Aku tidak punya aktivitas apa-apa lagi sampai waktu istirahat telah berlangsung. Aku menyendiri di tempat dudukku. Sebelumnya, guru-guru yang lain sempat bertanya-tanya padaku mengenai keberadaanku di sekolah mereka sebagai apa, aku berasal dari universitas mana, tujuan program yang kuikuti, berapa lama aku akan berada di sini, dan masih banyak lagi.
Sekarang guru-guru itu sedang keluar untuk membeli makanan. Aku sempat diajak, tetapi aku menolak dengan alasan masih kenyang. Padahal sebenarnya aku malu untuk keluar dan berjalan melewati murid-murid SMP yang sedang bermain bola di luar dan murid-murid SMA yang berada di luar juga karena jam istirahat mereka sama.
Aku juga ingin pergi membeli jajan karena bagaimanapun juga aku hanya selalu sarapan pagi dengan enam keping biskuit saja hingga aku menjadi cepat merasa lapar. Akan tetapi, rasa malu dan gengsiku lebih besar daripada rasa ingin mencoba jajanan-jajanan menggoda yang ada di luar sekolah.
Alhasil, aku hanya memainkan ponselku di tempat. Meskipun sekarang jam istirahat, aku tetap sedikit merasa sungkan untuk hanya sekadar memainkan ponselku. Aku takut guru-guru yang melihatnya akan menganggapku tidak ada kerjaan dan di sini hanya menumpang bersantai dari kehidupan perkuliahanku.
Aku menghela napas pelan. Memang sifat pendiamku sepertinya tidak akan pernah hilang. Sebenarnya aku ingin mencoba mengobrol dengan para guru juga, tetapi di pikiranku selalu hanya ada dua atau tiga pertanyaan saja. Bila aku sudah menanyakan ketiganya, maka aku sudah tidak ada bahan pembicaraan lagi. Akhirnya, aku dan guru yang kuajak berbicara akan kembali saling diam.
Aku sedang membuka aplikasi Whatsapp-ku. Aku melihat nama-nama yang ada di kontakku yang sedang membuat status. Ada banyak, tetapi aku hanya melihat status dengan nama kontak yang kutambahi dengan sebuah emoticon.
Ada satu chat masuk. Ketika aku menggeser layar, ternyata itu dari nomor yang tidak kukenal. Aku pun membukanya.
+628589xxxxxxx :
Halo
Assalamu'alaikumSherena :
Waalaikumussalam.
Siapa, ya?+628589xxxxxxx :
Kamu sendiri siapa?Aku mengerutkan keningku, bingung. Apa orang ini berniat main-main denganku? Aku paling tidak suka orang-orang seperti ini.
Sherena :
Saya block kalau Anda cuma mau main-main.+628589xxxxxxx :
Bentarrr
Saya cuma lagi nyari seseorang
Ini nomornya Sherena, bukan?Apa-apaan ini?! Kenapa orang ini tahu namaku? Dari mana orang ini mendapatkan nomorku? Apa dia orang jahat? Apa dia sedang ingin melakukan penipuan terhadapku? Argh! Meskipun aku berani-berani saja menghadapi orang-orang seperti ini di chat, tetapi tetap saja aku takut.
Sherena :
SIAPA LO!
KALAU LO MAU TIPU-TIPU GUE, GAK BAKAL MEMPAN!
AWAS AJA KALAU GUE KETEMU LO!
GUE HABISIN LO DETIK ITU JUGA!
🔪🔪🔪🔪🔪🔪Aku langsung meletakkan ponselku di atas meja begitu saja. Deru napasku memburu. Aku segera meraih botol minumku dan meminum air mineralku itu.
"Kamu gak apa-apa to, Mbak?" tanya guru IPA berkacamata yang bernama Sri Lestari. Namanya sama seperti bunda, Lestari.
"Eh? Nggak apa-apa, Bu."
"Muka kamu pucat. Apa lapar?"
Aku segera menggeleng. "Saya nggak apa-apa, Bu. Emang biasanya saya kelihatan kayak gini."
"Oalah." Ibu Sri mengambil dua lembar tisu, lalu ditaruhnya di meja di hadapanku. Kemudian, Ibu Sri meletakkan tiga buah gorengan di atasnya tidak lupa dengan beberapa biji cabe rawit berwarna hijau. "Makan ini. Biar gak lapar, Mbak."
KAMU SEDANG MEMBACA
Like We Just Met
Teen Fiction⚠️ Jangan memplagiat ceritaku.. Sudah kuperingatkan dengan baik-baik, ya :) -------------------- Baru di semester 5 merasakan kuliah offline dan baru 4 bulan menjadi anak rantau, Sherena lolos program Teaching in School angkatan 6 setelah iseng mend...