• LWJM 14 •

2 2 0
                                    

Hari ini adalah hari Rabu dan hari ini juga aku akan pergi ke sekolah penugasanku untuk melakukan koordinasi ke kepala sekolah bersama DPL dan Dilan. Ya, hanya kami bertiga. Mira tidak sedang berada di Yogyakarta karena kebetulan dia juga sedang pulang kampung.

Awalnya, aku menghubungi Dilan bertanya kami mau pergi pukul berapa karena DPL kami mengatakan pukul 8 pagi. Dilan tidak memiliki motor dan dia tinggal di asrama kampus. Aku sedikit terkejut karena tidak menyangka Dilan lebih memilih asrama daripada ngekos.

Bukannya aku memandang Dilan adalah cowok yang aneh, hanya saja cowok-cowok kebanyakan akan memilih ngekos atau ngontrak bersama teman-temannya. Seorang cowok seperti Dilan yang lebih memilih asrama benar-benar sesuatu yang baru bagiku.

Alhasil, aku dan Dilan setuju untuk berangkat bersama menggunakan angkot. Aku akan berhenti di jalan seberang kampus, menunggu Dilan, lalu barulah kami naik angkot lagi menuju sekolah penugasan kami. Bayarnya memang menjadi dobel bagiku, tetapi aku sedikit kasihan bila Dilan harus berangkat sendiri. Sedangkan cowok itu tidak tahu persis letak sekolahnya. Jadi, awalnya aku yang mengajak berangkat bersama dan Dilan pun menyetujuinya.

Sherena :
Aku udah di depan kampus.

Dilan :
Oke, Sher
Bentar, ya
Aku baru keluar asrama

Sherena :
Iya, santai aja, Lan.

Aku menunggu Dilan dengan berjongkok di bawah sebuah pohon pendek. Tidak ada matahari hari ini. Sejak kemarin hujan tidak berhenti turun. Mungkin hanya mereda menjadi gerimis ataupun rintik-rintik. Oleh karena itu, aku tidak lupa untuk membawa payungku.

Lima menit kemudian, aku melihat seorang cowok yang memakai almamater baru keluar dari dalam area kampus. Cowok itu berdiri di pinggir jalan dan terlihat akan menyeberang. Aku beranggapan bahwa cowok itu adalah Dilan.

Aku pun berdiri. Ketika Dilan berhasil menyeberang dengan dibantu oleh salah satu Pak Ogah dan sampai di depanku, aku pun menyapanya.

"Dilan, ya?" tanyaku memastikan.

"Iya. Sherena, 'kan?"

"Iya. Akhirnya, ketemu juga."

Kami sama-sama terkekeh sambil berjabat tangan sekilas. Bila kemarin-kemarin aku mengatakan aku tidak mau bersentuhan kulit dengan lawan jenis yang bukan mahram, sebenarnya berjabat tangan tidak masalah karena di kampus aku pernah berjabat tangan dengan beberapa teman cowok seprodiku sebagai bentuk sapaan ketika bertemu. Yang penting, bukan berpegangan tangan ataupun bergandengan tangan.

Aku dan Dilan sama-sama memakai masker, jadi kami juga sama-sama sepenuhnya belum melihat wajah masing-masing.

"Sekarang apa? Nunggu angkot?" tanya Dilan.

Aku mengangguk. "Iya. Kamu belum pernah naik angkot?"

"Belum."

"Beneran?"

Dilan terkekeh. "Iya, beneran."

"Wah."

Singkat cerita yang ditangkap olehku adalah Dilan jarang keluar dari kampus. Kalaupun dia pergi bermain keluar bersama teman-temannya, dia akan nebeng pada salah satu temannya yang memiliki motor. Jadi, dia belum pernah mencoba naik angkot.

Like We Just MetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang