15. Hinaan

640 40 4
                                    

Galang terus saja menatap layar tablet yang di genggamannya, membuat Adri kebingungan dengan tingkahnya. Pria berkepala tiga itu terlihat gelisah dengan sesekali menggigit ujung kukunya.

"Kak, lagi mikirin apa sih?" Tanya Adri penasaran.

"Aku ada undangan untuk pertemuan dengan para kolega bisnis dan di harapkan membawa anggota keluarga, karena pertemuan ini juga akan saling memperkenalkan para penerus"

"Lalu apa masalahnya?" Tanya Adri heran.

"Semua orang juga tahu kalau Gerlan adalah anak hasil zinah ku, jika aku membawanya sudah pasti orang-orang akan bertanya"

"Lalu kenapa? Kalau mereka bertanya ya tinggal jawab saja, lagian itu salah mu kan" Adri berujar dengan nada malas setelah mendengar ucapan Galang yang seolah menganggap Gerlan adalah bahaya baginya.

"Aku tahu itu, yang aku pikirkan bukan pandangan orang tentang ku tapi bagaimana ucapan mereka di depan Gerlan. Terakhir kali aku membawa Gerlan, Gerlan terus saja melontarkan pertanyaan aneh setelah pulang dari sana"

Adri menghela nafas berat setelah mendengar penjelasan dari Galang. Adri bisa mengerti bagaimana perasaan Gerlan saat itu. Mendapatkan caci juga makian di usia yang masih belia adalah masalah paling berat yang harus di pikulnya.

"Kalau begitu jangan bawa dia" usul Adri.

"Aku juga berpikir demikian, tapi ku rasa Gerlan akan lebih terluka jika aku tidak membawanya. Dia sudah dewasa dan pasti bisa mencerna perkataan seperti itu"

"Tanyakan saja padanya dulu, jika dia mau ikut, itulah pilihannya dan dia siap dengan konsekuensinya" usul Adri lagi.

Galang mengangguk mengiyakan usulan Adri. Tidak salah ia mempekerjakan Adri sebagai asisten pribadinya. Dia merasa memiliki teman dan tempat bersandar.

Adri tersenyum simpul ketika melihat wajah Galang yang seolah lega dengan usulannya, setidaknya beban pikiran si bos tidak terlalu membebaninya lagi.


••
•••

Darrel menatap nanar pada mading pengumuman. Lagi-lagi sekumpulan orang yang tidak menyukai Gerlan, menyuarakan ketidak sukaan mereka dengan membuat poster sindiran di mading pengumuman.

Hal seperti ini sudah sering terjadi dari mereka masih SD. Di antara banyaknya siswa/i yang mengagumi Gerlan, ada banyak pula yang membencinya setelah tahu cerita tentang keluarga mereka walau pun itu cerita dari mulut ke mulut yang entah real atau di beri bubuk tambahan.

"Minggir, minggir!" Teriak Aran sembari mendorong orang-orang yang berkumpul melihat mading.

Saat sampai di depan mading, Aran menengok sebentar ke arah Darrel dengan wajah masamnya, sebelum mencabut poster-poster hinaan itu.

"Ngapain lo cabut?" Tanya Zikri, salah satu teman Kenzie yang membenci Gerlan. Zikri memang sering menyebarkan poster sindiran atau memprovokasi orang-orang untuk membenci Gerlan.

"Si anjing ini lagi" greget Aran.

"Jangan-jangan apa yang ada di poster itu benar ya? Makanya lo cabutin" kata Zikri.

"Atau.... Lo suka sama dia makanya lo bela terus, iya?" Lanjutnya.

Aran segera melayangkan satu tinjuan ke wajah Zikri tapi tangan kekar dengan ukuran yang lebih besar dari tangannya menghalangi kepalan tangan itu.

"Satu hantaman kena wajah dia, satu hantaman juga kena wajah lo" ancam Ken dengan mata tajam menatap Aran.

Aran tahu mata itu, mata yang terlahir kali membuatnya sekarat. Mata tajam dengan kilatan amarah di dalamnya.

Not BrotherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang