6 | Guru Privat

358 13 0
                                    

Aku tidak percaya dengan pemandangan di depanku, Damar tiba-tiba muncul di depan kost,  dengan kemeja hitam rapi plus kacamata hitam yang cukup mencolok, beberapa penghuni kost yang sedang duduk santai sambil nongkrong di warung depan memperhatikannya penuh minat. 

Aku dengan celana pendek dan kaos seadanya menghampiri sosoknya yang tampak tidak nyaman dipelototi.

"Masuk ke mobil."

"Hah?"

"Masuk aja dulu, gue mau ngomong." Damar membuka pintu mobil untukku, semua mata memandang, satu dua orang berbisik ke arah kami. 

Damar menyusul setelah memastikan aku duduk dengan baik, ia menghidupkan mesin mobil dan langsung meluncur entah kemana.

"Gue belum mandi." Ucapku, jujur, aku juga tidak kenapa dari semua hal yang harusnya aku katakan, aku memilih untuk mengakui bahwa aku belum mandi pada manusia satu ini. 

"Ini nggak ada hubungannya sama lo udah mandi atau nggak."

"Ya ada dong, lo ngajak gue pergi seenaknya, tanpa mikir penampilan gue yang kayak gembel jalanan begini."

"Gue minta maaf," Kata Damar, membuatku langsung menoleh ke arahnya.

"Bukanya lo bilang setelah kejadian kemarin lo nggak mau berhubungan sama gue lagi?" ia tidak menjawabku, tetap fokus dengan jalanan di depannya. 

15 menit kemudian, Damar menghentikan mobil sedan hitamnya di depan kuburan, sedikit membuatku bergidik dan bingung sekaligus, untuk apa ia mengajakku ke tempat seperti ini? ia mengetuk-ngetuk setir mobil sebelum akhirnya mengajakku keluar. 

"Kita ngapain kesini sih? makin ngerasa nggak bener nih penampilan gue sekarang." Damar memperhatikanku dari atas sampai bawah, sorot matanya menunjukkan kalau ia juga merasa penampilanku tidak etis sama sekali, ia membuka pintu bagasi, dan menyodorkanku jas hitam miliknya. 

Ia mengangguk sekilas setelah aku memakai jas miliknya,  wangi Calabrian Bergamot, persis seperti aroma esential kesukaanku, namun ada aroma lain, tidak mengganggu namun aku yakin aroma itu ada karena Damar sering menggunakan jas ini, sial, meskipun Randi berbulan-bulan bersamaku, laki-laki itu bahkan tidak pernah meminjamkan jaket miliknya padaku. 

"Kenapa bengong? ayo."

"Ini kita beneran masuk? lo ngapain sih ngajak gue kesini?"

Sebagai jawabannya, Damar dengan langkah cepat segera masuk ke tempat yang sudah jelas banyak penghuni tak kasat mata, tapi ini masih pagi, seharusnya tidak semenyeramkan itu. 

setelah memasuki komplek pemakaman yang tidak terlalu padat, mungkin karena komplek pemakaman ini khusus untuk orang-orang kaya sepertinya, bahkan beberapa bidang tanah sudah di dp, begitu ujar Damar saat aku bertanya kenapa beberapa kuburan disini berjarak satu sama lain. 

Perjalanan kecil itu berakhir di komplek pemakamanan anak-anak, hatiku sedikit mencelus melihat nama yang ada di batu nisan, anak yang terbaring ini memiliki nama belakang yang sama dengan Ozi, Oza Rabiana. 

Damar mengeluarkan 1 permen lolipop dari saku kemejanya, ia berjongkok, sementara aku mematung, mencoba mencerna apa yang terjadi. 

"Satu lagi Papa kasih adikmu,dia lagi sakit, tolong bantu jagain ya Za." Damar meletakkan permen kecil dengan rasa lemon itu diatas batu nisan Oza.

"Ekhmm, Dam..mar, ee.." Aku memiliki keinginan untuk mengelus punggung lebar laki-laki ini, tapi urung karena ia tiba-tiba berdiri. 

"Dia kembaran Ozi, meninggal 1 tahun yang lalu." 

"Kembaran?" 

"Kakak perempuan, beda 6 menit, sejak Oza meninggal, Ozi jadi lebih murung daripada sebelumnya, anak itu memang pendiam, lebih banyak ngomong sama Oza dibandingkan gue." Damar memijat tengkuk, ragu-ragu menoleh ke arahku. 

Take A Chance With MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang