3

990 62 1
                                    

Hari-hari berlalu seperti biasa. Sekolah selalu saja ramai. Bodyguard yang disewa papa Jung pun masih setia berjaga di gerbang depan dan belakang sekolah, membuat murid-murid merasa risih dan heran. Sebenarnya sekolah wooyoung memiliki aturan yang ketat mengenai penjagaan. Karena memaklumi wewenang orangtua wooyoung, akhirnya pihak sekolah memperbolehkan Bodyguard wooyoung berjaga walaupun hanya di luar gerbang sekolah. Namun, yang berbeda adalah seonghwa yang senantiasa menjemput wooyoung, menyembunyikan wooyoung dalam hoodie kebesarannya dan segera memasukkan wooyoung ke dalam mobilnya.

Hari ini seonghwa mengabari bahwa dia akan telat menjemput karena akan menyelesaikan tugas kelompok di kampusnya. Dan disinilah wooyoung sekarang. Wooyoung memilih menunggu di atap. Bosan, tentu saja bosan. Yeosang sudah satu minggu tak masuk sekolah karena alasan harus merawat Jongho. Kabarnya Jongjo sudah siuman walaupun kondisinya masih lemah.
Wooyoung lebih memilih menghibur diri di atap sekolah menatap langit-langit kebiruan yang sudah agak menghitam. Sepertinya akan turun hujan. Dan satu hal yang ia sadari. Gitarnya sudah tak lagi ada padanya setelah ia membawa jongho ke rumah sakit, entah sudah dijual anak-anak berandalan itu atau dihancurkan wooyoung tak tau. Sangat disayangkan pikirnya. Itu adalah gitar yang diberikan Seonghwa padanya saat ulang tahunnya ke 17 tahun. Rasa bersalah karena tak bisa menjaga gitar itu dengan baik tentu saja ada. Apalagi dia tinggal bersama Seonghwa sekarang.

BBRAAKK

Pintu atap terbuka karena tendangan kasar dari sosok yang sepertinya pernah ia lihat. Iyaa.. Rahang tegas itu, tatapan mata tajam yang sama persis ketika sosok itu menonjok Jongho dengan keras. Ahh orang ini batin wooyoung. Wooyoung mengalihkan pandangannya kembali menatap langit. Takut? Wooyoung takut? Tentu saja tidak. Untuk apa takut dengan sosok pembully, bagi wooyoung para pembully hanya segerombolan orang yang haus perhatian. Sosok tersebut yang tak lain San menghampiri wooyoung dan duduk di bangku kelas yang sudah tak terpakai menghadap ke arah wooyoung. Di tatapnya mata indah yang tengah menatap langit muram tersebut. Wooyoung yang risih cepat menatap tajam San.

"Napa? Lu mau mukul gw juga hah?". Tanyanya dengan suara nyaring tapi lembut di telinga San.

San sempat kaget dengan pertanyaan wooyoung. Memukul? Wooyoung mengira kedatangannya adalah untuk memukul dirinya. Tapi tak bisa disalahkan pikiran wooyoung karena dia memang pembully yang kasar. Jadinya San cuma terkekeh.

"Boleh gw gabung?". Tanyanya akhirnya.
...

"Gw ga suka pembully". Jawab Wooyoung tegas.

San mengerutkan alisnya mendengar jawaban Wooyoung.

"Jadi lu suka apa?". Tanya San lagi.

"Apa aja asal bukan lu". Jawab Wooyoung asal.

"J.Wooyoung". Ucap San yang berhasil membuat wooyoung mendongak menatap San karena San sudah berdiri di hadapannya. Dapat ia lihat San yang tersenyum puas. Ada apa dengannya.

"Kalau mau gitar lu balik, lu harus kasih gw sesuatu". Tawar San.

"Yakin gitar gw masih dalam kondisi baik?". Tanya Wooyoung.

San menampilkan smirknya.
"Tentu, lu bisa ngecek langsung". Jawab San.

"Mana?". Tanya Wooyoung kembali.

"Rumah gw".

"Lu nyuruh gw ke rumah lu?".

"Yaahh kalo lu mau".

"Yaudah ayok".

San kaget dengan wooyoung yang setuju ke rumahnya. Apa dia tak takut dengan dirinya. Bisa saja kan San mencelakai dirinya. Namun, perasaan senang San lebih mendominasi sekarang.

"Tapi sulit buat gw ikut mengingat situasi gw sekarang". Ucapan Wooyoung barusan melunturkan perasaan senang San.

"Kenapa?". Tanya San langsung.

[√] His Smile | SanWooTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang