Besok harinya Renjun sudah benar benar di rumah karena permintaan nya... sekarang Renjun berbaring sambil sedikit bersandar di kepala ranjang miliknya sambil menonton tv.Jeno datang pada Renjun membawakan semangkuk sup untuk sarapan paginya...
"Apa masih pusing?" tanya Jeno
Renjun menggeleng, tapi walau begitu... Ny Renjun tidak boleh berdiri dan berjalan seorang diri, ia masih beresiko jatuh sewaktu waktu.
Untuk masalah tadi malam, mereka tidak membicarakan apapun... Jeno berulang kali minta maaf dan di angguki oleh Renjun tanpa protes dan mempermasalahkan apapun.
Renjun sangat malas ribut
"Maafkan aku untuk kemarin, aku tidak bermaksud membohongimu..." Jeno membuka pembicaraan lebih dulu
"tapi kau membohongiku..." pelan Renjun menatap Jeno
"aku tidak mengatakan padamu karna ini yang ku takut kan... aku takut kau mengingat tentang nya yang membuatmu banyak pikiran" Jeno menjelaskan
"terkadang aku berpikir bagaimana jika aku memilih kalah sejak dulu... melepas mu bersama nya, mungkin dia tetap hidup serta Jisung tetap akan memiliki ibu...
dan aku akan membesarkan Chenle sendirian saja... mungkin aku tidak memiliki penyesalan seperti ini di hari tua ku" Renjun mengingat sangat jauh ke masa lalu"Tolong jangan memikirkan hal seperti itu, kita dalam cerita kehidupan ini adalah yang terbaik..." Jeno menuju sebuah laci nakas lalu mengeluarkan sebuah album usang yang sudah sangat lama
ia membawa mendekat pada Renjun
"saat aku melupakan mu, aku melihat album ini... di album ini kita banyak menghabiskan waktu bersama sama, berlibur bersama sama... hingga aku berpikir bahwa kita pasti memiliki alasan kenapa kita bisa sedekat itu dan mulai meragukan Jaemin" Jeno membawa Renjun kembali melihat foto foto ketika mereka masih muda
mereka tiba di lembar terakhir, yaitu tempat di mana foto pernikahan di sematkan...
foto pernikahan yang dilaksanakan setelah Chenle lahir, sebagai perwujudan dream party mereka yang tertunda...
di foto pernikahan itu, seluruh anggota keluarga Huang dan Lee berkumpul dalam satu gambar.
Sebuah keluarga yang sangat besar...
Jeno menunjuk ekspresi mereka berdua di foto itu
"Kita sangat bahagia..." Jeno pada RenjunNy Renjun sendiri juga melihat itu semua sambil menumpukan kepala nya pada bahu Tuan Jeno di sampingnya...
"Kau menungguku dengan luka yang mana aku adalah salah satu pisau nya..." tambah Jeno mengingat betapa kepayahan nya Renjun mempertahankan dirinya, Jeno sering kali melihat Renjun menangis di kamar nya sendirian kala itu.
"Sampai hingga kau meminta ku untuk bercerai, di situ hati ku merasa sakit... karena melihat mu sudah sepatah itu..."
"Ketika pulang dari bukit dandelion, kita mengalami kecelakaan yang membuatku mengingat semuanya... aku melihatmu berjuang keras untuk tetap hidup di ruang intensif, bahkan setelah itu dia datang untuk membunuhmu... aku tidak bisa memikirkan bagaimana jika saat itu kau belum siuman dan tidak mampu mempertahankan diri, jika sesuatu yang buruk terjadi... kau harus tahu bahwa setiap detik kehidupan ku setelah itu hanyalah melanjutkan hidup saja..." Jeno menaruh album dan mengecup kepala Renjun sangat lama