Heartbroken

198 25 1
                                    

Hiro mulai mengambil beberapa makanan dan kebutuhan rumah tangga yang dipesan mamanya dan Vico--adiknya--saat tiba di super market. Berkali-kali ia bertanya letak barang-barang yang diminta mamanya dan berkali-kali juga ia menggaruk kepalanya tanda tak mengerti.

"Sini biar kucarikan." Ujarku padanya. "Hiro tidak cocok jadi ibu rumah tangga ya?"

Lelaki itu terkekeh. "Cocoknya bapak rumah tangga ya, Aiko?" Ia membetulkan kerah baju sekolahnya yang tampak berantakan.

"Ada ya bapak rumah tangga? Baru dengar tuh." Balasku.

Hiro makin tertawa. "Cerewet, lebih baik kita cari pesanan itu, keburu malam. Bisa-bisa pas pulang Tante Anne langsung mengira aku membawa kabur anaknya,"

"Bagus dong, biar Hiro menderita."

"Kayak kuat saja melihatku menderita?"

"Kuat gak ya?"

"Aiko kadang-kadang bisa menyebalkan juga ya? Udah ah, ayo cari," ujarnya sambil menarik lenganku dengan lembut. "Aku bahkan sering lupa kalau kita sudah pacaran," ia tertawa kecil. "Rasanya dari dulu kita memang sudah seperti ini, Aiko."

"Diam Hiro, kau mengingatkan padaku tentang kejadian memalukan beberapa bulan yang lalu." Wajahku mulai memerah mengingat saat-saat aku menyatakan perasaanku pada Hiro.

Hiro tertawa lebar, menampakkan deretan gigi putihnya yang teratur. "Ah itu, kejadian yang tak bisa kulupakan seumur hidupku, Aiko. Kau terlihat sangat manis saat itu."

Aku menggembungkaan pipiku, tidak mau membahas hal itu lagi. "Ayo jalan, Hiro. Malam akan segera datang."

Kami hanya membutuhkan waktu sekitar dua puluh menit untuk mencari pesanan mamanya Hiro dan Vico ditambah dengan eskrim milikku. Hiro membayar duluan barang belanjaannya sedangkan aku mengantri di belakangnya.

Saat ingin mengeluarkan uangku untuk membayar eskrim, ponselku berdering. Aku melirik kearahnya.

"Angkat aja dulu teleponnya, es krimnya aku yang bayar dulu." Ujar Hiro sambil tersenyum lalu aku menjauh darinya untuk menerima telepon tersebut.

"Ya, Ma?" Ujarku pada seseorang di sebrang sana.

"Kamu sudah dimana? Kok belum pulang?"

"Supermarket, Ma. Dengan Hiro. Sebentar lagi juga pulang."

"Jangan terlalu larut, bilang sama Hiro untuk hati-hati di jalan."

"Oke, Ma."

Aku menyapu pandanganku keseluruh penjuru ruangan, berusaha mencari Hiro di antara keramaian pengunjung super market.

Kutemukan ia sedang melambaikan tangannya kearahku menampakkan sebuah senyum lebar darinya bersama seorang gadis yang berdiri di sampingnya.

Rika?

"Rika?" Aku langsung menghambur kearahnya memeluk gadis itu erat bak kawan lama yang tak pernah bertemu--walau memang begitu kenyataannya. Sementara Hiro hanya tersenyum lembut melihat kami.

Ia melepaskan pelukannya lalu beralih pada Hiro. "Whoa! Hiro tak kusangka aku merindukanmu!" Ujar Rika kemudian memeluk Hiro erat dan dengan sedikit tersentak dibalas oleh lelaki itu dengan senyum canggung miliknya.

"Jadi kau tidak merindukanku, Rika?" Ujarku sedikit terbatuk-batuk menatap mereka berdua.

"Bukan begitu maksudku, aku merindukan kalian berdua," Rika mulai merasa canggung. "Heh, sudah lima tahun ya kita tidak bertemu?" Tambahnya.

Kami berbincang banyak hal setelah itu, sedikit lupa akan waktu. Tak jarang Rika dan Hiro berbincang tanpa sadar justru mengacuhkanku. Pada akhirnya aku hanya duduk disebelah Hiro, memakan eskrimku.

Tanpa kusadari pikiranku sudah melayang ke masa lalu. Saat Rika masih hadir bermain bersama di antara aku dan Hiro. Hatiku mulai terasa sakit ketika melihat mereka mulai tertawa bersama, bukan aku membenci kedua sahabatku begitu dekat seperti ini, namun karena yang kutahu kenyataan bahwa Rika menyukai Hiro bahkan jauh sebelum aku menyukai Hiro.

Rika menyukai lelaki itu lebih dulu daripada diriku.

Hiro akankah kau tetap berada disisiku?

Punctum RemotumTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang