05. Pikiran

255 44 4
                                    

"Lo pernah ga kepikiran putus sama Eno?" Duduk berjongkok di atas kursi adalah salah satu kebiasaan lama yang tanpa sadar musnah dan kini kambuh lagi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Lo pernah ga kepikiran putus sama Eno?" Duduk berjongkok di atas kursi adalah salah satu kebiasaan lama yang tanpa sadar musnah dan kini kambuh lagi. Sudah tiga hari ini hobinya duduk di balkon pada sore hari. Berjongkok di atas kursi dengan sebilah nikotin di sela jari.

"Gue sering putus sama Eno," aku Rayi. "Gue ga pernah cerita ini ke lo atau Deri karena pagi putus, malamnya kita balikan."

"Itu mah berantem, bukan putus."

"Wajar kan? Selisih paham itu pasti ada di antara dua orang."

Hening. Langit sore itu benar-benar hening baginya. Tak ada bunyi-bunyi dari dalam rumah. Tak ada satu pun burung yang lewat. Tak ada juga suara angin meski sejuknya sesekali menerpa. Deru napas semakin jelas. Tiap deburan asap kelabu yang lolos dari mulutnya adalah wujud kegelisahan.

"Selama pacaran, gue ga pernah berantem sama Ewil."

"Bukannya bagus?"

"Gue merasa itu seperti jeda sebelum badai."

"Lo punya sesuatu yang belum disampaikan ke Ewil?"

"Banyak. Gue diam karena banyak ketakutan."

"Kenapa emang kalo diomongin ke Ewil?"

"Gue takut."

"Takut apa?"

Perdebatan jadi penyebab putus.

"Gue cukup nyaman dengan hubungan gue saat ini," Renu membelokkan obrolan. Dia tak bisa transparan tentang kekhawatirannya. Mungkin itu cuma pikiran, jika diucapkan dia takut menjadi kenyataan.

"Nyaman lo terdengar ga meyakinkan."

Renu tertawa.

"Ada sesuatu?"

"Ortunya Ewil udah tau kalo kami pacaran."

"Hah?! GILA! Kok bisa? Kenapaaa? Selama ini kalian ga pernah pamer kalo kalian pacaran. Di kampus aja mencar. Terus gimana? Lo nanya persoalan putus karena ortu Ewil nyuruh kalian putus?"

Bara telah sampai di ujung rokok, isapan terakhir menyisakan busa filter, dia masukkan ke dalam gelas berisi air dan hilanglah asapnya. "Ga se-drama itu Rayi." Mulutnya terkekeh. "Kita ga disuruh putus."

"Terus apa yang bikin lo galau?" cerca Rayi.

"Obrolan para ortu kemarin bikin gue berpikir, gue kalo putus sama Ewil gimana, ya? Gara-gara siapa atau apa? Selama ini gue ngontrol tingkah gue biar ga muncul masalah. Gue tau gue banyak kurangnya. Egois. Keras kepala. Ngomong kasar. Gimana kalo yang gue kontrol masih kurang?"

"Ren, gue selalu ngomong ke lo, jangan jadi orang lain cuma buat dicintai."

"Tapi semua yang coba gue hilangkan adalah sikap jelek gue."

"Dan lo merasa ga cukup puas?"

"Gue takut."

"Mungkin rasa takut lo karena lo ga percaya sepenuhnya Ewil benar-benar suka sama lo."

"Ga gitu ...."

"Ren! Di mana?" Itu suara Ewil. Renu bergegas menaruh gelas berisi abu dan puntung rokok ke belakang pot bunga.

"Ngobrol sama siapa?" tanyanya, mengendus-endus leher Renu.

"Rayi."

"Lo ngerokok?"

"Ray, udah dulu, ya? Nanti gue telepon lagi kalo ada waktu." Renu memutuskan telepon dan mendorong Ewil menjauh dalam satu waktu.

"Lo udah lama ga ngerokok." Ewil mencium tangan Renu, tercium jelas harum tembakau di sana. "Ada apa? Sikap lo aneh semenjak hari itu. Apa taunya ortu gue tentang hubungan kita ganggu lo?"

Renu tersenyum, menggeleng dan menarik pelan tangannya. Dia masuk ke dalam—Ewil menyusul di belakang. "Lagi mau aja. Ga ada masalah. Ga ada yang aneh." Tubuhnya membelakangi saat mencuci tangan.

"Lo semakin banyak diam."

"Oh ya?"

"Gue nginap, ya?"

Keningnya mengerut. "Ini bukan weekend. Nanti nenek lo nyari."

"Nenek gue ga bakal nangis, Renu, gue tinggal semalam doang nginap di sini."

"Ya ya ya, terserah lo." Kakinya melangkah berpindah ke meja belajar.

"Beneran ga ada sesuatu?"

Laptop dinyalakan. Sebuah website dia buka dan mengabaikan Ewil.

"Ren?"

"Ga ada apa-apa, sayang. Mending lo mandi, terus makan. Gue tadi nyoba masak resep baru." Bibirnya tersenyum, matanya melengkung, namun riak wajahnya masih sama kelabu seperti sebelumnya.

Ewil memutuskan untuk menyudahi kecurigaan dan menuruti apa yang Renu sarankan, mandi kemudian makan.

Itu adalah platform obrolan online yang disinkronkan dengan data seluler genggam. Sengaja disambungkan agar melanjutkan obrolannya dengan Rayi tak perlu memegang handphone, seolah benar-benar sedang mengerjakan sesuatu.

Gue ulangi, pernah ga lo kepikiran putus sama eno? 💬
Benar2 putus 💬

RAYI
💬 Ga pernah dan ga mau
💬 Benar2 putus artinya sakit. Gue ga mau berlama2 mikirin hal buruk yang belum kejadian

Jadi gue harus berhenti mikirin hal yang belum kejadian? 💬

RAYI
💬 Takut boleh ren. Itu artinya Ewil penting buat lo. Tapi kalo terus takut, nanti lo capek sendiri. Curigaan. Nanti hal2 ga penting jadi masalah besar
💬 Apa yang bikin lo ga percaya diri Ewil bakal bertahan lama sama lo?
💬 Emang lo seburuk itu buat dipertahanin Ewil?

Ewil bisa goyah kapan aja meski gue sempurna 💬

RAYI
💬 Renuuu, dari dulu lo ga pernah yakin sama diri lo kalo berhubungan sama Ewil
💬 Lo hampir jadi bukan diri lo saat itu
💬 Ingat?
💬 Itu semua demi lo dengar pengakuan dari Ewil

Renu menutup laptop, lalu memutar arah duduk mencari sosok Ewil di dapur.

"Kenapa?"

"Tiba-tiba kangen lo."

Makanan di dalam mulutnya muncrat akibat tersedak. "Lo kenapa sih, Ren?"

"Gue baik-baik aja."

+ +

Aku suka bertanya, "keliatan ga sih konflik-nya?"Apa menurut kalian?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku suka bertanya, "keliatan ga sih konflik-nya?"
Apa menurut kalian?

What We are Worried AboutTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang