The Truth

187 27 2
                                    

Janji yang Hiro berikan saat itu adalah janji buta. Berkali-kali aku mengingat tatapan matanya yang begitu meyakinkan berkali-kali juga aku dibuat muak olehnya.

Beberapa hari yang lalu Hiro datang dan berkata seperti ini,

"Aiko maaf," dia datang dengan kepala tertunduk, menghampiriku yang sedang duduk di bangku taman seperti biasanya.

"Maaf untuk apa?"

"Aku ingin kita putus, Aiko."

Aku hanya tersenyum membalasnya, menatap bola matanya berusaha mencari kebohongan disana. Namun tak ada yang kutemukan di balik bola matanya.

"Ternyata firasatku benar ya?" Ujarku padanya.

"Maaf."

"Tak masalah." Ujarku mencoba memaksakan senyum meski hatiku terasa dipukul oleh beribu godam. "Jika boleh aku tahu alasanmu, kenapa, Hiro?"

"Aku menyukai Rika."

Aku bangkit dari dudukku. "Kurasa kalian cocok, Hiro. Untuk kau ketahui, Rika juga menyukaimu, bahkan jauh sebelum aku."

Aku seperti sedang tersapu ombak, terasa terombang ambing, terbuang jauh-jauh dari kehidupan Hiro. Kurasa hanya sampai disini hubunganku dengan Hiro, Janji-janji manis Hiro, perlakuan manis Hiro kini hanyalah kenangan yang justru meninggalkan luka mendalam dan tangis pilu.

Hiro tidak menyukaiku lagi.

Itulah kenyataannya.

Pada saat itu, pandanganku mulai mengabur, lalu bisa kurasakan cairan hangat mulai membanjiri wajahku. Hiro... Tahukah kau? Kini aku takut untuk jatuh cinta terlalu dalam, rasanya begitu menyakitkan, aku sampai tak bisa bernapas menahan rasa sakitnya. Kejam adanya, saat kutawarkan kau seluruh hatiku dan kau membuangnya layaknya hatiku hanyalah sampah.

Punctum RemotumTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang