Ada beberapa perubahan dari sikap Renu yang terasa manis setelah satu tahun berlalu semenjak mereka resmi berpacaran, yang membuat Ewil menyesal, kenapa keberanian mengungkap isi hati tak dilaksanakan sejak dulu. Melakukan sesuatu untuk pertama kali memang berat dan penuh keraguan, akan tetapi tetap saja berandai-andai adalah hal menyenangkan saat memikirkan bagaimana jika yang indah itu datang lebih awal.
Satu tahun berlalu. Renu yang dulunya gemar mengumpat, kini lebih sering menyunggingkan senyum. Jika dulu senang memberi perintah, merajuk jikalau tidak dituruti, sekarang dia lebih sering bertanya terlebih dahulu—egoisnya terkikis waktu, atau rasa sayang yang lambat laun menembuhkan sikap lembut.
Sekian waktu berlalu, Renu sering menyebut nama lengkap Ewil ditambah imbuhan kata 'sayang'—dengan nada lembut, saat berargumen.
Hobinya bicara berjam-jam dengan Yolan di telepon. Mencatat trik-trik bakery, dari cara mengadon hingga memanggang yang tepat. Apa saja bahan yang harus dicampur terlebih dahulu. Atau saran bagaimana memilih telur yang baik untuk adonan dan merek bahan apa yang berkualitas. Tugas Ewil hanya mengamati—dia dilarang ikut campur, dan mencicipi.
Renu sangat suka makanan manis. Dia memilih membuatnya sendiri, dibimbing oleh Yolan. Bagian menyenangkan bagi Ewil dari hobi itu adalah dia mempunyai banyak waktu bersama tanpa harus melakukan banyak hal.
Sesekali mereka pergi ke swalayan sepulang dari kampus sebelum menuju unit Renu di sore Jumat, membeli bahan-bahan kue dan beberapa jenis buah.
Senyumnya selalu menjadi bentuk sapaan ketika bertemu di luar kelas. “Gue mau mampir ke swalayan.”
“Boleh.”
“Gue harus ganti merek baking soda. Kata nyokap lo, merek yang gue pakai selama ini kurang bikin ngembang gitu. Beli krim bubuk. Gue juga mau beli stroberi, soalnya persediaan gue di kulkas mau habis.”
“Bawa tas belanja ga sih lo?”
Langkah Renu berhenti. “Lupa!”
“Jelas lupa, tas belanja lo ada di ransel gue.”
“Oh!” Renu tertawa. “Syukurlah gue punya pacar bertanggung jawab, jadi gue merasa aman.”
“Bertanggung jawab sama belanjaan lo,” sungut Ewil, mencibir.
“Maaf, ya, pacar,” ucap Renu, tersenyum semanis mungkin.
“Dimaafkan.”
Pulang dari swalayan, Ewil menjinjing tas belanjaan dan Renu sibuk menghabiskan es krimnya.
Di awal-awal semester memang berat, begitu banyak tugas sehingga mereka tak cukup banyak waktu bertualang berdua. Namun, keduanya paham akan tanggung jawab sebagai mahasiswa. Minimnya waktu berdua membuat mereka menikmati nuansa manis yang singkat di sela penuhnya kursi-kursi di bus sepulang dari kampus atau duduk berhadapan saat makan siang berdua.
KAMU SEDANG MEMBACA
What We are Worried About
Novela JuvenilRenu dan Ewil sudah saling mengaku saling suka, setelah permainan gila yang menyiksa, mereka sepakat untuk bersama Lalu, setelah pacaran, harus apa? ©️ Desember 2023