5🕌 Bazar Tahunan Kota Baghdad

36 16 24
                                    


Setelah musim berganti, usia Felix pun bertambah. Pemuda yang baru berumur dua puluh tahun itu seolah luntang-lantung di kerajaan. Ibunya sudah lama meninggal, sedangkan ayahnya... tragedi mengerikan baru saja menimpanya beberapa bulan yang lalu. Meski ada Stavrakos yang sesekali menemani, hal tersebut tidak mengurangi kesedihannya kehilangan sang ayah.

Sejak berita kematian Fransiskus, Nicephorus tidak mengizinkan Felix untuk pergi ke mana pun. Katanya nanti jika usianya sudah dua puluh, barulah ia boleh pergi. Maka sesuai janjinya, Kaisar Romawi Timur itu membolehkan anak dari mantan menterinya untuk berkelana.

"Memangnya kau mau pergi ke mana?" tanya Stavrakos.

Felix sibuk mengelap pedangnya seraya berkata, "Aku ingin menancapkan pedang ini pada dada Harun! Atau menggorok lehernya!"

Stavrakos terkekeh. "Mimpimu terlalu tinggi wahai Anak Muda!"

"Kau baru akan mengerti yang aku rasakan jika Baginda Raja terbunuh."

"Kematian dalam medan tempur itu hal biasa, Felix! Tidak usah dibesar-besarkan. Jika kau pergi ke Baghdad, bunuh diri namanya!"

"Ayahku mati bukan di medan tempur! Dia dibunuh padahal tidak mengangkat senjata!"

Stavrakos mendekati Felix dan menepuk-nepuk punggung sahabatnya. "Baiklah... aku dukung tindakanmu. Akan kudoakan juga agar mau selamat. Kapan kau akan ke sana?"

Felix terdiam. Pemuda itu mengingat masa-masa saat pemerintahan masih dipimpin Ratu Irene. Tiap tahun wanita dari Athena itu membawa beberapa menteri dan petinggi kerajaan untuk pergi menemui undangan Harun Ar-Rasyid.

Menurut informasi dari Fransiskus, pemimpin Islam itu rutin mengadakan bazar besar-besaran di Kota Baghdad yang dihadiri berbagai kalangan. Mulai dari para bangsawan, petinggi kerajaan, rakyat biasa, hingga para budak yang sudah diberi izin oleh para tuannya. Saat itulah Felix akan pergi ke Baghdad untuk mencari Khalifah Harun Ar-Rasyid.

***

"Tugasmu sudah selesai, Neina?" tanya Habibeh, pelayan pengantar makanan pada tahanan kerajaan.

"Alhamdulillah, bagaimana dengan kau?" Neina Maheen melempar senyuman pada sahabatnya.

Perempuan berkulit gelap itu mengangguk. "Saatnya kita berangkat."

Neina, Habibeh bersama beberapa pelayan yang sudah menyelesaikan tugas pergi ke bazar tahunan paling meriah di Kota Baghdad. Para gadis itu menapaki tanah yang tandus berkilo-kilo meter untuk sampai ke tujuan.

Setelah sampai di gerbang bazar, Neina melihat banyak perabotan yang terbuat dari kayu.

"Kami akan tinggal beberapa saat di sini, kalian bisa meneruskan perjalanan," ujar salah seorang pelayan.

"Aku akan pergi ke toko kain, kau di sini atau ikut denganku, Neina?" tanya Habibeh.

Neina jelas ikut dengan sahabatnya. Dua pelayan berhenti di area pedagang perabotan, sedangkan yang lain berpencar.

Sepanjang jalanan bazar Neina dan Habibeh melewati berbagai kios, mulai dari sayuran, segala jenis daging, hewan hidup, pisau dan masih banyak lagi. Pelukis yang memajang hasil karyanya juga ada.

"Lihatlah... bukankah itu terlihat sangat cantik?" Telunjuk Neina mengarah ke sebuah lukisan.

Habibeh mengikuti arah petunjuk sahabatnya. "Kau benar... tapi itu pasti sangat mahal!"

"Benar sekali... andai saja aku bisa memajang lukisan itu di kamar. Pasti sangat indah." Neina menghela napas. "Sayangnya aku tak punya uang."

Keduanya terkekeh karena sama-sama tidak punya uang untuk membeli lukisan-lukisan tersebut.

Mahin Dalam Jeruji Kota Baghdad [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang