Part 18

1.7K 150 9
                                    

Rianti dan semua keluarganya tertunduk lesu di ruang tamu. Setelah kejadian pemecatan yang di alaminya, Rianti tidak bisa menutupi hal ini lagi dari keluarganya. Di tambah, minggu ini ia harus wawancara pekerjaan barunya. Keluarganya otomatis tahu jika ia diberhentikan. Apalagi setelah mendengar perkataan Rianti tentang pria asing yang memperkosanya, keluarganya syok bukan main dan seketika terdiam karena tidak tahu harus bagaimana.

Siapa yang tidak takut jika berurusan dengan para petinggi negara. Apalagi latar belakang pria itu dipastikan dari kalangan militer melihat bagaimana para tentara itu membersihkan TKP pasca kejadian. Ditambah lagi, postur gagah dan tegap pria itu, tidak heran jika pemerkosa itu adalah tentara.

"Ti."

"Iya Bu."

"Apa tidak ada keadilan untuk orang miskin seperti kita? Kamu diperkosa, tapi kenapa kita tidak bisa mendapatkan keadilan. Kenapa kita malah seperti pelakunya." Mira kembali menggugu. Putrinya kehilangan kehormatannya. Suara-suara sumbang mulai terdengar di luar, menyebut Rianti adalah wanita panggilan. Sungguh, hati Mira sangat sakit mendengarnya. Di tambah kenyataan tentang pemerkosa adalah orang kalangan atas, membuat mereka sekeluarga semakin tidak bisa berkutik dibuatnya.

Apakah Rianti akan menanggung aib ini sendirian seumur hidupnya? Jika begitu, alangkah tidak adilnya kehidupan ini. Rianti sudah mendapatkan ketidakadilan sedari kecil. Dikucilkan keluarga ayahnya, dan harus mati-matian mencari nafkah di usia belia setelah ayahnya sakit. Kini, kehidupan semakin kejam dengan menitipkan bayi yang tidak bersalah ke dalam perutnya. Ya Tuhan, dosa apa yang pernah di lakukan Mira hingga putrinya bernasib semalang ini.

"Kita nggak bisa berbuat banyak Bu. Mereka sudah mengantisipasi semuanya. Semua cctv hotel sudah di rusak semenjak kejadian itu. Kita tidak punya barang bukti apapun. Dan aku takut jika kita melapor, malah Rianti yang akan di penjara karena tidak punya bukti. Rianti bahkan tidak tahu siapa pria itu."

"Bukannya pihak hotel bisa memeriksa tamu yang menginap tanggal itu Kak?"

"Jika pria itu orang biasa, sudah pasti bisa Raf. Banyak buktinya. Tapi, pihak hotel sudah dibungkam. Mereka bahkan menyarankan kakak untuk diam agar selamat."

Semuanya kembali terdiam. Sudah jadi rahasia umum jika hukum di negara ini tergantung uang. Apalagi jika berhadapan dengan para petinggi. Rakyat kecil seperti mereka hanyalah nyamuk yang bisa dibasmi kapanpun mereka mau.

"Jadi, kita harus diam dan menanggung aib ini sendirian?"

"Bu, ini anakku. Bagaimanapun, aku akan tetap merawatnya. Ayahnya tidak menginginkannya. Tapi, aku akan tetap menyayanginya agar ia tidak menyesal telah lahir ke dunia lewat rahim wanita miskin sepertiku. Aku akan membahagiakannya semampuku meskipun kelak mungkin cibiran tidak akan luput dari kehidupannya."

Kodir terdiam. Ia berusaha menetralisir rasa sesak di dadanya melihat nasib putrinya yang mengenaskan. Bagaimana mungkin gadis sebaik Rianti yang tidak pernah mengeluh, bisa bernasib seapes ini.

"Ya sudah. Kita istirahat dulu. Besok kita pikirkan bagaimana tindakan kita selanjutnya. Ini sudah jam 8 malam, biarkan Rianti beristirahat."

Mira dan Rafi mengangguk. Mereka berempat hendak beranjak ke kamar untuk beristirahat. Namun, ketika akan meninggalkan ruang tamu, suara mobil yang berhenti di halaman rumah mereka membuat keempat orang itu mengernyit heran. Siapa yang malam-malam begini bertamu. Ketakutan langsung menyergap hati Rianti. Takut-takut jika yang datang itu adalah tentara suruhan si pemerkosa.

"Kodir!! Buka pintunya!!" Suara nenek Kumala membahana memekakkan telinga. Rianti, Rafi dan kedua orang tuanya saling pandang. Malam-malam begini untuk apa neneknya kemari. Dan mendengar suaranya yang keras, mereka yakin Kumala kemari bukan untuk bicara baik-baik.

"Kodiiir!! Cepat buka pintunya!!"

Suara ketukan pintu dan suara membahana Kumala membuat Rafi segera berlari untuk membukakan pintu. Ia takut suara menggelegar Kumala membangunkan seluruh tetangga mereka.

Begitu Rafi membukakan pintu, Kumala masuk dengan wajah berapi-api. Di iringi Bude Darmi, Tante Nurul dan Paman Hasyim suaminya, serta Paman Zein dan Tante Nisa.

Semua orang pembuat onar masuk ke ruang tamu tanpa menghiraukan Rafi yang kebingungan. Mereka langsung menatap tajam pada Rianti yang berdiri dengan wajah pucat di samping ibunya.

"Nenek sudah dengar semuanya Rianti. Keterlaluan kamu. Sok-sokan kerja, tapi malah hamil sama orang nggak jelas. Kamu pikir nenek nggak malu berita ini tersebar kemana-mana. Orang-orang bilang kamu wanita panggilan. Seorang cucu keluarga Atmajaya jadi wanita panggilan. Nenek benar-benar tidak punya muka keluar rumah!!"

"Bu, siapa yang bilang Rianti wanita panggilan? Putriku tidak seburuk itu Bu."

"Kodir, mana ada wanita baik-baik hamil diluar nikah. Sekarang ibu tanya, siapa yang menghamili Rianti? Kamu nggak tahu kan!!"

"Bu, Rianti itu diperkosa. Ini musibah Bu. Tolong jangan menghakimi putriku seperti ini. Rianti wanita baik-baik, tolong ibu jangan memojokkannya seperti itu."

"Dengar Kodir, tidak ada orang yang akan percaya bahwa Putrimu diperkosa. Mereka tahu putrimu bekerja di hotel. Kamu tahu kan anggapan orang-orang bagaimana. Sekarang bapakmu sakit memikirkan nama baik keluarganya tercoreng seperti ini."

"Nek, cukup! Kalau nenek ke sini cuma buat maki-maki kakak saya, sebaiknya nenek pulang. Kakak saya terkena musibah. Jika tidak ingin membantu, setidaknya jangan menambah beban pikirannya. Sebaiknya nenek dan anak-anak nenek pergi dari rumah kami sekarang juga."

Kumala menatap Rafi berang. Ia mendekati cucu miskinnya itu dan menunjuk-nunjuk wajahnya.

"Anak bau kencur, beraninya kamu ngomong gitu sama orang tua. Nggak tau adab, nggak tahu nggak unggah ungguh. Inilah dulu sebabnya Ibu melarang kamu nikah sama anak buruh itu Kodir. Lihatlah anak-anak kamu, yang satu nggak punya adab, yang satu jadi aib keluarga. Coba lihat Aisyah, sudah hafidz Qur'an, sekarang di nikahi tentara dari keluarga ningrat. Makanya sama orang tua itu yang nurut, jangan membangkang kalau nggak mau begini jadinya. Kualat sama ibu kamu Kodir!!"

Mira dan Rianti menangis tersedu-sedu. Kodir hanya menunduk sedih, sedangkan Rafi geram bukan main. Bisa-bisanya neneknya berkata seperti itu padahal keluarganya tengah terkena musibah. Benar-benar tidak punya hati.

"Sekarang, dengarkan ibumu ini Kodir. Sekali ini saja kamu nurut sama ibu. Tadi, Ibu, bapakmu dan saudara-saudaramu sudah membicarakan masalah ini dan mencari solusinya. Agar tidak terus-menerus menjadi pergunjingan banyak orang, bapakmu memutuskan besok akan bernegosiasi dengan Pak Rahmat. Anak Pak Rahmat yang duda anak dua itu, si Anwar, bapakmu mau menjodohkan Anwar dengan Rianti. Nanti bapakmu akan memberikan kompensasi sawah satu petak dan lahan satu petak agar Anwar mau menikahi putrimu."

"Bu!! Jangan mengambil keputusan seperti itu. Rianti punya masa depan sendiri Bu, jadi jangan mengatur-ngatur putriku seperti itu."

"Masa depan apa? Dia sudah hamil diluar nikah, siapa pria yang mau menikahinya. Perawan saja tidak laku-laku apalagi sekarang hamil diluar nikah. Siapa yang mau menikahi. Sudah, kali ini turuti bapakmu. Biar kamu nggak kualat lagi."

Dan rasanya Rafi ingin sekali menghantam mulut kurang ajar neneknya dengan batu dari neraka. Bisa-bisanya keluarganya terkena musibah dan neneknya bicara seperti itu. Rafi memejamkan matanya, ia harus segera mengusir gerombolan cecunguk itu dari rumahnya agar rumahnya kembali damai dan seluruh keluarganya bisa beristirahat dengan tenang.

Rianti Dan Sang Jenderal ( On Going )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang