abai

5 1 1
                                    

Sudah hampir memasuki bulan Mei, itu artinya beberapa hari lagi sebelum Ujian Akhir Semester. Larissa baru saja mendengarkan suara motor Altair yang menjauhi area fakultasnya, seperti biasa, gadis itu selalu diantar jemput oleh Altair --jika sedang tidak ada kelas.

Melihat jam tangannya, Larissa berlari, meski sudah semester empat tapi kebiasaan terlambatnya masih saja melekat. Di depan pintu masuk gedung, ia melihat sahabatnya Ara sedang mengobrol akrab dengan Damar, dan ada Anta juga di sana. Jadi Larissa menambah kecepatan larinya berniat menyapa ketiga orang itu.

"Hai," katanya terengah-engah. "Kalian enggak masuk kelas? Matkul ini kita sekelas, 'kan?"

"Nggak liat grup?" Damar menatap Larissa, lalu ke ponsel gadis itu. "Kelasnya diundur lima belas menit."

"Napas dulu." Anta mengambil kipas angin kecil yang selalu berada di tasnya, menyalakan benda berwarna hitam itu lalu menyerahkannya pada Larissa dan langsung diterima gadis itu.

"Thanks." Larissa menatap sahabatnya, rasanya sudah lama sekali sejak mereka berbicara. "Kamu belum balas chatku yang semalam, Ra?"

Ara terkekeh. "Kamu kali yang lupa." Matanya menatap Damar. "Ke kamar mandi dulu, ya."

"Dih, pamitan, kayak orang pacaran aja!" Sela Larissa yang merasa aneh dengan sikap temannya.

"Emang pacaran."

"Hah?" Larissa menoleh pada Anta, meminta penjelasan dan dibalas anggukan oleh pria itu.

Berikutnya Larissa berlari kecil menuju kamar mandi, menagih utang cerita.

"You owe me an explanation." Katanya begitu mendapati Ara yang sedang mematut dirinya di depan cermin.

"Have you checked your phone?"

Larissa mengernyit tak paham, kendati tangannya tetap melalukan perintah Ara, berikutnya ia terkejut. Entah karena ia tak membalas pesan temannya sejak hampir dua bulan, atau karena banyaknya panggilan telpon yang sudah diabaikannya.

"Nggak pa-pa. Go get your happiness, I'm starting to get used to it. Lagipula Damar keliatan sama bersemangatnya kayak kamu." Ara sudah bersiap keluar saat Larissa menahan lengannya. "Just ... don't get hurt," tutup gadis itu sambil perlahan membebaskan tangannya.

Gadis penyuka hujan itu terdiam di tempatnya. Larissa paham jika Ara juga ingin bercerita, tapi tak bisakah gadis itu menunggu? Menunggu sampai Larissa selesai dengan Altair. Lagipula ia 'kan tidak selalu bersama dengan kekasihnya dua puluh empat  jam, Ara masih bisa mengobrol saat malam hari. Semuanya terasa tidak masuk akal.

"masih di kmr mandi? 5 menit lg dosennya masuk kls."

Notifikasi dari Anta membuyarkan lamunannya. Larissa membuka keran, menangkupkan tangannya berniat membilas wajah. "This is gonna be so long."

✧⁠*⁠。

"Jadi Ara marah?"

Larissa mengangguk, "Aku juga marah, biasanya kalau aku bilang sibuk, dia bakal ngechat lagi malamnya, tapi ini enggak? Hampir dua bulan dan dia nggak berusaha untuk nge-reach out aku?"

Sekarang Altair dan Larissa sedang berada di ruang tamu, di kos Altair, duduk berhadapan dengan kaki menyila.

Altair meraih tangan gadisnya, kemudian ia letakkan di antara dua telapak tangannya. "Aku nggak berusaha nyalahin kamu, tapi coba lihat dari sisi Ara. Mungkin aja dia nggak reach out kamu karena dia takut mengganggu."

"Aku nggak akan keganggu pas malam!"

"Listen, Sunshine." Altair memainkan ibu jarinya dengan gerakan mengusap di atas punggung tangan Larissa. "Malam itu waktunya istirahat, setelah seharian kuliah, kamu pasti juga pengen tidur cepat, 'kan?"

Larissa mengangguk.

"Mau dengar saranku?" Pemuda itu bertanya, masih dengan usapan kecil berusaha menenangkan.

"You have to manage your time, Sunshine. You have to learn, eat on time, and still have fun with your friend."

"So the problem is with me?"

"Aku nggak bilang gitu, ya." Altair terkekeh, berusaha agar tidak ikut terpancing emosi.

Ponsel Larissa berdering, tertera nama Anta di sana. Altair meraih benda pipih itu, menatap sejenak lalu menyerahkannnya pada si pemilik.

"Boleh dijawab di sini? Aku mau dengar."

Larissa menggeleng.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 10 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Orbiting SoulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang