CHAPTER 01

10K 193 47
                                    

Kegaduhan dari arah ruang makan sudah kembali menghiasi pagi. Senin yang sangat membosankan. Menapaki setiap anak tangga dengan embusan napas panjang. Berusaha menghiraukan meskipun dirinya sudah tak tahan.

"Apa?! Aku sudah berusaha menjadi apa yang kamu mau, Monica! Tapi apa yang aku dapatkan, huh?! Kamu semakin kurang ajar padaku!"

Teddy berteriak. Sempat melirik putri kandungnya yang menarik kursi makan tanpa banyak bicara. Begitu juga Monica; istrinya. Perempuan itu tampak tak menghiraukan kedatangan Ashley ke ruang makan.

"Salahkan dirimu yang tidak becus menjadi suami!" Monica mendorong bahu suaminya tersebut sangat kasar. "Sadar diri Teddy! Seharusnya kamu tahu kenapa aku mencari kenyamanan dari pria lain!"

"Aku sadar aku jarang ada waktu untukmu tapi bukan berarti kamu dapat mencari kenyamanan dari pria lain! Aku suami kamu, Monica!"

"Suami apa?! Suami yang gila bekerja?! Sampai-sampai rasanya melupakan istri serta anak!"

Teddy menggeram. Sebenarnya permasalahan seperti ini sudah sering terjadi. Permasalahannya memang tidak berubah. Selalu membahas Teddy yang terlalu sibuk bekerja dan Monica yang sering mencari kebahagiaan di luar rumah.

Seakan ada yang janggal bila satu atau dua hari keduanya tidak beradu argumen. Rumah menjadi sepi. Tak ada teriakan pembelaan diri. Tak ada umpatan. Seolah satu tetes air yang jatuh dari wastafel pun terdengar jelas saking senyapnya.

"Aku bekerja juga untuk kamu! Untuk Ashley! Kamu pikir aku bekerja untuk diriku sendiri begitu, huh?!"

"Bisa saja kamu bilang bekerja tahunya kamu berduaan bersama perempuan bayaran!"

"Aku bukan pria seperti itu!"

"Iya bukan, tapi akan!"

PLAK!

Teddy melayangkan tamparan telak kepada Monica. Sangat nyaring sampai-sampai Ashley yang merasa tak peduli pun lantas mengerjap. Menelan kunyahan roti berselai coklat yang beberapa saat lalu ia buat.

"Dad?" Remaja itu menatap Teddy dengan pandangan terkejut. Terkesiap tatkala ia tahu jika pria yang selama ini menjadi pelindungnya, menampar nyalang perempuan yang tidak lain, istrinya sendiri.

"Bagus, Teddy! Kamu sudah berani main tangan sekarang!" Monica berseru. Masih memegang pipi yang barusan ditampar. Sangat perih dan kebas.

"Kamu yang membuatku untuk berani main tangan!"

"Kenapa jadi aku?! Itu kamu saja yang mem-"

BRAK!!

"MOM! DAD!" Ashley berteriak. Menggebrak meja makan seraya berdiri. Berusaha memecah pertikaian kedua orang ruanya.

"Tidak bisakah kalian berdua tidak adu mulut, huh?!" tanyanya kesal. "Lelah sekali aku mendengar kalian berdua setiap hari beradu argumen!"

Ashley menatap nyalang dua orang dewasa di hadapannya bergantian.

"Kenapa kalian berdua selalu mempersalahkan hal-hal yang sebenarnya dapat diselesaikan?! Kalian sudah bukan anak-anak yang ketika ada masalah dibesar-besarkan!"

Sesak mulai menyeruak. Desakan air mata untuk segera menganak sungai membasahi kedua pipi sudah mulai terasa. Tubuh pun gemetar; menahan emosi yang sudah siap meledak.

"Sungguh, apakah kalian berdua tidak malu denganku, huh?! Beradu mulut perihal keluarga di hadapanku?! Setidak berharga itukah aku bagi kalian?!"

Teddy mendekat. Ia ingin memeluk putri kandungnya yang sudah berlinang air mata. Namun, Ashley menjauh; memundurkan langkah. Menciptakan jarak-sangat terlihat tak mau ada interaksi fisik bersama pria dewasa tersebut.

𝐎𝐋𝐃 𝐌𝐀𝐍Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang