03. Perjanjian

375 41 4
                                    

Setelah mendengar kabar Renu pindah ke Singapura, Ewil memutuskan akan ikut pindah ke sana

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Setelah mendengar kabar Renu pindah ke Singapura, Ewil memutuskan akan ikut pindah ke sana. Dia belajar lebih giat. Mencari berbagai informasi untuk bisa kuliah di sana. Tidak masalah jika tidak menjadi mahasiswa di satu kampus yang sama, pikirnya, berada di satu negara cukup mempermudahnya saling bertemu. Berdekatan mempermudahnya berjuang mendapat maaf dari Renu.

Harus diakui, dia hanya akan memperjuangkan sesuatu ketika mempunyai tujuan. Kata ‘demi’ menjadi ujung pedang menghalau rintangan. sikap baik sekaligus buruk karena mampu menipu dirinya sendiri. Tujuan itu selalu demi mendapatkan validasi orang lain, bukan keinginan dari dirinya sendiri.

Sebelum pindah ke Singapura, Agasi memberinya petuah, ‘Kamu harus bertanggung jawab sama semua pilihan kamu’, kemudian kalimat itu menggema dan lambat laun menancap di dinding ingatan. Kepindahannya ke Singapura memang demi Renu, tapi menyelesaikan kuliah tepat waktu dengan nilai mendekati sempurna adalah tanggung jawab kepada orang tua dan dirinya sendiri. ‘Manusia itu harus mengakui kekurangannya terlebih dahulu sebelum bisa berubah’, dia ingin berubah sehingga menilai diri sendiri perlu dia lakukan. Impulsif, kurang tanggap terhadap keadaan, kurang bersungguh-sungguh, dia ingin mengurangi sikap-sikap buruk itu dalam dirinya. Renu menawarkan diri untuk membantu, itu menjadi pendorong dirinya kini sedikit membaik selain karena kemauan diri sendiri. Mereka membuat beberapa perjanjian, dari yang tertulis mau pun tidak.

BELAJAR LEBIH PENTING DARIPADA PACARAN.

Menjadi mahasiswa di satu kampus yang sama dengan jurusan yang sama adalah kebetulan luar biasa bagi keduanya. Saat itu Renu maupun Ewil menganggapnya seperti takdir bahwa mereka memang harus selalu berdekatan. Namun, kabar menyenangkan itu bisa menjadi petaka jika salah menyikapinya. Keduanya sepakat untuk tidak selalu menempel di area kampus. Keduanya mempunyai circle pertemanan sendiri—teman Renu tak harus teman Ewil juga. Duduk terpisah di kelas. Makan siang bersama pun hanya sesekali.

ADA WAKTU UNTUK DIRI SENDIRI.

Renu menolak rutinitas yang begitu konsisten antara dirinya dan Ewil. Setiap orang punya kehidupan tersendiri meski saling mengasihi. Dia tak ingin ketika rutinitas itu tidak bisa dipenuhi, maka akan menjadi titik api pertengkaran. Dia bisa pergi ke kampus atau ke suatu tempat sendiri saat Ewil bersama teman-temannya dan begitu juga sebaliknya untuk Ewil.

Renu tinggal di kondominium tak jauh dari kampus, sedangkan Ewil tinggal di rumah neneknya. Saat punya banyak waktu luang, Ewil akan berhenti menjemput Renu ke unitnya sebelum melanjutkan perjalanan menuju kampus menaiki bus lain. Mereka suka menghabiskan waktu berdua di akhir minggu, Sabtu dan Minggu. Ewil akan menginap di unit Renu—melewati akhir pekan di dalam ruangan saja, atau mengelilingi sudut Singapura seperti turis.

Kalau pun sibuk, mereka akan berdiskusi kemudian merelakan akhir pekan tanpa bertemu.

TEMAN KITA TAK HARUS SAMA.

What We are Worried AboutTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang