Ashley masih belum dapat meredakan rasa keterkejutan akibat mendengar ucapan Connor yang bilang tak segan untuk menikahinya. Jujur, Ashley takut. Bagaimana pun juga ia bersama Connor baru bertemu dan masih belum mengenal jauh.
“Tidak, Ash. Tidak. Jangan terbuai. Itu hanya di awal. Kamu tidak akan tahu bagaimana ke depannya,” ucap Ashley seraya menggeleng dengan kedua tangan mencengkeram sisi kepala.
“Apa yang tidak akan kamu tahu bagaimana ke depannya, Kitten?”
Connor menoleh dari arah wastafel. Ashley yang masih terduduk di depan meja makan pun mengerjap. Menatap pria dewasa di depan sana sedang berdiri dengan spons cuci piring dalam genggaman.
Untuk beberapa saat Ashley terdiam. Menyadari jika ucapannya dapat didengar Connor. Ia mengulum bibir malu. Sebelum Connor kembali bertanya, gelengan menjadi jawaban telak yang ia berikan.
“T-tidak, Om.”
“Aih? Tidak?”
Remaja sembilan belas tahun yang menatap dengan tatapan intens itu kembali menggeleng. Connor mengernyitkan dahi. Ia yakin di usianya yang sudah empat puluh tiga tahun ia masih memiliki indera pendengaran yang cukup baik.
Namun, itu bukan masalah besar baginya. Masalah besar bagi Connor ialah, bahu putih bersih yang terekspos sempurna milik Ashley. Berpikir betapa indahnya jika dihiasi bercak merah tanda kepemilikan. Membayangkannya saja sudah membuat Connor kewalahan.
“Mungkin kuping saya sedikit bermasalah,” pungkas Connor dengan senyuman hangat yang menambah kesan tampan bagi sosoknya. Jujur, Ashley kagum untuk hal itu.
Connor melanjutkan mencuci piring bekas makan dan beberapa perabotan lainnya bekas membuat pancake. Ashley sudah menawarkan diri untuk membantu, akan tetapi Connor menolak dengan alasan tak mau Ashley kenapa-kenapa.
Jika sedikit melihat ke belakang, Ashley memang belum dapat dikatakan mahir atau pun paham bagaimana mencuci piring. Selama ini Monica; Mamanya yang melakukan, akan tetapi bukan berarti Ashley tidak pernah sama sekali menyentuh piring kotor dengan spons berbuih gelembung sabun.
Remaja sembilan belas tahun itu pernah. Namun, tak sering karena Monica memang melarangnya jika tidak terlalu genting untuk meminta dibantu. Tadi pun ketika menawarkan diri untuk membantu, ada perasaan lega begitu mendengar penolakan dari Connor.
Setidaknya Ashley tak perlu malu karena harga dirinya sebagai perempuan terasa dijatuhkan hanya karena belum paham bagaimana mencuci piring atau pun peralatan kotor bekas memasak.
“Om? Om Connor?”
“Iya?” Connor kembali menoleh. “Kenapa, Sayang?”
DEG!
Ashley tersentak. Detak jantung yang semula normal kini mendadak berdegup kencang seolah akan meloncat keluar. Wajah pun terasa panas tiba-tiba. Gugup menyerang. Ia tersipu malu.
“T-tidak usah memanggilku, S-Sayang,” keluhnya. Ia tak yakin masih bersikap normal jika ke depannya masih dipanggil dengan panggilan Sayang oleh Connor.
“Baiklah. Ada yang ingin kamu sampaikan my beautiful princess, hm?”
Bukannya mengerti, Connor semakin membuat remaja yang masih duduk di depan meja makan itu pun tampak salah tingkah. Connor tersenyum geli melihat perubahan raut wajah Ashley yang cepat.
“Ishh! J-jangan memanggilku seperti i-itu, Om.” Ashley membuang pandangan. Menyembunyikan senyuman yang masih ia tahan sekuat tenaga agar tidak terukir di wajahnya.
“Aih? Memanggil sayang tidak boleh. Memanggil my beautiful princess juga salah. Lalu kamu ingin dipanggil apa, hm?”
“A-Ashley. Ashley saja. Itu namaku,” gagapnya. Sangat kentara jika ia masih salah tingkah.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐎𝐋𝐃 𝐌𝐀𝐍
Teen Fictionᵎᵎ mature content! ᵎᵎ an age gap romance adult book ❝Jadilah kucing manis yang patuh kepada majikannya, Kitten❞ Ashley Grace tidak pernah menyangka jika hubungan satu malamnya bersama pria dewasa bernama Connor Rockford akan berlanjut ke...