Part 2

2.7K 169 11
                                    

PDF Raped by general sudah ready ya. Harga aslinya 60rb. Promo sampai besok 58rb. Minat hubungi nomer saya 082216211114

Happy reading 🥰

___**__

"Waaaah, itu calon suaminya Aisyah sudah tiba."

Kumala segera berdiri dari duduknya di lantai. Perempuan tua menyebalkan itu menyambut antusias calon suami cucu kesayangannya itu. Para kerabat-kerabat segera menghampiri calon pengantin idaman itu, dan memuja-muji mereka secara berlebihan, terutama Bude Darmi dan Tante Nurul yang terang-terangan menyindir Rianti.

Aisyah dengan bangga memperkenalkan perwira TNI yang entah siapa namanya itu kepada semua kerabat mereka. Dan puja-puji palsu itu berhamburan hingga membuat Rianti muak. Setelah menyalami semua kerabatnya, Aisyah membawa calon suaminya itu ke hadapan Rianti dan ibunya.

"Mas, ini bude aku, bude Mira, istrinya pakde Kodir. Ini Rianti, anak sulungnya. Kami seumuran. Tapi, Rianti ini jauh lebih hebat di banding aku lo mas. Dia sejak lulus SMA sudah bekerja sebagai housekeeping di hotel ternama. Hebat kan."

Rianti tahu, itu bukan pujian. Aisyah menjelaskan secara terang-terangan kepada calon suaminya bahwa wanita itu lebih hebat dari Rianti. Aisyah sudah hafal Al-Qur'an dan menjadi ustadzah, sedangkan Rianti bekerja sebagai housekeeping. Aisyah benar-benar pintar mencari muka dibalik mulut manisnya.

"Bude, Rianti, ini calon suamiku, Mas Fawwas." Rianti dan ibunya kemudian menyalami Fawwas. Pria itu sepertinya sebelas dua belas dengan Aisyah. Terlihat sombong dan arogan, namun malam ini pria itu berusaha ramah agar keluarga besar Aisyah semakin memujinya.

Setelah menyalami Rianti dan ibunya, Aisyah kembali mengajak Fawwas untuk berbincang dengan keluarga besar mereka yang sedari tadi ikut membanggakan Fawwas. Rianti dan ibunya hanya saling pandang, kemudian mereka berjalan menuju Rafi dan mengajak adiknya itu pulang dari pada mereka terus menjadi obat nyamuk di tempat menyebalkan ini.

**

Rianti bersiap berangkat ke hotel tempatnya bekerja. Hotel Greenland, salah hotel ternama di ibukota yang biasanya menjadi langganan para pejabat dan para crazy rich dalam dan luar negeri. Meskipun hanya bekerja sebagai housekeeping, untungnya Rianti bisa membiayai pengobatan ayahnya dan kuliah adiknya. Tentunya di bantu BPJS kesehatan untuk biaya pengobatannya. Jika mandiri, Rianti tentu saja tidak sanggup.

Setelah berbadan rapi, Rianti keluar dari kamarnya. Di sana, ia sudah di tunggu oleh kedua orang tuanya. Ibunya terlihat telaten merawat ayahnya. Meskipun stroke dan ditelantarkan oleh keluarganya, ayahnya beruntung mempunyai istri yang setia seperti ibunya. setidaknya ibunya tidak meninggalkan ayahnya saat keadaan pria itu tengah terpuruk.

"Pagi Bu, ayah, Rafi mana?" Rianti duduk sambil meletakkan tas yang berisi ponsel dan dompetnya. Kedua orang tuanya menoleh, menatap iba pada Rianti yang harus banting tulang untuk mencari uang. Nasib putrinya itu berbanding terbalik dengan Aisyah meski mereka seumuran.

"Kenapa yah, Bu, kok bengong. Rafi mana?" Tanya Rianti sekali lagi saat ayah dan ibunya tidak menjawab pertanyaannya.

"Rafi sudah berangkat. Dia bawa bekal tadi katanya takut terlambat karena dosennya killer hari ini."

"Oooh, pantes nggak kelihatan. Biasanya ceriwis sedari tadi."

Kedua orang tuanya terdiam. Rianti segera mengambil nasi dan sayur lalu memulai sarapan. Ketiganya kemudian sarapan dengan tenang, meskipun Rianti tahu, kedua orang tuanya seperti tidak berselera makan.

"Ti, kamu nggak apa-apa?" Tanya Mira kemudian saat Rianti terlihat selesai makan.

"Maksud ibu gimana, aku nggak ngerti. Seperti yang ibu lihat, aku baik-baik saja. Sehat jasmani rohani, tidak kekurangan suatu apapun.

"Bukan gitu maksud ibu Ti. Ibu, eeeeh, soal Aisyah, kamu nggak kepikiran cari pendamping hidup seperti Aisyah. Kamu udah 25 tahun Ti. Udah waktunya berumah tangga. Kuliah adikmu juga tinggal beberapa bulan lagi. Setelah Rafi lulus, ibu harap kamu berpikiran untuk menikah."

Rianti kini mengerti kegundahan yang di rasakan oleh kedua orang tuanya. Rupanya mereka kasihan padanya karena hidupnya bertolak belakang dengan Aisyah, padahal mereka seumuran. Jujur saja, Rianti tidak pernah ingin membanding-bandingkan nasibnya. Ia cukup bersyukur keluarganya hidup berkecukupan selama ini.

"Bu, Yah, nggak usah mikir macem-macem. Aku akan nikah, tapi nanti. Setelah ketemu jodoh yang tepat. Aku nggak mau nikah hanya karena keduluan orang lain. Menikah itu seumur hidup, bukan bahan percobaan atau balapan. Jadi, ayah sama ibu nggak usah kebanyakan pikiran oke. Biar aku juga tenang kerjanya."

Ayah dan ibunya mengangguk, meskipun kelihatan terpaksa. Tidak ada yang bisa mereka lakukan karena mereka juga jadi beban Rianti. Tidak enak juga memaksa Rianti karena anak gadis mereka juga punya keinginan sendiri untuk masa depannya.

"Ya udah Yah, Bu, aku berangkat dulu. Mungkin hari ini pulang agak malam, gantiin teman."

Rianti kemudian berangkat karena ojol sudah menunggu di depan rumahnya. Setengah jam kemudian, ia sudah sampai. Rianti segera masuk ke ruang ganti dan mengganti pakaiannya dengan seragam kerja.

Rianti dan beberapa orang temannya bersih-bersih di lantai tiga. Tidak ada masalah berarti. Dan seperti sudah terbiasa, Rianti mendapati kamar bekas peperangan pasangan pengantin baru. Ia mendesah, kemudian mulai menyingkap sprei dan bedcover.

Setelah selesai membersihkan kamar itu, Rianti keluar dan membersihkan kamar yang lain. Rutinitas melelahkan yang mau tidak mau ia nikmati hingga sekarang. Meskipun di tertawakan oleh keluarga besarnya, setidaknya Rianti tidak mengemis batuan pada mereka.

Hari ini, ia harus bekerja sampai malam karena salah satu temannya ada yang pulang lebih sore. Mereka sering bergantian shift ketika salah satu ada acara. Dan Rianti tidak keberatan. Toh, di rumah sudah ada adiknya.

Setelah menyelesaikan pekerjaannya, Rianti pergi ke pantry. Ia menyeduh kopi agar tidak mengantuk dan bisa pulang dengan selamat. Tidak enak juga jika manager hotel kemari dan ia dalam keadaan tertidur.

Ketika sudah menghabiskan separuh kopinya, Rianti terkejut ketika manager tiba-tiba masuk ke pantry dan mencarinya.

"Eh, Bu Sonya, ada apa?"

"Rianti, ada tugas dadakan ini. Kamar 304, VVIP, tolong kamu bersihkan ya. Takutnya weekend besok ada bos besar yang booking."

"Oke Bu." Rianti langsung menandaskan kopinya kemudian mengambil peralatan bersih-bersih. Ia berjalan santai menuju kamar yang tadi disebutkan Bu Sonya.

Sesampainya di kamar itu, Rianti segera bersih-bersih. Tidak begitu melelahkan karena sepertinya yang baru memakai hanya sendiri atau bukan pasangan yang habis berperang. Jadi, Rianti hanya bersih-bersih ringan.

Ketika menatap jendela kamar, Rianti terpesona oleh pemandangan indah yang tersaji di hadapannya. Suasana malam yang gemerlapan tampak sangat indah dilihat dari jendela. Ia meletakkan alat-alat kebersihannya, kemudian berjalan menuju jendela.

Menatap gemerlapan lampu ibukota membuat Rianti sejenak melupakan permasalahan hidupnya. Matanya berkaca-kaca. Sejak ayahnya sakit, ia bekerja siang malam seperti mesin. Bahkan tidak punya waktu untuk dirinya sendiri. Menatap bintang dan gemerlapan lampu, ia menyentuh kaca seolah bintang itu ada di hadapannya. Kebahagiaan kecil seperti ini, terasa begitu berarti baginya yang tidak pernah sempat merasakan ramainya hiruk pikuk dunia malam.

Saking terpesonanya melihat pemandangan malam, Rianti bahkan tidak menyadari saat pintu kamar hotel dibuka seseorang. Si pembuka pintu itu berjalan sempoyongan ke arah Rianti. Tersenyum miring, pria tinggi besar itu tiba-tiba meraih tubuh kecil Rianti, kemudian memanggulnya seperti sekarung beras.

Rianti Dan Sang Jenderal ( On Going )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang