TLIMH || 11

2K 129 2
                                    

Alhamdulillah bisa up lagi huhu><

Happy reading!

•••


Segala bujuk rayu karena Salwa merengek tak ingin berjauhan dengan kedua orang tuanya akhirnya bisa membuat gadis itu menurut. Tibalah mereka di halaman rumah bertingkat dua yang nampak sangat mewah bergaya Eropa berwarna krim ke abu-abuan.

Sejujurnya tadi bunda Almeda sedikit tak ikhlas melepaskan putri semata wayangnya pergi. Namun, apalah daya jika sekarang ia sudah tidak memiliki hak sepenuhnya atas Salwa. Walaupun begitu, bunda Almeda tetap melepaskan Salwa dengan ikhlas. Sekaligus untuk mengajarkan Salwa agar hidup mandiri.

"Ini rumah pak Alif?" tanya Salwa. Gadis itu menatap takjub bangunan mewah di hadapannya ini.

"Rumah kita," ralat Alif.

Pria itu menyeret dua koper milik Salwa untuk di bawah ke kamar mereka. Dengan Salwa yang mengekori Alif, sesekali gadis itu berdecak kagum saat melihat interior rumah itu.

Senyuman tipis terukir di bibir Alif saat melihat wajah berseri Salwa. Tak sia-sia ia mengeluarkan miliaran uang untuk membangun rumah ini.

"Wah, ternyata bapak kaya banget," celoteh Salwa tanpa melihat Alif yang sudah berjarak jauh dengannya.

"Saya kaya juga untuk kamu, dan semua harta saya juga harta kamu," sahut Alif yang sekarang sudah berada di anak tangga paling atas.

Salwa mendongak melihat Alif sudah berada di lantai atas. "Bapak kapan sampe di sananya?" tanya Salwa polos.

"Tadi." Setelah itu Alif melangkah menuju kamar mereka. Sedangkan Salwa masih berdiri di dekat anak tangga dengan tatapan yang terus menelusuri sudut rumah.

Setelah puas melihat-lihat rumah baru mereka, Salwa segera menyusul Alif.

Langkah Salwa membawanya memasuki sebuah kamar yang pintunya terlihat terbuka. Dapat Salwa lihat Alif yang sedang meletakkan koper serta tas kecil di dekat lemari pakaian.

"Emang kita harus satu kamar ya, pak?" tanya Salwa takut-takut.

Rasanya ia masih takut dan canggung saat berduaan dengan Alif. Apalagi sekarang mereka harus satu kamar. Tentu Salwa akan merasa tidak bebas untuk berpakaian maupun melepas hijab.

Alif melangkah menghampiri Salwa yang masih mematung di dekat ranjang. Tangan Alif terangkat mengelus kepala Salwa yang terbalut jilbab.

"Kamu tau? Dosa bagi sepasang suami istri tidur terpisah. Dosanya sangat besar. Kecuali jika mereka sudah tidak memiliki ikatan apapun." Alif menatap lembut wajah Salwa, lalu meniup wajah gadis itu sehingga membuat Salwa mengerjapkan matanya.

"Saya tidak akan melakukan apapun tanpa seizin kamu," lanjut pria itu.

***

Malam harinya, Salwa sudah berkutat di dapur. Malam ini adalah malam pertama kali Salwa memasuki area dapur rumah ini. Di sana, Salwa di temani seorang perempuan paruh baya yang berusia sekitar 54 tahun. Namanya mbok Susi.

"Mbok udah berapa lama kerja sama pak Alif?" tanya Salwa basa-basi. Gadis itu kini sedang memotong beberapa sayuran.

"Udah hampir 20 tahunan. Mbok awalnya kerja di rumah nyonya Clarissa sebelum mbok di kirim ke sini setengah tahun lalu," jawab mbok Susi.

Salwa manggut-manggut, "Berarti mbok udah kenal lama dong sama pak, Alif?" tanya Salwa lagi.

Mbok Susi tertawa kecil melihat nyonya mudanya nampak penasaran. Dengan senang ia menjawab pertanyaan nyonya mudanya. "Iya, udah kenal lama, bahkan dulu awal mbok kerja di rumah nyonya besar, tuan Alif masih berusia 4 tahun," jelas mbok Susi.

PAK DOSEN ITU SUAMIKU!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang