"Sebanyak ini Ti barang yang kamu bawa?" Mira duduk di tepi ranjang sambil menatap sedih pada koper besar yang di bawa Rianti. Hari ini putrinya akan pergi ke rumah majikan barunya, bekerja sebagai babysitter dan menginap di sana. Sejujurnya Mira tidak tega dan kasihan, tapi mau bagaimana lagi. Mereka sangat membutuhkan uang dan Mira tidak bisa bekerja karena harus mengurus Kodir.
"Iya Bu. Soalnya kan nginep. Jadi emang semua yang aku butuhkan aku bawa. Tempatnya lumayan agak jauh, jadi daripada bolak-balik sana sini lebih baik bawa yang banyak sekalian."
"Gajinya besar ya?"
"Lumayan bu, daripada menjadi housekeeping hotel menurutku lebih besar yang ini. Dan pekerjaannya juga lebih beresiko menjadi housekeeping hotel yang terkadang harus kerja malam."
"Anaknya rewel apa nggak?"
"Nggak tahu Bu, kemarin aku belum ketemu. Anaknya perempuan, masih mending daripada anak laki-laki yang suka tantrum. Kalau anak laki-laki sih aku berpikir dua kali. Takut juga kalau lagi hamil disuruh lari-lari kejar anak tantrum."
"Semoga aja anaknya nggak nakal ya Ti. Ngeri juga kalau anaknya nakal bapaknya jenderal. Jangan-jangan nanti kalau ada apa-apa, kamu yang disalahin."
"Nggak usah berpikir macam-macam dulu Bu. Kita jalani aja dan mudah-mudahan Tuhan memberikan kelancaran. Aku berangkat dulu ya Bu, Rafi udah nunggu di depan."
Mira mengangguk. Ia kemudian mengantarkan putrinya menuju gerbang rumah bersama suaminya. Rafi sudah bersiap dan taksi yang mereka pesan pun sudah tiba. Rafi dan Rianti menaiki taksi tersebut di iringi lambaian tangan kedua orang tua mereka.
Setengah jam kemudian, taksi sudah sampai. Rafi tampak berperangah saat melihat rumah mewah yang akan menjadi tempat kerja kakaknya. Rumah bernuansa hijau itu benar-benar mewah dan besar, pemiliknya pasti jenderal kaya raya.
"Kak, pasti pemiliknya kaya raya ya, rumahnya saja seluas ini."
"Pastinya Raf. Kalau nggak kaya mana kuat bayar babysitter."
Rafi memutar bola matanya kemudian keluar dari taksi dan membukakan pintu untuk kakaknya. Setelah berpamitan ala kadarnya Rianti masuk ke dalam gerbang yang sudah dibukukan oleh satpam. Ia sudah disambut oleh Bi Sarah di depan pintu ruang tamu.
"Syukurlah kamu tepat waktu, Cia belum berangkat ke sekolah. Jadi kamu bisa sekalian kenalan sama Cia." Ucap Sarah sambil membantu Rianti mendorong kopernya.
"Jadi namanya Cia ya Bi. Kemarin aku sampai lupa nanya."
"Iya, namanya Cia. Dia anak yang baik. Tidak pernah rewel meskipun tidak punya ibu sejak kecil. Jenderal Ethan mengasuhnya dengan sangat baik. Meskipun ya, harus gonta-ganti pengasuh."
Bi Sarah mendorong koper memasuki kamar Rianti. Wanita itu menaruh koper di samping ranjang dan membukakan lemari untuk Rianti.
"Semua bajumu letakkan di sini saja. Tapi sebelum itu kita keluar sekarang untuk menyapa Jenderal Ethan dan putrinya. Kau harus berkenalan dengannya. Tugasmu dimulai ketika dia pulang sekolah nanti, sebelum itu kau bisa menata kamar ini dan merapikan pakaianmu."
"Baik Bi."
Setelah memberikan pengarahan panjang lebar pada Rianti, akhirnya keduanya keluar dari kamar Rianti. Mereka berjalan menuju meja makan dengan jantung Rianti yang berdebar-debar tidak karuan. Sejujurnya ia cukup kesulitan mengatasi traumanya pada Jenderal Ethan. Ketakutan-ketakutan di malam pria itu merudapaksa dirinya masih teringat jelas dibenak Rianti. Namun karena kemungkinan Jenderal Ethan tidak mengingatnya, hati Rianti bisa sedikit tenang.
"Selamat pagi Cia cantik." Sarah langsung menyapa Cia yang sudah berdandan cantik dan duduk manis di meja makan. Sedangkan Jenderal Ethan sudah terlihat rapi meskipun tidak mengenakan seragam. Hari ini weekend dan kemungkinan pria itu tidak bertugas.
"Pagi Bi Sarah." Sapa Cia ramah. Bi Sarah mengelus penuh kasih sayang rambut lurus Cia yang sudah rapi dengan kepangan di kiri dan kanan. Cia terlihat sangat cantik dan imut.
"Cia, ini pengasuh baru Cia, namanya mbak Rianti." Cia menoleh menatap pengasuh barunya dengan tatapan menilai.
"Cia, kenalan sama mbak yang baru." Perintah Ethan yang langsung diangguki oleh putrinya.
Cia berdiri kemudian berjalan menuju Rianti. Gadis kecil yang tampak masih kebingungan itu akhirnya mengulurkan tangan pada Rianti.
"Kenalin mbak, namaku Cia, Florencia Ayana Thahir." Rianti tersenyum, kemudian membalas uluran tangan Cia.
"Rianti, Rianti Salmafina."
"Nama yang cantik ya Pa."
Ethan mengangguk sambil memakan roti selai favoritnya. Cia juga segera duduk kembali dan meneruskan makannya.
"Ya sudah Tuan, Nona Cia, saya dan Rianti ke belakang dulu. Rianti masih harus beres-beres."
Ethan mengangguk singkat, sementara Cia tersenyum manis. Keduanya kemudian berlalu dan kembali ke kamar Rianti. Meskipun sudah sangat bersih, bagaimanapun juga Rianti harus menatanya lagi agar terlihat rapi.
"Baiklah Rianti, kau tata ulang saja kamarnya. Kau mulai bekerja saat nanti Non Cia pulang sekolah. Karena kau sudah paham, aku pergi dulu untuk mengawasi para pelayan."
Rianti mengangguk pada Bi Sarah. Wanita itu kemudian keluar dari kamarnya dan Rianti mulai menata baju-bajunya di lemari besar yang disediakan di kamar ini. Buruknya, kenapa kamar ini harus dekat dengan kamar Sang Jenderal.
Mengingat jenderal Ethan, tiba-tiba jantung Rianti berdebar-debar. Bukan berdebar-debar penuh cinta, tapi berdebar-debar ketakutan. Ia masih ingat jelas bagaimana kekuatan pria itu sangat mengangkat tubuhnya seperti tanpa beban. Juga sangat pria itu memaksanya. Tenaganya sangat kuat dan membuat Rianti ketakutan.
Demi Tuhan pria itu benar-benar menakutkan. Memperkosa sembarang orang dan mengancamnya. Jika tahu tempat kerjanya adalah rumah orang yang memperkosanya, tentu saja Rianti akan menolak mentah-mentah bekerja di tempat ini. Dia akan memilih mencari pekerjaan di tempat lain.
Namun sekarang itu tidak akan mudah. Ia pasti akan dicurigai jika tiba-tiba mengundurkan diri sebelum mulai bekerja. Rianti takut Ethan akan menyelidiki latar belakangnya dan tahu bahwa wanita yang diperkosa malam itu adalah dirinya.
Sungguh Rianti benar-benar dilema. Ia berdoa dalam hati, semoga Ethan tidak pernah mengingatnya sama sekali. Dan Rianti akan membesarkan anaknya sendirian tanpa campur tangan pria yang mengerikan itu dalam hidupnya. Anaknya akan bersamanya tanpa harus tahu jika ia tidak pernah diinginkan oleh ayahnya sendiri.
Suara ketukan pintu menyadarkan lamunan Riyanti yang tengah duduk di depan lemari. Ia segera menggelengkan kepalanya dan bergegas membuka pintu kamar. Pasti Bi Sarah yang ingin menyampaikan sesuatu padanya.
Namun, pada saat pintu terbuka, mata Rianti membelalak seketika. Di depan pintu kamarnya, Jenderal Ethan berdiri gagah di sana, menatapnya tajam, dan membuat seluruh tubuh Rianti lemas seketika.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rianti Dan Sang Jenderal ( On Going )
RomanceBest seller 21+ Rianti tidak menyangka, hidupnya yang selama ini selalu di naungi ketidakberuntungan karena di kucilkan oleh keluarga ayahnya, kini bertambah sial ketika secara tidak sengaja ia di perkosa oleh orang asing saat bekerja sebagai house...