16

15K 577 8
                                    

Setelah bel istirahat berbunyi, Salma dan ketiga temannya—Anggis, Syarla, dan Novia—berkumpul di kantin sekolah. Seperti biasa, mereka duduk di meja favorit mereka dengan seporsi soto Wak Idan yang hangat.

"Main yuk, udah lama banget kita nggak main berempat," kata Anggis sambil mengaduk soto di dalam mangkuknya.

"Iya, nih. Apalagi semenjak lu nikah, Sal. Mana pernah kita main lagi," sahut Syarla.

"Iya, bener juga. Sal, gimana kalau kita pulang sekolah ini langsung main?" Novia menyarankan dengan semangat.

Salma menatap temannya satu per satu sambil berpikir. "Iya, sekarang aja deh. Besok gue udah mulai pemotretan, jadi pasti bakal susah buat jadwal main lagi."

"GASS!" 

Salma langsung mengeluarkan handphone-nya dan mengetik pesan untuk suaminya, Rony.

"abang aku izin  pulang telat ya,
aku mau main dulu sama teman."

"Siap, sipaling izin suamii," ledek Novia sambil tertawa. Teman-temannya ikut tertawa melihat reaksi Salma yang menatap tajam ke arah novia.

-

Setelah sekolah berakhir, mereka memtuskan untuk bermain di rumah Salma saja.  m

"Mau main apa dulu nih?" tanya Salma.

"Uno aja kali ya!" sahut Anggis dengan semangat.

"Boleh juga! Lagian udah lama nggak main Uno," tambah Syarla.

"Eh, kita main di gazebo aja. Sekalian minta mie rebus sama mbok Yem," usul Novia sambil menatap Salma dengan penuh harapan.

"Ok, kalian duluan aja ke gazebo, gue mau cari mbok Yem dulu." Salma bergegas ke arah dapur. Mereka sudah tahu betapa istimewa mie rebus buatan mbok Yem. mie rebus mbok yem adalah salah satu alasan utama mereka memilih untuk bermain di rumah Salma.

Salma mendekati mbok Yem yang sedang sibuk dengan pekerjaan rumah. "Mbok, tolong bikinin mie rebus empat porsi ya. Sama es jeruk juga."

"okee  Non. " jawab mbok Yem sambil tersenyum.

"Makasi, mbok!" kata Salma dengan tulus.

Di gazebo, tawa dan suara seru-seruan mereka mengisi udara sore. Tak ada yang menyentuh hp, mereka terlalu asyik dengan permainan Uno dan cerita-cerita lucu. Salma merasa momen ini benar-benar berharga. Hanya dengan ketiga temannya ini salma bisa merasa begitu bebas dan bahagia.

Setelah beberapa jam berlalu dan Uno usai, mereka memutuskan untuk lanjut nonton film di kamar Salma. Mereka mengambil posisi nyaman di atas kasur, mempersiapkan camilan dari mbok Yem. Belum setengah film diputar, keempatnya sudah tepar. Tak jelas siapa yang tidur duluan, tapi yang pasti  mereka  berempat sudah tertidur pulas.

Salma bangun lebih awal dan meraih handphone yang terletak di atas nakas sebelah tempat tidur. Ada lima panggilan tak terjawab dari Rony.

 "Apa? Udah jam 8!" Salma terkejut melihat jam di handphonenya. Dia cepat-cepat membangunkan teman-temannya. "Gais, bangun! Udah jam 8 malam!"

Dengan sedikit susah payah, mereka akhirnya terbangun. Setelah berpamitan, mereka semua bergegas pulang ke rumah masing-masing. Salma memutuskan untuk mandi dulu sebelum menuju rumah Rony. Dia cepat-cepat menyelesaikan semuanya. 

"Mbok Yem, Salma pulang dulu ke rumah bang Rony ya," pamit Salma 

"Eh, makan malam dulu, Non. Mbok Yem udah masak," 

"Gak usah mbok Yem, Salma lagi buru-buru. Nanti aja, ya," tolak Salma dengan lembut.

"tadi mbok pikir Non bakal tidur di sini. Jadi mbok Yem udah masak makan malam," sahut mbok Yem dengan sedikit kecewa.

"Dikotakin aja ya, mbok. Nanti aku makan di jalan,"  salma tak ingin mbok yem kecewa 

-

Sepanjang perjalanan menuju rumah Rony, Salma merasa semakin gelisah. Dia ingat betul janjinya untuk pulang paling lambat jam 6 sore, namun sekarang sudah jam  setengah 10 dan dia masih di jalan. Setiap lampu merah yang dia temui seolah memperlambat perjalanan, dan degub jantungnya semakin kencang. Makanan yang disiapkan mbok Yem hanya dimakan beberapa suap saja—saking cemasnya.

Ketika akhirnya Salma tiba di depan rumah Rony, dia merasa sedikit lega, meski rasa cemas masih menggelayuti. .

"Assalamu'alaikum,".

"Waalaikumsalam," jawab Mama Yati dari ruang tamu, tampak menimang Jenna yang tengah rewel.

"Akhirnya kamu sampai juga, Nak. Ini Jenna badannya panas dari tadi, dia juga cari kamu," ucap Mama Yati dengan nada khawatir.

"Maafkan Salma, Mah," kata Salma sambil menunduk, merasa bersalah.

"Jangan merasa bersalah, Nak. Kamu masih muda, kamu juga punya hak untuk menikmati hidup kamu. Maaf kalau ada kata-kata Mama yang salah, ya," kata Mama Yati sambil mengusap lembut lengan Salma. Salma mengangguk  dan meraih Jenna dari tangan Mama Yati.

"Mah, ini susu Jenna," kata Rony dari arah dapur dengan botol susu di tangannya.

Salma menatap Rony, merasa bersalah. "Abang, maaf aku pulangnya telat," ucap Salma sambil meraih tangan Rony untuk bersalaman, sementara tangan satunya lagi menahan Jenna yang masih dalam dekapannya. Rony hanya mengangguk, ekspresinya sulit dibaca.

"Mah, Bang, aku izin bawa Jenna ke kamar, ya?" tanya Salma 

"Iya, Nak. Kamu istirahat juga, ya," jawab Mama Yati.

Rony mengangguk lagi dan menyerahkan botol susu kepada Salma. Setelah itu, Salma berjalan ke lantai dua, menuju kamar mereka.

-

Di ruang tamu, Mama Yati memanggil Rony sebelum dia pergi. "Abang, Mama mau ngomong."

"Apa, Mah?" jawab Rony, penasaran.

"Abang, nanti jangan marahin Salma, ya. Dia juga butuh bermain dengan teman-temannya. Gak mudah jadi Salma, Bang. Biarkan dia beradaptasi dengan hidupnya yang sekarang dengan sewajarnya."

"Iya, Mah," jawab Rony dengan nada mengerti

-

see u in next part luv


MineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang