08. Hilang Fokus

226 31 5
                                    

LEMBARANDUARIBU💬 Renu sayang💬 Kasih gue kesempatan buat jelasin yang lo lihat kemarin ya💬 Tapi bukan disini💬 Kita harus ngomong langsung💬 Senin gue jemput ya? Kita bicara sebelum kelas dimulai

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

LEMBARANDUARIBU
💬 Renu sayang
💬 Kasih gue kesempatan buat jelasin yang lo lihat kemarin ya
💬 Tapi bukan disini
💬 Kita harus ngomong langsung
💬 Senin gue jemput ya? Kita bicara sebelum kelas dimulai

Gue lagi mau sendiri dulu 💬
Sorry 💬

LEMBARANDUARIBU
💬 Oke, gue tunggu sampai lo mau ngomong sama gue ya
💬 :(

Renu mengunci layar handphone dan memaksa mata terpejam, menidurkan dirinya sendiri.

Dua hari yang seharusnya dinikmati bermain bersama Ewil, terlewatkan dengan pertengkaran tak masuk akal.

Sialan.

+ +

“Kamu ga nunggu Ewil jemput?” tanya Candra, menghentikan langkah Renu yang ingin pergi ke kampus.

“Siapa yang bilang aku bakal berangkat bareng Ewil hari ini?”

“Aku yang kasih saran ke dia.”

Renu menggulir bola matanya. “Jangan ikut campur.”

“Kalau ga diikut campurin, kamu bakal terus berantem sama Ewil,” timpal Tiffani.

Renu menarik dalam udara melalui kerongkongan kemudian menghembuskannya kasar. “Ya ya ya, nanti aku juga bakal bicara sama dia.”

“Kapan?” tanya Tiffani.

“Nanti,” sahut Renu. “Aku pergi dulu.” Dia buru-buru pergi sebelum diserang pertanyaan lain.

Pikirannya kosong, masih seperti tempurung kelapa tua yang kosong, lusuh dan tak berguna. Pandangannya kosong keluar jendela bus. Duduk di paling belakang. Tubuhnya menyimpan bagus jalur menuju kampus, lamunannya berhenti sendiri ketika bus berhenti di halte di mana dia harus turun. Seperti hantu, dia berjalan memasuki area kampus tak mengacuhkan orang-orang sekitar. Lurus begitu saja masuk ke kelas.

“Pagi, Ren.” Ketika menoleh, wajah dari sosok yang memenuhi kepala dan relung hatinya terpampang bersama senyuman manis di depan pandangan.

Mulutnya terkunci, tidak ada balas sapaan atau senyuman.

“Masih perlu waktu sendiri?”

Kepalanya mengangguk.

“Ya udah.” Ewil meletakkan tumbler di hadapan Renu. “Gue panasin susu buat lo. Gue yang panasin, bukan nenek.” Dia mengusap puncak kepala Renu. “Diminum ya, gue tahu lo pasti belum sarapan.”

Renu menggenggam tumbler itu, memandanginya.

“Gue ke kursi gue, ya? Kalo udah siap ngobrol sama gue, kabarin gue.”

Karena tak ada tanggapan, Ewil terpaksa beranjak dari sana.

Hingga kelas berakhir, semua kelas, Renu menyadari Ewil terus memperhatikannya dari jauh. Dia pergi ke perpustakaan untuk menghindar. Menghindar agar tidak bertemu di koridor, menghindar dari pertanyaan kapan dia siap diajak bicara.

What We are Worried AboutTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang