10. Sisa Obrolan

210 25 5
                                    

“Ren!”

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Ren!”

Dalam ingatannya, Renu tertidur lebih dulu tadi malam, saat dia mengoleskan salep ke ujung jari-jarinya yang lecet akibat digigit. Sekarang, cowok itu tidak ada di sebelahnya ketika dia meraba dengan mata masih terpejam.

“Renu!” Suaranya lebih lantang memanggil.

“Apa sih?” jawaban ketus itu terdengar.

“Lo ngapain?” tanya Ewil setelah memiringkan tubuh dan membuka matanya.

Renu berbaring di atas tubuh boneka kelinci besar, sedang menempelkan sendok ke matanya.

“Mata gue bengkak.”

Ewil turun dari ranjang, duduk bersila, mengamati wajah Renu dari dekat. “Gara-gara nangis tadi malam?”

“Pakai nanya.”

Senyumannya mengembang, lalu mendaratkan kecupan di pipi sebagai sapaan selamat pagi.

“Mau gue bantu?”

“Caranya?”

“Gue kecup.”

“Bukannya cari kesempatan, kampret.” Renu duduk, melemparkan tatapan sinis setelah menurunkan sendok dari matanya.

Ewil tertawa saja. “Hari ini kita masuk siang,” katanya.

“Terus?”

“Gue ajak ketemu Novara, mau?”

Ekspresi Renu berubah drastis.

“Gue mau lo dengar langsung dari dia kalo gue dan dia ga ada apa-apa,” ujar Ewil. “Ga ada kata mantan. Semua yang lo dengar, dulu itu, tipuan dari mulut gue biar punya alasan keren saat menjauhi lo.”

“Berapa banyak kebohongan yang lo karang demi menang dari gue waktu itu?”

Ewil mengatup rapat mulutnya.

“Oke.” Renu menghela napas. “Mari kita bongkar semua skenario yang lo buat dulu.” Dia berdiri. “Gue ga mau lagi jadi penonton cerita abu-abu lo. Gue mau tahu semua kebenaran dari lo.”

“Iya, Ren.”

“Gue mandi dulu.”

“Mmm,” Ewil bergumam sambil mengangguk.

“Di mana kita ketemu sama Novara?”
 
“Kantin kampus aja.”

+ +

Tatapan Renu begitu tidak bersahabat mengamati Novara dari ujung kaki hingga ujung kepala. Mereka bertemu di kantin. Duduk saling berhadapan, saling menatap dengan cara berbeda—Novara tersenyum ramah kepada Renu. Sementara Ewil sedang membeli makanan.

“Gue harap lo ga benci sama gue.”

“Tergantung,” balas Renu, melirik ke kanan, lalu bola matanya bergulir pelan ke atas kemudian ke kiri.

What We are Worried AboutTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang