Part 8

2.5K 166 4
                                    

Rianti benar-benar tidak menyangka masa depannya akan hancur malam ini. Ketika tengah membersihkan kamar hotel VVIP dan tengah menikmati pemandangan malam dari kamar jendela, tubuhnya tiba-tiba di raih dan perkosa secara brutal oleh pria bertubuh gagah yang lebih mirip seorang tentara.

Entah dari mana pria itu berasal, Rianti tidak tahu. Kapan masuknya pria itu ke dalam kamar, Rianti juga tidak tahu. Ia kaget saat tiba-tiba pria itu memanggulnya, membanting tubuhnya, kemudian mengikat kedua tangannya ke kepala ranjang dan memperkosanya dengan brutal.

Pria itu membolak-balikkan tubuhnya sesuka hati, memasukinya dengan kasar hingga Rianti tidak tahu kapan pria itu berhenti karena ia sudah pingsan. Rianti sadar ketika jam sudah pukul 3 pagi. Ia menangis lalu memunguti pakaiannya. Tanpa menatap wajah pria pemerkosa itu, Rianti keluar dari kamar VVIP tempatnya di rudapaksa.

Rianti tertatih-tatih sambil membawa alat bersih-bersih miliknya. Sesekali ia mengusap air matanya. Tidak menyangka hidupnya yang selama ini tidak beruntung, semakin apes tidak karuan malam ini. Dulu, di pikirannya meskipun tidak punya apapun yang bisa ia berikan pada calon suaminya kelak, setidaknya ia masih perawan. Namun sekarang, semuanya hancur. Entah siapa bajingan yang tega melakukan ini padanya. Rianti akan melaporkan hal ini pada polisi.

Setelah meletakkan semua peralatan bersih-bersihnya, Rianti segera memesan taksi online untuk pulang. Ia harus pulang dan segera dan melaporkan hal ini pada polisi sebelum semua bukti visum hilang. Setelah sampai rumah, ia segera masuk dan berniat menyuruh adiknya mengantarkannya ke kantor polisi. Namun, begitu tiba di ruang tamu, langkahnya terhenti seketika.

"Sudahlah Bu, jangan terlalu banyak pikiran. Omongan mereka jangan terlalu dipikirkan. Nanti ibu sakit sendiri. Rianti kan sudah bilang, dia memang belum ingin menikah. Jangan dengarkan omongan istrinya Zein. Dia memang julid dan tukang pamer. Jangan sampai Rianti dengar, nanti dia tambah pikiran."

Langkah Rianti di ruang tamu terhenti mendengar percakapan kedua orang tuanya di lantai ruang tengah. Ia termenung, menghentikan langkahnya dan mematung di depan pintu yang menghubungkan ruang tamu dan ruang tengah.

"Omongannya seolah-olah putri kita tidak laku saja, Yah. Malah sekarang semenjak punya calon mantu tentara, semakin belagu saja dia. Ke sini cuma mau pamer hasil panen sawah sama pamer calon mantu. Padahal dulu ayah yang kerja keras bantu kakek dan nenek beli sawah dan kebun. Sekarang ayah nggak di kasih apa-apa sama sekali. Cuma di pamerin."

"Nggak apa-apa Bu. Ayah bersyukur bisa bersama ibu. Anak-anak kita sehat dan baik-baik. Tidak usah terlalu di pikirkan omongan orang. Kita tahu sendiri kalau Rianti cantik, banyak yang suka. Tapi memang belum cocok saja."

"Tapi kesannya keluarga ayah kayak ngetawain kita Yah. Ibu kesal. Apalagi semenjak Aisyah dapat calon suami tentara, Rianti kayak semakin nggak di pandang sama sekali. Di remehin, di sindir sana sini karena belum nikah."

"Sudahlah Bu. Nggak usah di dengarin. Yang penting Rianti nggak dengerin hal itu. Ayah yakin suatu saat ada jodoh yang baik buat putri kita yang yang berharga. Selama ini Rianti selalu menjaga dirinya agar tidak terlibat hal-hal yang buruk, bekerja keras dan membanggakan kita sekeluarga. Kita sebagai orang tua seharusnya mendukung apapun pilihannya. Nggak usah karena omongan orang, kita desak Rianti buat nikah sama pria yang bukan pilihannya."

Mendengar obrolan kedua orang tuanya, Rianti menghapus air mata yang tiba-tiba mengalir di kedua pipinya. Hatinya sakit seperti di sayat. Selama ini ayahnya begitu membanggakannya, bagaimana jika ayahnya sampai tahu ia sudah di perkosa. Hati ayahnya pasti hancur dan ibunya pasti akan tertekan. Keluarganya akan semakin di gunjing dan ia akan semakin terlihat tidak berharga.

Tidak. Itu semua tidak boleh terjadi. Keluarganya akan menanggung malu jika sampai semua ini terbongkar. Dan Rianti juga tidak tahu siapa pria yang memperkosanya. Pada siapa ia akan meminta pertanggungjawaban. Belum lagi jika pria itu sudah beristri, Rianti pasti di tuduh pelakor. Mengingat pria yang memperkosanya bukan pria muda lagi. Pria itu terlihat seperti pria berusia matang yang sudah beristri.

"Ti, kamu udah pulang." Rianti tersadar dari lamunannya saat sang ibu memanggilnya. Ia segera tersenyum palsu agar kedua orang tuanya tidak curiga.

Rianti sudah memutuskan, ia kan melupakan kejadian mengerikan itu dan akan melanjutkan hidupnya seolah tidak terjadi apa-apa, demi kedua orang tuanya. Rianti tidak mau ayahnya syok dan penyakitnya bertambah parah jika tahu ia jadi korban pemerkosaan. Belum lagi gunjingan-gunjingan akan di layangkan padanya. Rianti tidak siap menghadapinya.

"Rianti baru pulang Bu. Ngomong-ngomong, kenapa ayah sama ibu bangun jam segini?"

"Oh, itu, tadi ibu shalat malam. Ayahmu juga ikut. Jadi kami shalat berjamaah. Menanti subuh kami berbincang-bincang di sini. Kamu jam segini kok udah pulang. Biasanya pagi."

"Ada yang udah gantiin Bu. Karena capek, Rianti memutuskan langsung pulang aja dan mau langsung tidur setelah subuh."

"Ti."

"Iya Yah."

"Lain kali jangan di ulangi. Pulang jam segini sangat rawan. Lebih baik nunggu pagi sekalian. Ayah sama ibu juga nggak tenang kalau kamu pulang dini hari begini."

"Iya Yah. Rianti nggak akan mengulanginya lagi. Rianti masuk kamar dulu ya Yah, Bu."

Kodir dan Mira mengangguk. Rianti kemudian menuju kamarnya dan langsung mandi. Rianti menggugu di bawah shower sambil memeluk tubuhnya. Sungguh ia benar-benar ketakutan. Pria biadab yang mabuk itu memperkosanya dengan keji. Rianti sangat ketakutan sekarang. Ia terus menangis sambil menggosok-gosok tubuhnya yang tadi terus disentuh sana sini oleh bajingan itu.

Setelah menangis dan menggosok-gosok tubuhnya selama setengah jam, Rianti keluar dari kamar mandi. Ia segera memakai kaos dan celana training lalu bersiap untuk tidur. Namun sepertinya ia cukup kesulitan tidur karena bayangan pria itu bergerak di atas tubuhnya masih terbayang-bayang di matanya. Rianti ketakutan. Pria tinggi besar itu benar-benar menakutkan.

Rianti tengkurap sambil menutupi wajahnya dengan bantal lalu menangis sesenggukan. Ia tidak ingin keluarganya mendengar isakannya. Hatinya gundah dan bingung. Apakah keputusannya untuk merahasiakan hal mengerikan ini benar? Bagaimana kalau suatu saat malah menjadi blunder?

Tapi, mengingat semua yang terjadi di keluarganya, mungkin saat ini diam adalah yang terbaik. Kedua orang tuanya sudah sangat mencemaskan keadaannya. Jika sampai tahu Rianti di perkosa. Ia takut ayahnya tidak sanggup menanggung aib mengerikan ini dan malah meninggalkan mereka sekeluarga. Jadi, mungkin saat ini diam adalah solusi terbaik untuk seluruh keluarganya.

Rianti Dan Sang Jenderal ( On Going )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang