Hujan tidak berhenti turun sejak siang hari. Meskipun tidak deras, tetap saja Jogja menjadi basah dan hawa menjadi dingin sepanjang hari ini.
Aku dan Eka kembali keluar untuk membeli es teh. Ya, meskipun cuaca sedang mendung dan sedang dingin-dinginnya karena hujan, kami memutuskan untuk pergi membeli karena Eka yang membuatku menjadi ikut menginginkan es teh.
Akhir-akhir ini, banyak orang yang membuka usaha es teh dengan tempatnya dibuat seperti kontainer, tetapi kecil. Meskipun tidak bisa sambil nongkrong karena tidak ada tempat, tapi es tehnya murah-murah dan juga enak.
"Aku original aja, Eka," kataku.
"Oke. Es teh originalnya dua, ya, Mbak," pesan Eka.
Setelah menerima pesanan kami dan membayar, selanjutnya kami mencari jajanan lagi. Kami memakai payung masing-masing dengan Eka yang berjalan di depan karena kami tidak boleh berjalan bersisian ketika berjalan di pinggir jalan.
Di daerah kos Eka itu banyak aneka jajanan, warung, dan juga gerobak-gerobak yang menjual makanan ataupun minuman. Komplit pokoknya. Makanya aku merasa nyaman di sini selama berada di kos Eka.
"Mau jajan apa, Sher?" tanya Eka.
"Apa, ya, enaknya?" Aku tengah berpikir. "Ah, pengin cilor aja, deh."
"Oke, kalau gitu kita beli cilor."
"Kamu kalau mau beli yang lain gak apa-apa, Ka. Jangan samain terus," kataku.
"Sa bukannya nyamain terus, tapi emang sa juga pengin coba cilor. Soalnya sa belum pernah makan cilor." Eka memberitahu.
"Lha? Sama, dong. Aku juga belum pernah makan. Ini karena kebetulan lihat, makanya pengin coba," kekehku.
"Nah, kan. Ayo, cus, beli cilor."
Aku dan Eka berhenti di depan gerobak pedagang cilor. Kami sama-sama memesan satu porsi cilor. Punyaku memakai bumbu ekstra pedas. Sedangkan punya Eka memakai bumbu balado.
"Aku mampir ke tukang fotokopi dulu, ya? Soalnya aku mau print surat tugas TS-ku," izinku.
"Oke, Sher. Bareng aja."
Aku dan Eka mampir ke tempat fotokopi setelah membeli cilor. Aku menge-print berkas-berkas yang kubutuhkan besok untuk diberikan kepada kepala sekolah SMPIT Al-Azhar dengan cepat. Aku tidak ingin membuat Eka menungguku lama.
Tidak lama kemudian, aku selesai menge-print berkas-berkas tersebut dan dimasukkan ke dalam map cokelat agar tidak basah ataupun terlipat. Aku dan Eka lanjut berjalan untuk kembali ke kos Eka.
Sesampainya di kos, kami memakan cilor dan meminum es teh bersama. Semua barang-barang Eka sudah selesai di-packing sebelum Asar tadi. Alhasil, tidak hanya ada koper, tas jinjing, dan juga beberapa kardus yang berisi barang-barang lainnya. Melainkan juga ada tiga totebag besar lainnya, ada mesin fotokopi dan print, kipas angin berdiri, dan ada ember besar, sedang, dan juga kecil. Ini benar-benar seperti mau pindahan rumah.
Sebelum kami keluar tadi, aku dan Eka sudah mengeluarkan semua barang-barang untuk ditaruh di luar kamar, mendirikan kasur untuk bersandar di dinding, membersihkan kamar mandi, dan menyapu kamar.
Sekarang waktu kami bersama tersisa ... dua jam? Satu jam? Beberapa menit? Tergantung dari Eka kapan waktunya mau pergi.
"Ya, ampun. Cilornya enak banget, Sher. Sa mau nangis," kata Eka sambil membuat ekspresi pura-pura ingin menangis.
"Iya, asli. Padahal aku orangnya gak suka jajan aneh-aneh karena memang akunya yang aneh, tapi semenjak ke Jawa ngelihat orang-orang jualan dan makan ginian kayak enak banget. Dan ternyata emang enak banget kalau udah dicoba," setujuku.
"Iya, 'kan, Sher? Pokoknya jajan kayak ginian harus masuk Wishlist kita juga nanti."
"Setuju!"
• LWJM •
Selagi Eka pergi berpamitan kepada bapak dan ibu kosnya yang rumahnya hanya lima langkah dari kos, pokoknya sangat dekat. Aku berinisiatif memindahkan barang-barang Eka ke lantai bawah. Aku merasa tidak enak bila tidak membantu apa-apa walaupun sudah ada hal-hal yang kubantu, tapi tetap saja aku merasa kurang berkontribusi. Eka sudah sangat baik mengizinkanku untuk menginap, mendengarkan ceritaku, direpotkan oleh diriku, menemaniku berkeliling daerah kosnya, makan mie Lemonilo bersama, dan menonton film bersama meskipun dia sendiri sedang disibukkan juga dengan tugas mem-packing barang-barangnya untuk pindah sementara ke rumah tantenya sebelum pulang kembali ke Papua.
"Ya, ampun, Sher. Gak usah dipindahin. Biar sa saja," omel Eka ketika dia baru saja kembali dari rumah bapak dan ibu kosnya.
Aku terkekeh. "Gak apa-apa, Ka. Santai."
"Ih, sa jadi ngerasa gak enak sama kau," cemberut Eka.
"Gak apa-apa, Ka. Cuma gini doang, kok. Kecil."
"Ah, kau, nih."
Aku dan Eka ke lantai atas bersama dan menurunkan beberapa barang-barang yang masih tersisa di atas.
"Makasih banyak ee, Sher," ucap Eka.
"Sama-sama. Santai aja, Ka."
"Yuk, ke atas, ngadem dulu."
Aku dan Eka kembali ke kamar untuk beristirahat sejenak. Eka sedang mengabari mamanya dan juga tantenya. Aku meraih tasku dan mengambil sesuatu dari dalam sana.
Sekarang sudah pukul setengah 7 malam. Aku memainkan ponselku selagi Eka masih bertukar pesan dengan mama dan tantenya.
"Makasih banyak, Sher, udah nemenin sa selama 2 hari ini. Sa senang banget bisa kenal kau dan main sama kau. Pokoknya makasih banyak, chingu." Eka menunjukkan kedua finger love-nya padaku.
"Aku juga makasih sama kamu, Eka. Aku senang juga bisa kenal dan main bareng kamu. Jujur, ini pertama kalinya aku nginep di luar. Sebelum-sebelumnya aku belum pernah nginep di rumah atau kos temen. Terus, juga pertama kalinya masak mie bareng, jalan-jalan payungan bareng, nonton film bareng, beli makanan warung bareng, dan foto di cermin bulat yang ada di jalan bareng. Mungkin masih ada lagi yang belum aku sebutin karena lupa. Hehe. Pokoknya makasih banget udah jadi orang yang ngelakuin hal-hal yang baru pertama kali kulakuin bareng temen bareng aku," tuturku tulus. "Oh, iya, ini ada hadiah kecil dari aku buat kamu. Maaf, cuma ikat rambut. Aku gak expect bakal nginep dan kamu bakal ngasih banyak barang ke aku."
Eka menerima sebuah ikat rambut yang sama persis dengan milikku yang berwarna hijau dengan satu hiasan mutiara. "Ya Allah, Sher ...."
Eka mendekat, lalu memelukku. Tidak disangka-sangka Eka menangis di pelukan itu. Sedangkan aku tidak sampai yang sesenggukan, tetapi hanya sebatas air mata yang terus keluar tanpa suara.
"Sa janji bakal kabar-kabar sama kau terus ee, Sher," janji Eka dengan wajah yang memerah. "Sa benar-benar speechless kau jadikan sa orang pertama yang ngelakuin hal-hal yang baru kau lakuin itu bareng kau. Makasih, Sher. Nanti kalau sa udah kembali ke Jogja, kita lakuin semua hal yang pengin kau coba dan juga wishlist kita ee, Sher."
"Iya, Ka. Bakal aku tunggu."
Malam itu, aku dan Eka saling memberikan ucapan terimakasih dan juga perpisahan. Kami pulang bersama dengan driver online yang dipesan oleh Eka. Setelah itu, perpisahan itu menjadi lebih nyata saat aku turun dari mobil, lalu mobil itu kembali melaju meninggalkanku sendiri.
Aku berjalan menuju kosku dengan perasaan yang tiba-tiba terasa hampa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Like We Just Met
Teen Fiction⚠️ Jangan memplagiat ceritaku.. Sudah kuperingatkan dengan baik-baik, ya :) -------------------- Baru di semester 5 merasakan kuliah offline dan baru 4 bulan menjadi anak rantau, Sherena lolos program Teaching in School angkatan 6 setelah iseng mend...