Rizan terpincang lemas. Lengannya bersandar pada pohon raksasa yang telah berumur panjang. Susah payah menuruni pohon tinggi ini, dia pun tak henti memegangi tulang belakangnya. Rasa nyeri dapat ia rasakan setiap kali tulang ekornya terusik. Merepotkan.
Rizan tak sengaja menendang sesuatu. Dia termangu. Bambu runcing miliknya tergeletak begitu saja, seakan memberitahu bahwa dia masih dapat memenuhi fungsinya sebagai senjata.
****
"Bagaimana dengan Rizan?" seru Rengganis.
"Dia akan baik-baik saja." Nafas Sani memburu. Namun dia tampak tak terlalu risau dengan keadaan temannya yang satu itu. Dia percaya penuh akan kesalamatan Rizan.
".... Rengganis, berpeganglah dengan erat."
"Apa yang akan kamu lakukan?"
Sani tak menanggapi. Dia lebih memilih merencanakan sesuatu dengan sepupunya ketimbang bertegur sapa dengan orang yang sedang ia gendong. "Desya, berbeloklah ke kanan. Aku akan berbalik ke arah Timur, menjemput Rizan."
"Bertaruh?" tanya Desya tak percaya.
"Ya!"
Desya pun menggangguk, menurutinya.
Sani memutar jalan. Dia menyeringai semangat. Aksinya membuat raksasa kebingungan menentukan sasaran. Dia berniat menjadikan dirinya dan Rengganis sebagai umpan.
"Rizan, bambu runcingmu terlempar kepadaku. Kujatuhkan kembali untukmu," gumamnya. Berharap Rizan menemukan senjata tersebut.
Namun rencananya tidak sesuai. Pohon duri besar justru terus mengejar Desya. Dia terbelalak. "Apa yang raksasa itu incar? Desya? Okta?"
"Sani, Rengganis, menunduk!"
Sani menoleh. Jauh dihadapannya, Rizan telah memasang kuda-kuda. Tangannya mencengkram bambu runcing.
"Ini mungkin akan membuat tubuhku mati rasa sejenak, tapi aku tidak punya pilihan lain!"
Rizan menarik nafas begitu panjang. Mengerahkan seluruh tenaga pada dirinya. Atmosfir seketika berubah. Air mukanya kelewat tenang. Dia memusatkan ototnya pada lengan yang ia kepal. Urat mengukir selaput di tepi nadi.
Dia mengayunkan bambu runcing ke belakang, mengambil ancang-ancang.
Nafas mendidih berhembus, menerobos sela-sela gigi taringnya. Siap menyerang dalam kondisi paling matang.
Rizan melesatkan tombak sekencang angin menghempas, semak-semak tersibak, serta memberi gelombang kejut pada dua orang yang menunduk.
Jleb!
Bambu runcing menembus mulut pohon duri dari belakang. Dia berhasil melubanginya, sedangkan bambu runcing masih meluncur jauh sampai batas mata memandang.
Pohon duri raksasa berontak. Seluruh akarnya mencambuk brutal seluruh objek yang berada dalam jangkauannya. Akan tetapi ia tak bisa meraung untuk sementara waktu karena mulutnya yang baru saja dihancurkan.
"Desya berlindunglah!" Rizan berseru.
Desya berseluncur ke dalam rongga akar pohon besar lalu berlindung di bawah sana.
Pohon duri tetap melakukan seragan membabi buta. Namun, dia tak lagi mengejar Desya. Makhluk tersebut terus berlari menjauhi mereka.
Di saat yang bersamaan, Desya dapat merasa lega. Waktunya untuk membuang letih dengan nafas yang tersenggal-senggal. Dia menyandar di bawah pohon. Perlahan dirinya terjatuh sembari memangku tubuh temannya.
Okta masih berusaha mengatur nafas, menariknya perlahan kemudian menghembuskannya.
Sani termangu. Dia berpapasan dengan Rizan yang berlutut lemas sehabis melancarkan serangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Imagination is Amazing: Promise of Stars in The Night Sky [FINISHED]
FantasyPresent a series: IA Series (Imagination is Amazing) Telah terjadi hal mistis di luar nalar. Mereka tiba-tiba terjebak di balik onggokan batu yang menghadang jalan kembali mereka ke camp. Zein Mukkam, orang yang membawa mereka ke dunia tak dikenal...