan yang semakin dalam, tanpa membawa jawaban yang sangat diinginkannya.

Dengan langkah gemetar, Zayyan melihat buku yang terjatuh dengan isinya yang berserakan di lantai. Dia kemudian memandang pintu yang baru saja tertutup keras setelah Husein pergi.

"Kakak benar-benar marah padaku," bisik Zayyan dengan suara pelan. Ia merasa bingung dan terluka oleh kemarahan tiba-tiba Kakaknya. 

Zayyan tidak memahami alasan di balik reaksi begitu keras tersebut.

Sambil memungut buku-buku yang berserakan dan meletakkannya kembali dimeja, Zayyan merasa hatinya terombang-ambing antara ketakutan dan kebingungan. Meskipun demikian, ia tetap menghargai usaha keras Husein dalam mencari jawaban, kendati metodenya mungkin terasa kasar.

Dalam ketidakpastian yang menyelimuti pikirannya, Zayyan merenung. Ia tahu bahwa mereka harus berbicara dan mencari pemahaman bersama untuk mengatasi situasi ini, meskipun mungkin langkah pertama adalah mencari jawaban atas apa yang telah terjadi.

Keluarga Arkara (Zayyan & Hyunsik Xodiac) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang