Sudah hampir dua bulan sejak aku mendaftarkan diri dalam program Teaching in School angkatan 6 di laman TSSC. Dan hari ini merupakan hari di mana pengumuman lolos atau tidaknya diriku dalam program tersebut.
Teaching in School adalah salah satu program dari Teaching in School and Study in Company yang merupakan kebijakan yang dikeluarkan oleh Kemendikbud (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan) yang bekerja sama dengan beberapa negara sebagai kesempatan untuk memberikan pengalaman kegiatan praktek di lapangan, mengeksplorasi pengetahuan dan kemampuan di lapangan, belajar dan memperluas jaringan di luar program studi dan kampus asal, dan meningkatkan soft skill dan hard skill kepada para mahasiswa di dalam dan di luar negeri.
Mahasiswa sudah bisa mendaftar mulai dari semester 4 sesuai dengan program apa yang akan mereka daftar.
Aku bertekad untuk mendaftar program Study in School karena dibuat interested dari cerita pengalaman teman dekatku yang namanya hampir mirip denganku--Sherina--yang merupakan mahasiswa Teaching in School angkatan 5. Fyi, Sherina telah menyelesaikan programnya dua bulan lalu dan selama itu dia sangat sabar dan membantuku banyak dalam menanggapi setiap pertanyaan tentang cara mendaftar program Teaching in School yang aku ajukan.
Namun, ada alasan lain juga mengapa aku mendaftar program Teaching in School, yaitu karena aku ingin bernostalgia saat diriku masih bersekolah, aku ingin mencoba mengajar secara langsung alih-alih hanya mengajar Bahasa Korea di grup chat Whatsapp Komunitas Menulis sebagai admin Bahasa Korea, lalu tentu saja menambah pengalaman, dan terakhir karena aku ingin merasakan bagaimana tidak kuliah, tidak perlu mengerjakan tugas, UTS, dan juga UAS selama satu semester yang di penghujung semester aku tidak perlu khawatir akan nilainya karena program-program dari TSSC nilai akhirnya bisa dikonversikan ke dalam mata kuliah sebanyak 20 SKS. How nice, bukan?
Jadi, aku tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini meskipun bila aku lolos, pelaksanaan programnya akan berjalan di semester enam--semester depan. Ya, aku akan resmi menjadi mahasiswa akhir yang seharusnya mulai memikirkan judul, menyusun proposal, dan seterusnya. Tidak seharusnya aku memikirkan nostalgia dan tidak kuliah.
Namun, bila dari prodiku saja sangat mendukung program-program dari TSSC, apakah aku benar-benar harus membuang kesempatan itu? Big no!
"Jangan pernah menyia-nyiakan kesempatan yang bagus untukmu meskipun yang mendukungmu hanya satu orang. Keputusan selalu berada di tanganmu, bukan berada pada situasi dan keadaanmu." - SM
Quotes yang baru muncul di pikiranku dan diketik di layar ponselku, langsung aku pasang di status Whatsapp-ku. Lalu, aku menutup aplikasi chatting itu dan menarik napas dalam-dalam.
Notifikasi email no-reply dari TSSC terpampang jelas di layar ponselku yang sudah masuk beberapa menit yang lalu. Sekali lagi, aku mengingatkan pada diriku sendiri untuk jangan terlalu berharap karena saingannya bukan 10 atau 20 orang, melainkan ratusan ribu orang pendaftar dari berbagai universitas yang ada di Indonesia.
Dengan perasaan tidak sabar dan jantung yang berdebar tidak keruan, akhirnya aku meng-click email tersebut.
Dear Ms. Sherena Marianetta
Congratulation! You have passed the Teaching in School program class 6!
Seperti biasa, ekspresiku ketika mendapatkan kabar bahagia ataupun sedih ketika sedang sendiri hanyalah dengan tersenyum tipis. Ya, begitulah aku--sang introvert yang tidak pernah berubah.
• LWJM •
Pemilihan penempatan sekolah baru saja selesai dipilih olehku. Setelah pengumuman lewat email itu, isinya di bawahnya menyuruhku untuk segera memilih sekolah di laman TSSC.
Ketika aku sudah masuk, ternyata isinya adalah pilihan nama-nama SMP beserta keterangan jarak dari alamat kosku. Aku cukup terkejut karena ternyata pada akhirnya aku akan ditempatkan di SMP. Padahal aku sangat ingin ditempatkan di SD seperti Sherina dan dua teman seprodiku lainnya yang juga ditempatkan di SD. Aku pikir akan lebih mudah menangani anak SD daripada anak SMP.
Sebenarnya, aku bisa saja memilih program ini yang juga bisa dipilih di luar negeri, Australia misalnya. Akan tetapi, cukup banyak pertimbangan bila aku ingin ke luar negeri sementara aku belum berpenghasilan. Aku tidak ingin menambah beban kedua orang tuaku lagi. Makanya aku pun juga tidak memasukkan domisili tempat tinggalku yang sebenarnya karena tiket pesawat tidak semurah itu untuk mengantarku pulang-pergi melintasi udara.
Mau bagaimana lagi? Tidak mungkin aku mengundurkan diri setelah perjuanganku dalam menyiapkan syarat-syarat untuk mendaftar program Teaching in School yang membuatku rela bolak-balik ke sana kemari. Alhasil, aku memilih salah satu SMP Islam yang keterangan jaraknya sekitar 30 menit pada pilihan pertama dan salah satu SMP swasta yang keterangan jaraknya sekitar 45 menit pada pilihan kedua.
Sekarang aku harus menunggu pengumuman penempatan sekolahnya lagi. Pengumumannya sekitar dua minggu lebih lagi.
Karena tidak ada hal yang harus dikerjakan, aku memilih mengambil sebungkus snack keripik singkong sebagai teman dalam menonton drama Korea melalui ponselku yang berusia hampir menginjak 6 tahun.
Sebenarnya, minggu ini adalah minggu UAS. Namun, hampir semua mata kuliahnya ujiannya online dengan tugas UAS-nya sudah kukerjakan 2 atau 3 minggu sebelumnya dan tinggal di upload saja sesuai dengan jadwal ujian mata kuliahnya. Itulah salah satu hal yang aku sukai dari kampusku. Ralat, dari prodiku.
Setelah menghabiskan dua episode dari drama Korea yang berjudul The Glory, aku baru mengingat bahwa di laman TSSC aku harus memasukkan nomor rekening bank-ku. Namun, opsinya hanya ada bank BJI dan bank BTI (khusus Aceh). Jadi, tetap saja pilihannya hanya bank BJI. Sedangkan aku hanya memiliki nomor rekening bank BBI. Jadi, aku harus membuka rekening bank BJI.
Alhasil, aku pun membuka room chat Whatsapp-ku dengan bundaku.
Sherena :
Bun, Kakak lolos Teaching in School.
Tapi, harus buat rekening BJI.Eomma :
Alhamdulillah
Itu nanti maksudnya Kakak mengajar di sekolah?
Bunda yang buat atau Kakak yang buat?Bunda benar-benar ibu terbaik bagiku. Dulu, bunda orangnya sangat keras, seperti ibu tiri. Namun, hanya berlangsung sampai aku lulus SD saja. Setelahnya, bunda menjadi begitu lembut dan suka diajak tertawa dan bercanda bersama.
Bunda hanya lulusan SMP. Mungkin karena itu bunda keras kepada aku dan juga adik-adikku. Bunda ingin anak-anaknya serius belajar dan tidak terlalu banyak bermain sehingga bisa sekolah sampai tinggi dan menjadi orang sukses. Namun, ketika kami mulai bertambah usia, kami baru tahu dan menyadari alasan bunda keras kepada mereka dan tiba-tiba berubah. Semuanya karena bapak kami.
Sherena :
Iya, semacam itu, Bun.
Kakak aja yang buat karena kata teman nanti diminta buat video gitu.Eomma :
Semoga lancar, ya, Kak
Bunda selalu doakan yang terbaik buat Kakak
Yaudah, hati-hati perginyaSherena :
Aamiiin.
Iya, Bun. Nanti Kakak kabarin lagi kalau udah jadi.Aku bukanlah tipe anak yang suka berkata-kata dengan manis kepada keluargaku karena orang tuaku juga dari dulu tidak pernah bersikap manis kepadaku dan adik-adikku. Kami bersikap apa adanya dan sesuai kebiasaan dan kepribadian masing-masing. Bahkan mengatakan 'maaf' dan 'terimakasih' saja kepada satu sama lain tidak pernah.
Namun, aku hanya bisa selalu mengatakannya di dalam hati. Mungkin mereka tidak pernah tahu bahwa aku tetap bersyukur lahir di dalam keluarga yang telah membesarkanku meskipun tidak seharmonis keluarga lainnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Like We Just Met
Teen Fiction⚠️ Jangan memplagiat ceritaku.. Sudah kuperingatkan dengan baik-baik, ya :) -------------------- Baru di semester 5 merasakan kuliah offline dan baru 4 bulan menjadi anak rantau, Sherena lolos program Teaching in School angkatan 6 setelah iseng mend...