Bab 7 Jadi Pacarku!

332 29 7
                                    

Presentasi selesai, kegugupanku belum usai sampai di sini saja. Karena setelah jam istirahat makan siang, rapat akan kembali diadakan. Untuk memutuskan apakah ada kecocokan antara ide yang aku berikan dengan klien. Apakah klien merasa puas dengan presentasi dan kliping yang sudah aku berikan?

"Baiklah, rapat kita tunda sampai jam dua nanti. Han Rora, tolong bawa klien kita untuk makan siang. Kecuali Kim Yeri. Tinggalkan dia bersamaku," titah Jihoon pada sekretarisnya.

"Baik, Pak." Han Rora berdiri dengan begitu anggun. Mengajak kedua temanku untuk keluar ruangan.

Aku bingung harus bagaimana, yang jelas hal ini tidak biasa untuk ku. Apalagi sorotan mata para karyawan Jihoon menatap ku seperti sedang menelanjangiku terang-terangan.

Perhatian ku tertuju pada Jihoon yang sedang menutupi wajahnya yang nampak pucat, sepertinya dia beneran sakit. Tidak ceria seperti biasanya.

"Hoonie-a, kamu baik-baik saja?" Aku mencoba mengintip wajahnya yang berada dibalik lipatan tangannya di atas meja.

Jihoon bergerak dan bersandar menyamping di atas lipatan tangannya. Matanya terbuka dan menatapku.

"Aku pusing, Yeri," ucapnya lesu.

"Kamu sakit? Kalau sakit kamu harus istirahat. Atau ke rumah sakit." Aku mengusap rambutnya. Seperti biasa yang aku lakukan pada Junkyu.

"Ehmm~~"erangnya.

"Kenapa, Hoonie-a?" Kali ini wajahku lebih dekat dengannya.

"Nyaman," gumamnya.

Dahiku berkerut, nyaman dengan apa maksud dia?

"Park Jihoon, sebenarnya aku benar-benar tidak enak dengan rekanku dan--ehm--karyawanmu. Mereka selalu melirik kesini." Mataku selalu melihat orang lain yang sedang menatap ke dalam ruang rapat. Seolah mereka sangat penasaran dengan apa yang terjadi denganku dan Jihoon.

"Abaikan saja, Yeri-ya." Dengan mata masih tertutup, tangan Jihoon meraba meja seperti sedang mencari sesuatu.

"Mencari apa?"

"Remote!"

Aku memandang meja dan menemukan remote kecil yang letaknya persis di tempat Han Rora duduk tadi saat rapat. Aku berdiri, berjalan mengitari setengah meja dan mengambilnya. Lantas, kuberikan langsung pada tangan Jihoon.

"Ini," ucapku.

"Terimakasih." Jihoon menekan tombol off dan tirai pun kembali menutup. "Sekarang kamu sudah aman dan nyaman. Karena tidak akan ada lagi yang akan memandang kesini," lanjutnya lagi.

Bagiku memang lumayan nyaman saat tirainya tertutup. Akan tetapi, aku jadi agak gelisah dengan omongan orang nanti. Bagaimana pun, Jihoon adalah bos di kantor ini. Sedangkan aku hanya tamu. Agak kurang pantas kalau tamu duduk berdua dengan bos dalam keadaan ruangan tertutup.

"Park Jihoon! Kamu tidak lapar?" tanyaku, mencari alasan supaya bisa keluar dari ruangan ini.

Kepala Jihoon terangkat, matanya agak sedikit merah dan sayu. "Kamu lapar? Mau makan apa?" tanya Jihoon.

Aku mencoba berpikir mau makan apa, perutku memang lapar, tapi justru bingung makanan apa yang mampu menggugah selera makanku. Membayangkan bagaimana setelah jam makan siang nanti, rapat kembali dimulai.

"Nasi goreng? Atau chicken? Pizza? Kamu tinggal sebut apa yang kamu mau Yeri. Nanti bisa aku pesankan."

"Bibimbap saja, ya itu saja," jawabku. Aku memilih itu supaya praktis saja.

Jihoon mengangguk dan mengeluarkan ponselnya dari dalam saku jas nya dan entah apa yang dilakukannya, mungkin memesan apa yang aku sebutkan barusan.

"Sudah. Nanti segera datang. Kenapa melihat ku begitu, Hmm?" Tanyanya lagi.

My Healer // 💎 Park Jihoon ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang