Saat sedang membawa makanan dari dapur menuju ruang bawah tanah, Neina Maheen berpapasan dengan salah satu orang penting. Gadis itu mendapati petinggi kerajaan sedang berjalan beriringan dengan kepala sipir."Kau pastikan tahanan bernama Felix jangan sampai mati!"
Pimpinan sipir menjawab, "Tapi dia sering membuat gaduh, Tuan."
"Apa pun yang terjadi jangan sampai dia mati! Kau awasi dengan baik."
Obrolan antara petinggi kerajaan dan pimpinan penjaga itu mulai samar. Mereka berjalan menuju arah yang berlawanan. Neina Maheen berhenti sejenak dan membalikan pandangan. Ia mendapati punggung kedua orang-orang penting sudah tak terlihat. Merasa tak ada sangkut paut dengan topik obrolan tadi, Neina kembali melihat nampan berisi makanan yang sedang dibawanya. Kemudian meneruskan perjalanan menuju ruang bawah tanah.
Beberapa piring roti gandum yang dibakar menggunakan pemanggang dari tanah liat segera diantar Neina menuju penjara kerajaan. Tiap harinya ia harus naik-turun melewati ratusan anak tangga untuk mengantar makanan kepada para tahanan. Usai membagikan hidangan pada narapida, kini tinggal satu piring yang tersisa.
Neina berjalan menuju tahanan paling pojok. Namun si sela-sela koridor menuju ruang tahanan lain ia mendapati seseorang yang menghentikan langkah bersembunyi di balik tembok. Gadis itu mendekati orang asing tersebut.
"Hai, sedang apa kau di sini?" tanya Neina.
"A-aku akan pergi ke ruang tahanan sebelah sana." Pemuda itu langsung melangkah.
Merasa tidak asing dengan pemuda tersebut, Neina pun kembali mendekati lelaki itu. "Lalu kenapa kau bersembunyi saat melihatku?"
"Aku tidak bersembunyi." Pemuda itu menunjukkan ikat pinggang yang menjulur. "Lihatlah, aku sedang ke pinggir tembok untuk membenahi ini."
"Baiklah... silakan bertugas lagi." Neina kembali berjalan menuju ruang isolasi. Namun baru beberapa langkah, ia teringat akan pemuda itu. Dialah yang pernah berpapasan beberapa bulan lalu di taman istana. Kenapa sekarang ada di sini?
Neina pun kembali berhenti dan membalikan arah. "Sebentar!" serunya sambil berjalan. "Aku sudah dua tahun menjadi pelayan di ruangan ini, kau bertugas di mana?"
Neina sengaja berbohong tentang dirinya yang sudah dua tahun bertugas di bawah tanah. Padahal ia baru genap satu tahun. Hal itu dilakukan untuk mengetahui siapa pemuda yang sedang berhadapan dengannya.
"Hari ini aku baru dipindahkan. Sudahlah... aku akan bertugas. Selesaikan saja tugasmu itu."
Neina melihat pemuda itu meneruskan perjalanan. Kemudian ia kembali menuju tahanan paling pojok. Sampai di depan jeruji besi, Neina mendengar lelaki dalam tahanan itu bersuara.
"Harusnya kau tak perlu membawakan makanan itu!" ujar Felix pada Neina yang baru sampai di depan pintu penjara.
Neina mendorong piring berisi roti gandum itu dengan sepotong daging domba yang sudah diberi bumbu kari ke dalam kamar tahanan. Kali ini penjara menyiapkan makanan sangat istimewa karena kedatangan juru masak yang sedang latihan. Karena itu sang juru masak dengan senang hati memberikan hidangan istimewa tanpa perlu dibayar.
"Bawa lagi makanan itu!" teriak sang tahanan.
"Felix! Bisakah satu hari saja kau tidak marah-marah!" Neina Maheen berbicara dengan nada lebih tinggi.
Felix terbelalak melihat pelayan itu berbicara dengan nada tinggi. Bukannya menjawab ucapan Neina, ia justru termangu.
"Sudahlah... kau makan saja roti itu. Jika sampai malam masih utuh, aku benar-benar tidak akan membawakan makanan lagi untukmu!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Mahin Dalam Jeruji Kota Baghdad [END]
Historical FictionBenarkah seseorang bisa bertukar jiwa? Namun, bagaimana jika jiwamu justru berpindah pada tubuh seseorang di zaman yang berbeda? Mahin, mahasiswi University of Baghdad masuk ke tubuh pelayan kerajaan di zaman kekhalifahan Harun Ar-Rasyid. Pelayan it...