what is love

18 8 1
                                    

"Temennya cantik, ya!"

"Cantik, Nada selalu cantik."

Oh, Nada, ya? Larissa terdiam sebentar, berusaha menetralkan perasaan yang entah mengapa sedikit pilu. "Mbak Nada lagi di Aussie? Ngapain?"

"Program IISMA."

Dang! She is pretty and smart.

"Keren!" Larissa tak puas. "Tell me more, I want to know about your ideal type of girlfriend!" katanya dalam hati.

"Dia baik, kami berdua ketemu saat masa orientasi. Waktu itu aku lihat dia lagi nolongin orang di depan gereja."

"Terus terus?"

"Dia aktif organisasi, dia kutu buku." Altair terkekeh sebentar, senyuman terpatri apik di balik helmnya. "Nada suka buku, dan aku rasa buku juga suka sama dia. Nada suka diskusi, enggak ada kata yang keluar dari mulutnya kecuali pengetahuan. Aku sendiri bingung, gimana caranya dia bertingkah lucu tapi tetap menawan. Dan aku juga enggak tahu, what kind of angel is she?"

Larissa tak bodoh, ia paham dengan intonasi Altair. Intonasi yang akan ia lakukan ketika menggambarkan seseorang yang amat ia kagumi. Larissa paham.

"What a perfect girl. You guys will be an amazing couple."

"I hope so, I haven't ask her yet."

"Kenapa?"

"No reason. What about yours?"

"Aku nggak pernah deket sama laki-laki manapun. My parents are so strict."

Altair memilih diam, sambil memerhatikan jalanan di malam hari ia menunggu.

"Tapi dia ...."

"Hm?"

"Teman satu prodi, I don't know what feeling I have for him but always I smile because of him."

"You definitely in love wih him!"

"I am not! Aku bahkan nggak tau arti cinta yang sebenernya."

"Nanti aja cari taunya, kita udah sampai."

Larissa turun, berusaha membuka pengait helm yang sialnya tersangkut dengan rambutnya. Tolong catat, tersangkut dengan rambut, di depan Altair!

Altair terkekeh pelan, pria itu membungkuk agar sejajar dengan gadis di depannya. "Pelan-pelan, Larissa." Selanjutnya ia mengulurkan tangan, menggantikan tangan Larissa yang sudah berusaha tapi tak berhasil.

Altair benar, pelan-pelan saja. Pengait itu terlepas, helm biru diletakkan di kaca spion oleh pria itu. Namun, tak jadi. "Rambut kamu berantakan, rapikan dulu. Ngaca di sini."

Sekarang Larissa yang mendekat pada motor merah, menyisir surainya dengan jari, sekalian memastikan riasannya aman.

Dan selanjutnya acara malam minggu berjalan lancar. Terlalu lancar sampai orang-orang mengira bahwa Altair dan Larissa adalah sepasang kekasih. Yah, gadis itu, sih, sebenarnya tak keberatan.

✧⁠*⁠。

"Sa, ada warung mi ayam harga enam ribuan. Di belakang swalayan yang di jalan Gajayana, gas?"

"gas, ngeng!"

Dan keduanya bersemangat seperti biasa, berburu makanan murah di kota apel. Banyak waktu yang sudah mereka habiskan bersama, belasan rencana yang telah tersusun apik, tapi tak pernah terlaksana di akhir bulan, dan ha lain yang membuat keduanya semakin terbiasa satu sama lain.

"mas, gramed kuy"

"abis itu tahu telor di stasiun?"

"gas"

Banyak hal.

"di swiss ada pentol, nggak?"

"ada, pakde aku jualan di situ"

"ayo besok"

"besok ke bali, mau renang"

Sangat banyak obrolan, sampai-sampai Ara menanyakan keyakinan hati sahabatnya berulang kali. "Altair atau Anta?"

"Altair," jawab Larissa enteng. Toh Anta juga sudah tak pernah mengiriminya pesan tengah malam, obrolan tak jelas sudah benar-benar berakhir.

Dan andai saja Larissa tahu alasannya.

Orbiting SoulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang