Ddrrrrrttt
"Halo Gi". Sapa San pada Mingi yang sedang menelponnya.
"San, lo ga ke sekolah kan". Tanya Mingi di seberang sana.
"Gak dulu kenapa?".
"Bagus, jangan ke sini. Di sekolah lagi heboh soal lo ama wooyoung, denger-denger kabar kalian dikeluarin dari sekolah yaa?". Jelas Mingi.
"Hah? Kok bisa". Kok bisa orang-orang tahu tentang itu semua pikir San.
"Lo harus jelasin nanti ke gue, pokoknya lo jangan ke sini dulu oke".
Sambungan telepon terputus. San langsung kembali menuju kamarnya sambil membawakan semangkuk bubur ayam yang baru ia beli. Ia tatap nanar Wooyoung yang sedang terbaring lemas karena sedari subuh ia memuntahkan semua isi perutnya.
"Makan dulu ya". Pinta San dan duduk di samping Wooyoung. Ia elus pelan surai yang menutup mata indah yang akan menjadi ibu dari anaknya itu.
Wooyoung menatap San dengan mata sayunya kemudian mengangguk pelan tanpa suara. San menyuapkan satu sendok bubur ke mulut Wooyoung namun lagi-lagi Wooyoung tak bisa memakannya karena selalu saja mual ketika mulutnya diisi dengan makanan.
"Kamu aja yang makan, perut aku ga bisa diisi dulu". Ucap Wooyoung.
"Maaf ya bikin kamu gabisa ke sekolah gara-gara harus merawat aku". Lanjutnya lagi. Ia tak tega melihat San yang harus merawatnya.
"Sssttt ada yang pengen kamu mau ga? Biar aku beliin". Tawar San.
Si manis cepat menggeleng. "Gak ada, aku mau istirahat aja".
"Kalau dede mau apa? Jangan bikin mama susah gitu dong". Ini San ngomong sambil elusin perut rata Wooyoung.
Jujur Wooyoung malu sekarang, ia mengalihkan pandangannya agar tak melihat wajah San yang tengah mengobrol dengan perutnya.
San terkekeh setelah melirik Wooyoung. "Liat tuh mama jadi malu". Ucapnya lagi dan menggelitik pelan perut Wooyoung.
Mereka bercanda satu sama lain. Saling menguatkan dengan cara mereka sendiri walaupun sebenarnya keduanya sama-sama berjuang dengan keadaan yang rapuh.
"Woo besok ikut aku ke kampung halamanku mau?". Tawar San.
"Emm? Bukannya kita harus sekolah ya?". Tanya Wooyoung balik.
Sebenarnya San ragu untuk mengatakannya tapi lebih baik dikatakan bukan?
"Kita dikeluarin dari sekolah Woo tadi Mingi ngabarin". San tatap mata Wooyoung yang meredup, ia tahu saat ini pikiran Wooyoung sangat kacau untuk menerima semua ini.
"Mmm rencananya aku mau ngajak kamu ke kampung halamanku, di sana masih ada mbah. Aku mau nikahin kamu di sana". Lanjut San.
Wooyoung mendongak dengan matanya yang berkaca-kaca. San membelai wajahnya pelan guna memberikan sedikit kekuatan pada yang lebih kecil. Ia tahu Wooyoung tidak terbiasa hidup susah seperti dirinya. Kejadian ini pasti sangat membuatnya terkejut.
"Mungkin kita akan tinggal di sana, sebisa mungkin aku akan mencari pekerjaan yang layak Woo".
Si kecil masih belum menjawab, hanya tersenyum menatap San dengan air mata yang sudah ada di pelupuk matanya. San menghapus air matanya yang menetes ketika Wooyoung memejamkan matanya. San menangkup wajah Wooyoung dengan kedua tangan besarnya. Ia dekatkan wajahnya, ia rasakan nafas Wooyoung ketika hidung mereka sudah bersentuhan. Perlahan sekali San tempelkan bibirnya pada bibir Wooyoung. Perlahan ia lumat kecil. Ini bukan ciuman gairah, ini tulus ciuman sayang yang San berikan pada calon ibu anaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
[√] His Smile | SanWoo
RomanceSama-sama menyandang status sebagai berandalan sekolah tapi tidak saling mengenal satu sama lain.. San yang terkenal sadis dan pembully sedangkan wooyoung yang hidup mengikuti kemauannya sendiri. "Boleh gw gabung?" .. "Gw gasuka pembully" bxb‼ ! To...