Part 16

1.9K 148 9
                                    

Rafi heboh saat tiba-tiba ada panggilan dari salah satu teman kakaknya. Wanita bernama Dini itu mengabari jika hari ini kakaknya tiba-tiba pingsan di tempat kerja. Sontak kedua orang tuanya ikut panik dan akhirnya mereka bertiga naik taksi menuju hotel tempat kakaknya bekerja.

Sesampainya di hotel, mereka segera ke salah satu ruangan khusus karyawan. Tampak di sana Rianti tengah berbaring lemas dengan beberapa karyawan di sampingnya. Dini, salah satu teman Rianti tampak mengolesi kening dan hidung Rianti dengan minyak kayu putih. Rafi dan kedua orang tuanya langsung syok, bahkan ibunya langsung menangis melihat kondisi putrinya yang menyedihkan.

"Kenapa keadaan anak saya begini? Rianti kenapa?" Mira sesenggukan sambil memeluk tubuh putrinya. Dini segera beranjak. Beberapa karyawan lain memilih keluar ruangan, menyisakan Dini dan Bu Sonya.

"Tadi kami satu team merayakan ulang tahun saya Bu Mira. Rianti juga ikut. Saat kami sedang berdoa, tiba-tiba Rianti berlari ke toilet, kami pikir Rianti ingin buang air. Tapi, ketika Rianti kembali ke ruangan tempat kami syukuran, tiba-tiba dia pingsan."

"Ya Tuhaaaan, kenapa tiba-tiba begini. Rianti banguuun."

"Kami sudah memanggil dokter Bu. Sebentar lagi dokter tiba."

Ibu Rianti masih terus menangis sambil mengelus rambut putrinya. Ayahnya duduk di kursi bersama Rafi. Sementara Bu Sonya dan Dini keluar untuk melihat dokternya sudah tiba atau belum.

Beberapa menit kemudian, Bu Sonya dan Dini tiba dengan seorang dokter wanita. Mira segera menyingkir agar dokter itu bisa memeriksa putrinya. Sejenak dokter itu mengernyit saat memeriksa nadi Rianti. Dokter itu kemudian membuka kaos bagian bawah Rianti dan memeriksa perutnya. Setelah memastikan keadaan Rianti, dokter itu menatap semua orang yang ada di sana.

"Keluarganya?"

"Kami keluarganya, bagaimana keadaan putri saya Dokter?" Kodir tampak cemas, ia segera berdiri untuk menghampiri sang dokter yang sudah selesai memeriksa putrinya.

"Keadaan putri Bapak baik-baik saja. Hanya mungkin kelelahan. Di tambah kondisi kehamilannya, seharusnya Bu Rianti lebih banyak istirahat. Saya akan meresepkan obat penguat kandungan dan vitamin. Tidak ada yang perlu di khawatirkan. Gejala seperti sangat wajar untuk wanita hamil."

Semua orang melongo mendengarkan keterangan dokter wanita itu. Rafi bahkan menepuk-nepuk telinganya, memastikan bahwa pendengarannya baik-baik saja. Mana mungkin kakaknya hamil sedangkan kakaknya belum menikah. Dan selama ini, Rafi tidak melihat kakaknya dekat dengan pria manapun.

"Dokter, bagaimana mungkin putri saya hamil. Mungkin Dokter salah periksa. Mohon periksa sekali lagi, barangkali Dokter salah."

Kodir tampak terguncang dengan pernyataan dokter itu. Ia tidak percaya Rianti hamil sebelum menikah. Putrinya gadis baik-baik. Mana mungkin Rianti berbuat zina hingga hamil. Kodir tidak percaya sama sekali.

"Maaf Pak. Saya sudah memastikannya berkali-kali tadi. Dan ya, putri Bapak sedang hamil. Untuk lebih jelasnya, nanti bisa diperiksakan ke dokter kandungan jika masih ragu. Kalau begitu saya permisi."

Setelah dokter itu pergi, Kodir dan Mira langsung lemas, begitupun Rafi dan Bu Sonya. Sementara dua rekan lainnya hanya berdiri kebingungan. Mira kemudian menangis tersedu-sedu, membuat Rianti yang tadinya pingsan terbangun. Ia mengernyit saat melihat keadaan di sekitarnya kacau. Rianti terduduk dan menatap kedua orang tuanya yang berpelukan sambil menangis dan Rafi yang menunduk bingung. Bu Sonya dan Dini juga menatap iba padanya.

"Yah, Bu, ada apa ini?"

Rianti mulai ketakutan. Jangan-jangan kedua orang tuanya mengetahui kehamilannya. Ya Tuhan, jangan sekarang. Rianti belum siap memberikan penjelasan. Ia juga bingung harus berkata apa pada rekan-rekannya.

Belum sempat Rianti mengatakan apapun lagi, ayahnya tiba-tiba pingsan. Ibunya berteriak histeris dan Rafi langsung sigap menahan tubuh ayahnya. Bu Sonya langsung menghubungi ambulans dan Dini langsung membantunya berdiri.

Suasana tangis menangis terus berlangsung hingga ambulans tiba. Ayah Rianti di bawa ke rumah sakit terdekat. Ayahnya langsung di tangani dokter sementara Rianti dan keluarganya menunggu dengan cemas di luar. Baik Rafi maupun ibunya tidak bertanya apapun pada Rianti karena sekarang bukan waktu yang tepat. Rianti dan ibunya terus menangis hingga dokter keluar dari ruangan gawat darurat. Rianti dan ibunya serta Rafi langsung menghampiri sang dokter.

"Dokter, bagaimana keadaan ayah saya? Tidak ada yang serius kan?"

"Begini Bu, keadaan ayah ibu sekarang sudah melewati masa kritis. Tapi, karena riwayat stroke-nya, akan sangat berbahaya jika mendapatkan tekanan dan syok. Sebaiknya pasien tidak mendengar hal-hal yang tidak penting yang bisa menambah beban pikirannya. Itu saran saya. Pasien sebentar lagi akan kami pindahkan ke ruang rawat inap."

"Terimakasih Dokter."

"Sama-sama Bu."

Rianti dan ibunya menghembuskan napas lega. Mereka bertiga terduduk lemas di kursi tunggu. Beberapa saat tidak ada yang saling bicara. Semua orang syok dan tidak tahu harus berkata apa. Namun, ketika ayahnya sudah di pindah ke ruang inap, ketiganya beranjak dan menyusul Kodir ke ruang inap.

Meskipun menggunakan fasilitas jaminan kesehatan dari pemerintah, untunglah kamar yang berkapasitas empat orang ini hanya Kodir yang menempati. Bisa di bilang mereka beruntung karena kamar lumayan luas.

Beberapa saat kemudian, Kodir sadar dan langsung mencari Rianti. Rianti sendiri sedang tidur karena kelelahan dan tidak ada yang berani membangunkan. Hingga Rianti terbangun dengan sendirinya karena suara ayahnya.

"Yah, ayah udah siuman?" Tanya Rianti sambil turun dari ranjang kosong yang ada di samping ayahnya. Ia segera menghampiri sang ayah yang sedari tadi terdengar mencarinya.

"Ti."

"Iya Yah."

"Itu semua nggak benar kan Ti. Kamu nggak hamil kan? Bagaimana bisa kamu tiba-tiba hamil? selama ini kamu kerja siang malam. Nyari nafkah untuk kita. Kok bisa tiba-tiba kamu hamil. Bagaimana itu bisa terjadi Rianti."

Rianti seketika mematung. Tidak tahu harus menjawab apa pertanyaan ayahnya. Ibunya menangis sesenggukan, sedangkan Rafi hanya menunduk, seperti merasa bersalah atas semua yang terjadi pada kakaknya.

"Katakan pada ayah, apa yang terjadi sebenarnya? Kamu tidak mungkin melakukan pekerjaan hina kan?"

"Nggak Yah. Rianti tidak pernah melakukan pekerjaan hina. Rianti bekerja keras siang malam demi keluarga kita meskipun hanya menjadi housekeeping. Uang yang Rianti dapatkan halal."

"Lalu kenapa kamu bisa hamil Ti? Sebenarnya apa yang terjadi?" Mira sesenggukan, rasanya saat ini seperti ada yang melempar kotoran tepat di depan wajahnya. Putri kebanggaannya hamil di luar nikah. Bisa ia bayangkan berbagai hinaan akan dilontarkan pada keluarga mereka.

"Rianti diperkosa Yah. Rianti diperkosa ketika sedang bersih-bersih hotel. Rianti diam saja karena nggak mau bikin Ayah dan Ibu kepikiran. Itu aib yang mengerikan."

Rianti ambruk di lantai. Ia menggugu, menyesali nasib sial yang lagi-lagi singgah di hidupnya. Setelah berbagai ketidakberuntungan di dalam hidupnya, kehamilan ini seolah melengkapi segalanya. Rianti benar-benar terpuruk sekarang.

"Jadi, kamu hamil akibat di perkosa?"

"Iya Bu. Rianti tidak tahu harus bagaimana. Untuk menggugurkan anak ini pun, Rianti tidak tega."

Rianti kembali menangis menggugu di lantai. Rafi segera bersimpuh memeluk kakaknya yang kini tampak sangat terguncang. Bagaimanapun selama ini kakaknya telah bekerja keras untuk membiayai kehidupan mereka. Jadi apapun yang terjadi, mereka tidak akan membiarkan Rianti menanggung masalah ini seorang diri.

"Sudah kak. Kakak tenang dulu. Setelah Ayah sembuh kita pikirkan masalah ini bersama-sama. Aku nggak akan membiarkan kakak melalui masalah ini sendirian." Ucap Rafi menenangkan. Rianti mengangguk meskipun masih menangis tersedu-sedu.

"Apa!! Jadi kamu hamil Ti."

Suara perempuan dari arah pintu mengejutkan mereka berempat. Mereka segera menoleh dan mendapati Bude Darmi dan Tante Nurul berdiri di depan pintu sambil menatap jijik ke arah keponakan perempuannya itu.

Rianti Dan Sang Jenderal ( On Going )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang