“Khm. Langsung saja, Ash. Papa minta maaf padamu. Maaf Papa gagal menjadi kepala keluarga. Papa tahu ini salah Papa, tapi Papa pun tidak bisa melakukan apa-apa selain meminta maaf.”
Setelah Connor pulang di sinilah Ashley dan Teddy berada. Duduk bersampingan dengan jarak lima jengkal. Keduanya saling tatap meskipun terlihat ada kecanggungan yang terasa menyelimuti.
Teddy tampak mengusap sudut mata dekat pangkal hidung. Sebagai seorang Papa tentu saja khawatir ketika putri kandungnya kenapa-kenapa. Teddy khawatir Ashley tidak pulang. Terkejut setelah tahu Ashley tak sadarkan diri di toilet pria.
“Jujur, Ash. Papa merasa sangat gagal menjadi kepala keluarga. Papa tidak bisa mempertahankan Mama kamu ....”
Dengan kedua mata kepala, Ashley dapat melihat sisi rapuh Papanya. Melihat jelas bagaimana air mata berlinang membasahi kedua pipi.“Papa juga gagal menjadi orang tua. Papa tidak bisa membuatmu nyaman bersama Papa. Papa gagal menjadi orang tua yang selalu ada untuk kamu. Gagal menjadi orang tua yang selalu mengerti bagaimana kamu ... Papa minta maaf, Ash ....”
Ashley menarik beberapa lembar tissue dari bawah meja. Ia tak memberikannya pada Teddy, tapi ia sendiri yang menghapus air mata di pipi pria dewasa tersebut.
“Papa tidak pernah gagal. Jangan bilang seperti itu.”
“Tapi, Ash. Papa membuatmu kehilangan sosok Mama.”
Remaja sembilan belas tahun itu pun mengangguk. Ashley paham dan itu bukan salah Teddy sepenuhnya. Salah dirinya juga yang terlalu lelah mendengar pertengkaran Teddy dan Monica sampai merasa tak acuh.
“T-tidak a-apa-apa, Pa ....” Jemari lentik itu kembali mengusap air mata. “S-sekarang ... sekarang yang penting Papa masih bersamaku. A-aku masih punya orang tua ....”
Meskipun berusaha untuk tidak terbawa suasana, tetap saja tidak bisa. Ashley pada akhirnya ikut menitihkan air mata. Bagaimana pun juga ia tak mau melihat Teddy menangis.
Rasa sesak di dada kiri semakin menyerang tatkala pergelangan tangannya dipegang. Rasa hangat menyengat dari telapak tangan Papanya seolah memancing air mata untuk mengalir.
“Jangan benci pada Papa, Ash. Papa hanya punya kamu untuk sekarang.”
“A-aku tidak pernah benci pada Papa.” Seraya menggeleng dengan pandangan buram karena ari mata. “A-aku sayang sama Papa. Maaf kemarin aku tidak pulang k-k—karena a-aku ingin menenangkan pikiranku dulu ....”
Ujung jari yang terang panas pun menusuk wajah. Menghapus jejak air mata di wajah Ashley. Teddy menatap lekat remaja tersebut dengan air mata yang tidak terbendung.
“Kamu tidak salah, Ash. Papa yang salah. Papa minta maaf ....”
Ashley menggeleng.
Ia menghamburkan air matanya dalam dekapan Teddy. Keduanya saling mendekap. Saling menguatkan ketika kenyataan sudah terjadi. Saling menerima jika ke depannya figur Mama dan istri akan menghilang bagi keduanya.
***
Connor masih sesekali mengecek ponselnya apakah Ashley ada memberinya pesan atau tidak. Sebelum pulang dirinya sudah bertukar nomor ponsel dengan alasan jika Ashley ingin menerima tawarannya cukup hubungi saja.
“Sial. Kenapa Ashley belum juga memberiku pesan? Dia tidur siang atau bagaimana? Atau sedang berpacaran bersama pria lain? Shit! Tidak boleh dibiarkan! Aku tidak mau kucingku punya majikan baru!”
Meskipun memang awal niatnya menunggu Ashley untuk lebih dulu memberikan pesan, tapi pada akhirnya Connorlah yang memulai memberi pesan. Ia sudah tidak tahan ingin kembali berinteraksi dengan remaja sembilan belas tahun tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐎𝐋𝐃 𝐌𝐀𝐍
Teen Fictionᵎᵎ mature content! ᵎᵎ an age gap romance adult book ❝Jadilah kucing manis yang patuh kepada majikannya, Kitten❞ Ashley Grace tidak pernah menyangka jika hubungan satu malamnya bersama pria dewasa bernama Connor Rockford akan berlanjut ke...