Part 3

2.6K 167 15
                                    

Ganti judul ya ges. Takutnya Raped by general nggak bisa masuk Google. Di karya karsa sudah ada Full Version dan per part nya. Yang mau beli di google, sabar ya.

Happy reading 🥰

Seorang pria gagah berseragam loreng berjalan di iringi beberapa anak buah berseragam sama di belakangnya. Melewati lorong menuju ruangannya, pria berwajah dingin itu mendapatkan hormat dari beberapa anak buah yang berpapasan dengannya. Hingga sampai di ruangannya, para anak buahnya menunggu diluar, pria itu masuk ke dalam ruangannya lalu membuka topi loreng yang ia kenakan.

Brigadir jenderal Ethan Arsenio Thahir, seorang jenderal muda yang berprestasi. Ayahnya jenderal Dewangga Arsenio Thahir seorang purnawirawan jenderal TNI sekaligus mantan panglima TNI pada masanya. Ia anak sulung dari tiga bersaudara. Latar belakang keluarga dan prestasi Ethan yang kerap di kirim ke daerah konflik, membuat pangkatnya cepat naik. Bahkan menjadi jenderal termuda di usia yang belum genap empat puluh tahun.

Ethan seorang duda satu anak. Ia menikah dengan almarhumah Rosali, adik kelasnya saat SMP. Ayah Rosali  adalah menteri pertahanan sekarang. Mereka saling mencintai dan dengan sabar menanti buah hati selama tujuh tahun. Namun naas, Rosali mengembuskan napas terakhir saat melahirkan putri mereka karena pleklamsia.

Hingga saat ini umur putrinya sudah empat tahun, Ethan belum berencana menikah meskipun keluarga besarnya mendesaknya. Ethan sangat mencintai Rosali. Sangat sulit menggantikan posisi Rosali di hatinya. Dan Ethan juga tidak mau menikah dengan wanita yang tidak menyayangi Florencia. Baginya, Cia adalah segalanya. Menikahinya, juga harus sepaket dengan menerima Cia di dalam kehidupan mereka.

Meskipun selama ini banyak wanita yang terang-terangan tertarik padanya, namun Ethan belum menemukan yang benar-benar tulus terhadap Cia. Kebanyakan dari mereka hanya menginginkan status sebagai nyonya Ethan saja. Adiknya Rosali, Rosiana yang berusia jauh di bawahnya dan juga menyayangi Cia, namun sama sekali belum menyentuh hatinya.

Ethan baru saja mendudukkan tubuhnya saat suara ponsel mengalihkan tatapannya. Rupanya panggilan video. Wajah yang semula dingin itu seketika menghangat melihat nama pemanggil yang tertera di ponselnya. Tanpa menunggu waktu lama, pria itu segera mengangkatnya.

"Papa!!" Suara cempreng gadis kecil dari seberang membuat Ethan langsung tersenyum lebar.

"Ada apa sayang? Bukankah tadi kita baru saja sarapan bersama. Kenapa sudah menelpon papa?"

"Papa, tenyata ini hari spenin. Aku tidak mau sekolah."

"Tidak sekolah? Ada apa? Apa ada virus disekolahmu setiap hari Senin?"

"Bukan begitu Papa. Setiap hari senin selalu ada pelajaran menyanyi di sekolah, aku tidak suka. Aku malu, suaraku jelek." Ethan mengembuskan napas berat, putrinya memang bukan tipe anak yang percaya diri. Apalagi jika harus menyanyi. Sebenarnya suara Florencia tidak jelek, hanya sedikit serak. Namun Cia panggilan akrabnya, sudah sangat tidak percaya diri karena hal itu. Alhasil, setiap hari senin dan kamis, Cia ogah-ogahan bersekolah.

"Cia sayang, bagus jeleknya suara Cia, yang penting Cia percaya diri. Anggap saja Bu guru dan teman-teman Cia yang melihat adalah rumput yang bergoyang. Jadi, Cia bisa bebas menyanyi, seperti saat sama papa di rumah." Gadis cilik itu murung, membuat Ethan tersenyum tipis.

"Tapi teman-teman Cia mengejek Cia. Katanya suara Cia jelek. Cia malu Papa."

"Cia sayang. Mereka itu sebenarnya iri pada Cia. Cia cantik dan pintar. Makanya mereka mengejek Cia agar Cia tidak percaya diri."

"Tapi Cia tetap saja malu Papa." Cia terlihat cemberut, ia menunduk, membuat sang papa menghembuskan napas berat.

"Begini sayang. Kalau Cia mau sekolah. Akhir pekan ini, kita nonton di bioskop film favorit Cia. Bagaimana? Cia mau?" Cia langsung mendongak, menatap berbinar pada sang papa.

"Benarkah papa? Papa sedang tidak ada tugas."

"Papa sedang tidak bertugas, jadi bisa menemani Cia."

"Horeeee!! Ya sudah papa, Cia berangkat sekolah dulu."

Panggilan tiba-tiba dimatikan tanpa menunggu persetujuan Ethan. Ternyata membujuk Cia cukup mudah. Dalam hati Ethan merasa bersalah. Mungkin selama ini ia sangat sibuk hingga kurang meluangkan waktu untuk putrinya. Ia orang tua tunggal. Karena tugas negara, Ethan sering kali menitipkan Cia pada kedua orang tuanya.

Mungkin setelah ini Ethan juga harus mempertimbangkan memberikan seorang ibu pada Cia. Sejauh ini, belum ada sama sekali yang berkenan dihatinya. Cia juga agak kesulitan akrab dengan orang lain selain keluarganya. Dengan keluarga almarhumah istrinya pun, Cia juga kurang dekat. Kasihan jika sampai ia salah memberikan seorang ibu pada Cia.

Suara deringan ponsel dari atasannya membuyarkan lamunan Ethan. Ia segera mengangkat panggilan itu karena khawatir ada keadaan yang darurat.

"Jenderal Ethan."

"Siap Pak."

"Aku ingin mengabari, lusa malam ada pertemuan di istana negara. Perintahkan beberapa anak buahmu untuk membantu mengamankan pertemuan. Kita tidak tahu apa yang akan terjadi. Menjelang pemilu, biasanya akan banyak intrik politik. Kita jaga netralitas kita. Tapi, kau tahu sendiri bukan, ada beberapa orang yang menginginkan kita tersingkir. Jadi, aku harap tidak ada skandal yang bisa mencoreng reputasi kita."

"Siap Pak. Saya akan berusaha sebaik mungkin memberikan pengamanan."

"Jangan lupa, ada oknum-oknum yang ingin nama kita buruk. Itu yang wajib kita waspadai. Itu saja yang ingin aku kabarkan. Aku tutup panggilannya."

"Siap."

Panggilan terputus. Syukurlah waktu yang ditentukan untuk berkumpul di istana negara bukan akhir pekan. Jadi, ia tetap bisa mengajak putrinya jalan-jalan. Ethan merogoh sesuatu dari laci mejanya. Di sana ada foto Rosali dan dirinya. Di foto itu, Rosali sedang hamil. Kehamilan yang mereka nantikan selama bertahun-tahun. Ethan tidak menyangka, ternyata Rosali merahasiakan bahaya di balik kehamilannya.

Kerena sangat menginginkan seorang anak, bahkan Rosali nekat mempertaruhkan nyawanya. Sebuah keputusan yang tentu saja akan Ethan tentang seandainya saja ia tahu. Ia sangat mencintai Rosali, namun apa daya, ternyata cinta itu tidak membuat mereka bersama sampai tua.

Ethan menaruh kembali foto itu ke laci meja. Ia berdiri, kemudian keluar dari ruangannya. Ia harus mengumpulkan anak buahnya dan memberikan informasi agar semuanya bisa bersiap-siap.

"Fawwas." Ethan memanggil salah satu anak buahnya.

"Siap jenderal." Fawwas berdiri di depan Ethan sambil bersikap hormat.

Lakukan apel darurat. Ada instruksi ada atas agar kita membantu pengamanan karena lusa malam ada pertemuan mendadak di istana negara. Aku ingin seluruh anak buah kita siap agar tidak ada mis komunikasi. Kau mengerti?"

"Mengerti jenderal." Ethan meneruskan langkahnya untuk bersiap-siap melakukan apel darurat. Sementara Fawwas segera melaksanakan perintah Ethan agar mengumpulkan seluruh personel.

Sebenarnya tidak biasanya mereka terlibat dalam pengamanan di istana negara. Namun kali ini, Ethan merasa ada sesuatu yang aneh. Memang benar kata atasannya. Ada oknum-oknum yang ingin menyingkirkan mereka menjelang pemilu karena khawatir dengan netralitas mereka.

Ethan harus siaga. Bukan tidak mungkin ia atau atasannya akan berusaha di singkirkan. Mengingat, kecurangan pemilu bisa saja terjadi. Apalagi, besok para kandidat calon presiden akan berkumpul. Sangat mungkin mereka akan saling menjatuhkan satu sama lain, atau mungkin membuat skandal lain agar publik terkecoh dan salah satu paslon yang bermasalah luput dari perhatian masyarakat.

Rianti Dan Sang Jenderal ( On Going )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang