Bab 27 Arthur Studio Eccentric.

183 18 7
                                    

Dalam perjalanan ke kantor, aku jujur pada Jihoon apa yang terjadi padaku dan Mashiho. Semuanya, tidak ada yang aku tutupi satupun. Tidak, aku menutupi satu hal. Saat Mashiho memeluk ku. Rasanya sulit mengungkapkan hal itu pada pacar sendiri.

"Jadi, sekarang dia kembali karena sudah ingat semuanya? Hah! Lucu." Jihoon mendengus kesal tapi wajahnya tetap dibuat santai.

"Ya seperti itu katanya. Dia juga tahu kalau kamu sudah menikah," lanjutku.

"Hampir, Yeri. Hampir. Foto yang beredar di internet itu foto yang diambil sebelum aku meninggalkannya. Sialan, kalau tahu begini, sejak awal aku tidak datang." Jihoon memukul setir mobil karena kesal.

"Memangnya kamu gak tahu kalau kamu akan menikah?"

"Mana aku tahu. Yang jelas, sekretaris ayahku datang menjemput, menyuruhku berganti jas katanya ada rapat penting dengan kolega ayah yang merupakan orang sangat sangat penting. Aku menurut saja, ternyata aku dipaksa menikah. Ya, aku kabur lah. Beda cerita kalau disana itu kamu. Aku pasti nggak akan kabur, justru aku akan mengucapkan ikrar dengan tulus." Jihoon mengusap rambutku lalu kembali fokus ke jalan.

"Hah, segitunya ya mau nikah sama aku!" Aku menatap ke luar jendela.

"Memang kamu nggak mau nikah sama aku?" Jihoon menatap ku. Tapi aku tidak mau melihatnya.

"Yeri-ya, Sayang. Jawab aku?" ucapnya lagi.

Aku menghela nafas berat. Terhalang restu karena perbedaan faktor ekonomi, saat ini ternyata masih menjadi hal yang sulit. Aku kira, semakin modern zaman, hal-hal seperti itu pun berubah. Semua menjadi lebih setara. Apa hanya pikiranku saja? Entahlah. Harusnya sejak awal aku sadar diri. Siapa aku,  siapa Jihoon.

"Hei, melamun jorok ya?" Jihoon menangkup wajahku lembut.

"Enak saja. Mana ada aku melamun jorok. Otakmu tuh yang ngeres," balasku.

Jihoon tersenyum manis saat melihat ku merajuk seperti itu. "Sudah sampai, tidak mau turun?"

Aku menoleh ke kanan dan kiri, ternyata benar. Sudah sampai di depan kantor ku. Gedung yang lumayan artistik dengan banyak kaca berwarna grey stone. Dan sudut gedung sebelah kiri ada nama pemilik perusahaan, Arthur Studio Eccentric.

"Sudah sampai ya, aku baru sadar," tutur ku lembut.

Jihoon menangkup wajahku lagi, kali ini mengecup bibir ku lembut. Mengecapnya sebentar, seperti sedang mengecap permen kapas yang manis.

"Kamu jangan banyak melamun, Sayang. Apapun yang membebani mu, katakan padaku. Berbagi denganku. Jangan dipendam sendiri. Aku tidak mau kamu sakit dan terluka. Membayangkannya saja membuat dada ku sesak. Apalagi sampai terjadi betulan. Soal foto-foto yang beredar, jangan kamu pikirkan ya. Aku sedang meminta tolong temanku untuk menarik semua foto itu dari internet. Kamu percaya padaku kan?" Jihoon menatap manikku mencari jawaban.

Jujur saja aku hampir goyah. Tapi, aku tidak boleh mengecewakannya. Iris coklatnya itu terlalu lembut dan tulus, terlalu sayang untuk disakiti.

"Hm, aku percaya. Tenang saja.  Ya sudah, aku mau turun dulu, kamu mau kemana lagi?"

"Kamu belum jawab pertanyaan ku, Sayang...." Dia mengecupku lagi.

"Yang mana?"

"Soal menikah."

"Aku mau kok nikah sama kamu. Kan udah pernah aku jawab sebelumnya." Kini aku yang mengecupnya. Tapi sayangnya, Jihoon tidak membiarkan kecupan ku hanya sesaat.

Justru Jihoon mengecap bibirku, menghisapnya juga. Untuk beberapa saat kami hanyut dalam kecupan yang intim. Kalau tidak ingat ini dimana dan aku akan bekerja, mungkin saat ini aku sudah dilahap Jihoon.

My Healer // 💎 Park Jihoon ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang