Bab 35 Pertentangan

207 24 2
                                    

~ update lagi 😁🐶

[]

"Ayah!"

"Sayang!"

Jihoon dan ibunya protes bersamaan. Sedangkan reaksi ku yang spontan hanya lah menelan saliva secara susah payah, supaya tidak mengeluarkan kata-kata kurang ajar pada ayahnya Jihoon.

"Entahlah, Jihoon. Ayah hanya tidak percaya kamu memilihnya. Han Rora itu tidak kekurangan suatu apapun." Ayah Jihoon menggeleng kan kepala.

"Ayah tidak tahu apapun soal Yeri ataupun Rora. Jadi, Ayah tidak pantas menilai seperti itu. Ayah hanya kenal keluarga Han dari luarnya saja. Urusan bisnis," jelas Jihoon. Dibawah meja, tangannya menggenggam erat tanganku.

"Maaf Tuan Park yang terhormat. Saya menyukai putra anda bukan karena dia anak pengusaha ataupun dia juga pengusaha. Tapi, anak anda lah yang mengejar-ngejar saya sampai ke Jepang. Melakukan banyak hal kecil dan besar untuk mengambil hati saya. Bukankah Anda juga seperti itu dulu sebelum menikahi istri Anda? Maaf kalau saya lancang. Dan lagi pula saya punya penghasilan sendiri. Pekerjaan saya tidak buruk. Bahkan banyak dicari perusahaan besar seperti perusahaan yang Anda miliki saat ini. Kalaupun Jihoon bukan pengusaha, saya akan tetap mencintainya. Karena Anda tidak tahu bagaimana pengorbanan dan kegigihannya dalam melakukan hal apapun." Jantung ku sakit bukan main. Dadaku sampai sesak rasanya. Aku gemetaran, Jihoon pasti merasakan itu pada genggamannya.

Ayah Jihoon terkekeh geli mendengar komentar sinis dariku. Bahkan pria paruh baya dengan rambut cepak tersebut menggaruk kepalanya yang aku yakin tidak gatal sama sekali. Ayah Jihoon sedang mencari cara untuk terus mencari kekurangan ku.

"Kamu berani ternyata. Aku tidak yakin kamu mampu memenuhi semua kebutuhan Jihoon."

Aku mengerutkan kening. "Selama saya tidak melakukan hal buruk, saya berani. Dan maksud Anda, kebutuhan seperti apa? Seks? Atau urusan perutnya? Saya bisa mengimbanginya. Kalau tidak percaya bisa tanyakan sendiri pada putra Anda, Tuan Park yang terhormat."

Jihoon menoleh dan menatap ku, matanya mengerjap dengan ekspresi salah tingkah. Sedangkan ibunya Jihoon tersenyum sambil menutup mulutnya dengan tangan. Ayahnya Jihoon pun melirik Jihoon dengan ekspresi yang sulit diungkapkan.

"Ye—yeri, kenapa harus bawa seks segala?" ujar Jihoon dengan suara pelan. Tapi aku yakin, orangtuanya masih bisa mendengar.

"Ayahmu tidak menjelaskan secara rinci kebutuhan mu yang bagaimana. Seks dan makan juga kan masuk ke dalam kebutuhan hidup. Apalagi kamu, yang bentar - bentar minta—" mulutku ditutup oleh tangannya Jihoon. Sehingga terdengar gumaman tidak jelas dari mulutku.

"Yeri, aku malu," protes Jihoon lagi.

Kini ibunya Jihoon terang-terangan tertawa. "lihat lah, Sayang. Putramu seperti anak kecil dihadapan Yeri. Seperti dirimu dulu kan? Itu tandanya putramu sangat mencintai dan nyaman bersama Yeri."

Ayah Jihoon meminum wine dan tidak menatap ku. "Berbeda. Ayahmu adalah investor di perusahaan ku."

"Sayang! Itu berbeda. Kamu tetap mengejar ku meskipun bukan urusan bisnis. Bukankah sifat Jihoon itu menurun darimu? Bahkan Yeri lebih mandiri daripada aku." Ibunya Jihoon meyakinkan suaminya.

Tangannya terangkat dan membuat ibunya Jihoon berhenti berkata-kata. Lantas, Tuan Park kembali menatap ku, sepertinya dengan terpaksa.

"Kamu yakin anak ini tidak akan menyakiti mu? Apa kamu yakin, anak ini setia padamu? Jihoon dengan Rora sudah sangat dekat. Tidak mungkin kalau anak ini tidak memiliki perasaan apapun pada Rora."

"Ayah!" Protes Jihoon lagi.

"Yakin. Kalau tidak yakin, sudah lama aku pergi dari kehidupannya," jawabku tegas.

My Healer // 💎 Park Jihoon ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang